Sihar Sitorus dan Tertindasnya Kader Partai Merah di Sumut.

Konten dari Pengguna
1 Juni 2018 15:50 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sena Ilana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sihar Sitorus dan Tertindasnya Kader Partai Merah di Sumut.
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sihar Hamonangan P. Sitorus, pria kelahiran Jakarta 50 tahun silam ini adalah putera sulung dari mendiang Darianus Lungguk ( DL ) Sitorus, seorang pengusaha nasional yang dikenal sebagai raja perkebunan sawit. Ditengarai total luas lahan sawit PT Torganda milik keluarga DL Sitorus di seluruh Indonesia mencapai ratusan ribu hektar. Salah satunya, yang terdapat di kawasan register 40 Padang Lawas seluas 47.800 Hektar yang diputuskan sebagai milik negara sejak 2007, namun hingga kini belum dikembalikan. Itu belum termasuk usaha-usaha lain seperti yayasan pendidikan dan Bank Perkreditan Rakyat.
ADVERTISEMENT
Dengan kekayaan senilai triliunan rupiah, Sihar adalah calon kontestan Pilkada terkaya di Indonesia. Kekayaannya jauh melampaui kekayaan Japorman Saragih ( Ketua DPD PDIP Sumut ), Maruar Sirait, Trimedya Panjaitan dan elit PDIP Sumut dan nasional lainnya. Maka wajar saja, jika Ia kemudian diputuskan sebagai Calon Wakil Gubernur Sumut dari PDIP mendampingi Djarot Syaiful Hidayat, meski banyak kader partai berlambang banteng di Sumut yang telah bermandikan keringat dan darah meniti karir politiknya di partai ini. But, It's All About Money.. Bro!
Tak ada makan siang yang gratis. Untuk maju sebagai Cawagubsu tentunya Sihar harus membayar sejumlah uang untuk partai sebagai kapal politiknya. Uang itu disetorkan Sihar kepada elit partai di pusat, dibawah pimpinan Megawati Soekarno Puteri. Maka, melimpahlah uang ke rekening Mega dan elit PDIP Pusat. Sayangnya, uang hantu dimakan setan. Duit yang harusnya digunakan untuk membeli solar agar kapal berlayar kencang, kini tersendat tak sampai ke bawah. Apa sebab ? Pasalnya duit tersebut hanya dinikmati segelintir orang, elit partai di pusat.
ADVERTISEMENT
Keputusan Sihar untuk maju di kontestasi pilgubsu 2018 tentu bukan tanpa alasan. Salah satunya, jika terpilih Ia akan memiliki tambahan kekuasaan untuk menahan eksekusi lahan di register 40, yang sudah mengalirkan uang trilunan rupiah ke kantong pribadinya. Sedangkan pasangannya, Djarot, sepertinya hanya ditugaskan sebagai penjaga komitmen. Djarot di Sumut hanya sebagai penjaga komitmen Sihar, jika Jokowi menang di Pilpres 2019, Djarot akan lompat ke Jakarta sebagai menteri, dan Sihar pun menduduki kursi Gubernur Sumut.
Namun, manuver elit PDIP di pusat ini menimbulkan kericuhan di elit partai di level bawah pun akar rumput. Pasalnya, elit partai di tingkat nasional yang mengatur kompetisi pasangan Djoss di Pilgubsu tidak mengeluarkan uang sedikit pun. Alhasil, cara-cara kasar menggunakan kuku besi pun dilakukan. Para pengurus, calon legislatif dan Anggota Dewan dari PDIP Se-Sumut diwajibkan menyetor sejumlah uang untuk memenangkan pasangan Djoss. Parahnya lagi, mereka dipaksa bekerja keras untuk kemenangan. Jika kalah, karir politik mereka di PDIP pun terancam kandas.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Pilgubsu 2018 bagaikan buah simalakama bagi elit partai merah se-Sumut, tapi menjadi ajang memakmurkan diri bagi elit partai di Pusat. Dan kita sebagai rakyat, apa yang dapat kita harapkan dari demokrasi berlandaskan uang dan kerakusan seperti ini ? Tak ada, selain melahirkan kepemimpinan yang korup, haus kekuasaan, dan sarat kepentingan golongan.