Golkar Pelalawan: Simon Tersangka Sabu 20 Kg Bukan Timses Anak Bupati Pelalawan

Konten Media Partner
11 November 2020 22:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SIMON Siahaan (kanan) saat ditangkap Tim Harimau Kampar Polda Riau dari pengembangan penangkapan 20 Kh sabu asal Malaysia di Bukit Batu, Bengkalis.
zoom-in-whitePerbesar
SIMON Siahaan (kanan) saat ditangkap Tim Harimau Kampar Polda Riau dari pengembangan penangkapan 20 Kh sabu asal Malaysia di Bukit Batu, Bengkalis.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Sekretaris DPD II Partai Golkar Pelalawan sekaligus Tim Pemenangan Adi Sukemi-Muhammad Rais, Baharuddin, menampik jika Simon masuk dalam tim sukses mereka.
ADVERTISEMENT
Ia mengakui, jika Simon Siahaan pernah sebagai tim survei Adi Sukemi-Muhammad Rais diusung Partai Golkar itu.
Simon disebut dari lembaga survei LSI dipesan langsung oleh Bupati Pelalawan, Muhammad Harris, orangtua Adi Sukemi.
"Untuk kasus hukum menjeratnya kita tidak ada hubungannya. Itu urusan pribadi bersangkutan," kata Baharuddin, Rabu (11/11/2020).
Simon Siahaan ditangkap Tim Harimau Kampar Polda Riau di kamar kosnya. Di dalam kamar kos tersebut, ditemukan Alat Peraga Kampanye (APK) pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 4, Adi Sukemi-Muhammad Rais.
Tim Harimau Kampar menangkap Simon usai dilakukan pengembangan tertangkapnya 20 Kg sabu asal Malaysia yang dibawa Syamsul Bahri dan Hendra sebagai sopir.
Hendra ditembak mati usai mencoba menerobos adangan dibuat anggota Polda Riau.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau kini sedang melakukan investigasi terkait ditemukannya APK di kos Simon Siahaan.
Jenis APK ditemukan antara lain payung, baju, minyak dan beras milik Adi Sukemi-Muhammad Rais yang berada di kos milik Simon Siahan.
“Kita fokuskan pada kasus tersebut adalah bagaimana kita bisa mengorek bisa menginvestigasi apakah barang tersebut sudah dibagikan dan siapa penerimanya,” ujar Ketua Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan.
Rusidi berpendapat, jika APK tersebut belum dibagikan, maka tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran.
“Berdasarkan Pasal 187 Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang politik uang, harus ada pemberi dan penerima,” jelasnya.
Rusidi menambahkan, jika terbukti money politic, maka pemberi dan penerima dikenakan hukuman minimal tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT
“Kepentingan Bawaslu dalam kasus ini sebagai pengawas pemilu adalah sejauh mana paket tersebut sudah diberikan,” pungkas Rusidi.
Laporan: RAHMADI DWI