Kak Seto: Belajar Daring Buat Anak Rentan Frustasi dan Berpotensi Bunuh Diri

Konten Media Partner
29 September 2021 21:49 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KETUA Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau akrab disapa dengan Kak Seto. (FOTO; SELASAR RIAU/LARAS OLIVIA)
zoom-in-whitePerbesar
KETUA Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau akrab disapa dengan Kak Seto. (FOTO; SELASAR RIAU/LARAS OLIVIA)
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, mengatakan selama proses belajar secara daring (online) di masa pandemi COVID-19, sebanyak 11 persen anak-anak mengalami frustasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada anak memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Kak Seto juga menjelaskan, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, selama proses belajar daring tersebut, anak-anak berumur belasan tahun sudah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RS).
"Terkadang orang tua memarahi, jika anak tidak bisa. Banyak anak stres karena belajarnya tidak maksimal. Ketika seorang guru memberikan tugas tidak ada penjabaran secara mendalam," ungkap Kak Seto, akhir pekan lalu di Pekanbaru.
Tak hanya itu, Kak Seto menilai para orang tua terkadang justru membebani mereka.
Bahkan orang tua kerap memarahi anaknya, jika tidak bisa mengerti akan pelajaran diberikan, termasuk menyelesaikan tugas saat belajar daring.
Ia mempertanyakan, apakah kurikulum selama belajar daring sudah ramah anak atau belum.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hal paling utama kesehatan mental anak.
"Kami mencatat juga ada anak naik ke atas pohon tinggi untuk dapat sinyal bagus. Mungkin siswa di kota bisa belajar dengan fasilitas lengkap. Namun, di daerah banyak kendala. Belum lagi bencana alam seperti banjir atau gempa bumi," ujarnya.
Kak Seto tak menampik kasus mengunduh video porno meningkat selama belajar daring. Menurutnya, hal ini perlu dikawal bersama.
"Dulu sebelum pandemi, anak dilarang pegang gadget (gawai), namun kini terbalik. Anak harus pegang gawai dan tidak boleh ke sekolah. Tetapi gadget ini cuma alat. Bisa menjadi positif kalau dipakai dengan benar. Akan menjadi negatif pula kalau mengunduh situs remaja dan sebagainya," ulasnya.
Ia menjelaskan, lingkungan juga berpengaruh bagaimana anak ini memakai gawai. Kondisi pandemi COVID-19 mendadak membuat orang cenderung tidak melakukan persiapan.
ADVERTISEMENT
"Kondisi ini (Covid-19) mendadak, makanya sulit. Namun kami slelau melakukan kordinasi, harus bekerjasama dengan masyarakat. Mendidik anak itu istilahnya, diperlukan orang sekampung. Makanya perlu sinergi semua pihak," pungkasnya.
Laporan: LARAS OLIVIA