Ninik Mamak Kampar Sanksi Adat Anak Kemenakan Usai Protes Galian C

Konten Media Partner
11 September 2022 17:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alat berat yang diduga melakukan galian c di Kampar (Foto: Dok warga)
zoom-in-whitePerbesar
Alat berat yang diduga melakukan galian c di Kampar (Foto: Dok warga)
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, KAMPAR - Sejumlah warga di Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, dikenakan sanksi adat oleh ninik mamak setempat usai memprotes dugaan galian C.
ADVERTISEMENT
Warga memprotes adanya dugaan galian C atau pengerukan batu liar di aliran Sungai Kampar di desa tersebut yang dianggap dapat merusak lingkungan dan aliran sungai.
Namun, protes itu justru berujung sanksi adat yang diberikan oleh ninik mamak setempat. Sanksi yang diberikan, yakni denda membayar berupa seekor kambing.
Wawan (28), yang turut memprotes pengerukan batu di sungai desa tersebut mengaku tidak melanggar aturan adat dan menolak membayar denda.
"Saya sebagai Wakil Ketua Pemuda Desa Tanjung yang turut kena denda. Denda bayar satu ekor kambing. Tapi, denda tidak akan saya bayar karena tidak ada aturan adat yang saya langgar," ujar Wawan, Sabtu (10/9).
Wawan menjelaskan dirinya dituduh menghalangi pengerukan batu yang disebut ninik mamak untuk pembangunan masjid baru di desa.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut Wawan pengerukan batu itu tidak dimusyawarahkan ninik mamak dengan pemuda, mahasiswa maupun nelayan.
Dia mengaku kaget saat melihat ekskavator mengeruk batu sungai. Di tengah sungai sudah dibuat jalan sepanjang lebih kurang 300 meter.
"Saya tidak tahu apakah batu itu diambil untuk pembangunan masjid atau digunakan untuk apa. Soalnya saya dan warga lainnya tidak diajak musyawarah. Kalau untuk membangun masjid, tidak mungkin kami larang, tentu kami mendukung sepenuhnya," terangnya.
Melihat hal itu, dia bersama warga termasuk sejumlah nelayan meminta alat berat berhenti bekerja.
Wawan menyebut, penghentian alat berat itu bekerja setelah pemuda, mahasiswa, nelayan, dan pihak desa sepakat menolak galian C itu.
"Dulu kami sudah sepakat tidak ada lagi galian C di Sungai Kampar di kampung kami. Karena dulu banyak galian C di sini, batunya dijual keluar. Tidak ada manfaatnya ke desa. Makanya saya pertanyakan kemarin kenapa ada lagi galian C, tapi malah kami dipanggil ninik mamak dan didenda adat. Kami malah dituduh menghalangi pembangunan masjid. Kan tak masuk akal," papar Wawan.
ADVERTISEMENT
Wawan mengatakan, bukan dirinya saja yang kena denda adat, melainkan ada seorang nelayan. Mereka dianggap menghalangi pembangunan masjid.
"Yang baru didenda baru saya dan satu nelayan. Tidak menutup kemungkinan warga dan nelayan yang protes galian C didenda juga. Ninik mamak menuduh kami menghalangi pembangunan masjid. Padahal, kami hanya mempertanyakan untuk apa batu itu diambil," terangnya.
"Kalau untuk membangun masjid, mestinya dimusyawarahkan. Kami khawatir batu itu dijual untuk keuntungan pihak tertentu. Jadi, ninik mamak itu denda kami tanpa dasar, makanya kami tak akan bayar denda itu," lanjut Wawan.
Sementara itu, Yusmar (52), seorang nelayan yang turut menghentikan galian C tersebut, mengatakan bahwa galian C berdampak kepada mata pencarian nelayan.
"Galian C ini bukan hanya merusak sungai, tapi juga jadi susah dapat ikan," akui Yusmar.
ADVERTISEMENT
Dia sendiri menyebut bakal didenda karena ikut protes galian C itu. Padahal, diakui Yusmar, dirinya tak akan melarang jika batu galian C itu bertujuan untuk pembangunan masjid.
"Saya termasuk dituduh menghalangi pembangunan masjid. Padahal, kalau untuk pembangunan masjid tentu kami tidak akan melarang. Tapi kan kami nelayan tak pernah diajak musyawarah, jadi tidak tahu apakah batunya untuk bangun masjid," jelasnya.
Senada dengan Wawan, Yusmar juga menolak membayar denda adat tersebut karena merasa tidak bersalah maupun melanggar aturan adat.
"Karena protes itu kami disisihkan. Bahkan, kawan kami dua orang didenda adat. Saya juga berpotensi didenda nantinya, tapi takkan saya bayar karena saya tidak salah melarang galian C," ujar Yusmar.
Menurut Yusmar, beberapa lalu ada galian C beroperasi tanpa izin di Sungai Kampar. Batu itu diambil untuk keuntungan pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
Saat itu, ia bersama nelayan dan warga menghentikan ekskavator yang sedang bekerja. Bahkan, pihak kepolisian dan TNI waktu itu turun langsung untuk menutup galian C.
"Dulu aparat sudah datang ke lokasi galian C minta ditutup. Kami sepakat tidak ada lagi galian C di sungai. Tapi, sebulan yang lalu ada lagi galian C di lokasi yang sama, makanya kami hentikan. Alasan ninik mamak katanya batu untuk pembangunan masjid, tapi kenapa tidak dimusyawarahkan dengan kami. Jadi, setelah kami pertanyakan, kawan kami malah didenda tanpa dasar," sebut Yusmar.
Yusmar meminta Lembaga Adat Melayu Kampar agar mengevaluasi tindakan ninik mamak Desa Tanjung yang menghukum warga tanpa dasar.
"Kami sebagai warga berharap kepada Lembaga Adat Melayu Kampar bertindak atas tindakan ninik mamak desa kami yang menghukum warga tanpa ada melanggar adat," tegas Yusmar.
ADVERTISEMENT
Ninik mamak Desa Tanjung, Basir, saat dikonfirmasi membenarkan adanya warga yang didenda adat. Menurutnya, warga didenda karena menghentikan kerja ekskavator yang mengambil batu di sungai.
Protes warga itu membuat ninik mamak tersinggung dan memberikan warga denda tersebut.
LAPORAN: DEFRI CANDRA