news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

KKN Daring, Dari Mata Dia Yang Mengalami

Konten dari Pengguna
16 September 2020 20:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sendy Gilbert tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi © Sendy Gilbert S.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi © Sendy Gilbert S.

KKN daring atau online mengundang pro dan kontra dari banyak pihak. Banyak opini telah bermunculan sebelum pelaksanaannya berjalan. Bagi yang ingin tahu rasanya menjalani KKN daring, berikut ini adalah sebuah cerita kecil untukmu.

ADVERTISEMENT
Keputusan untuk melaksanakan KKN daring layaknya pedang bermata dua. Bagi pihak yang mendukung, KKN daring menjadi kompromi yang baik antara niat melaksanakan pengabdian dan kondisi dunia saat ini. Pihak yang skeptis mempertanyakan jika KKN daring akan seefektif dan sama bobotnya dengan KKN biasa. Bagi pihak yang netral, selama kegiatan ini memenuhi nilai kewajiban untuk proses kelulusan, tidak ada masalahnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun KKN daring bukan pengganti ideal KKN biasa, salah satu pejabat Direktorat pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (DPkM UGM), Bapak Djarot Heru Santoso mengatakan, menunda atau membatalkan KKN sama dengan menunda kelulusan peserta KKN – skenario yang tidak diinginkan pihak manapun.
Pada akhirnya, KKN-PPM UGM Periode 2 (29 Juni-18 Agustus 2020) dilaksanakan. Selama saya melaksanakan KKN di unit Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, berbagai pengalaman telah saya rasakan bersama teman-teman seunit, walaupun hanya melalui media daring.
Awalnya, dalam artikel ini, saya ingin menuangkan murni pendapat saya tentang KKN daring. Namun, saya juga penasaran jika peserta KKN lain merasakan apa yang saya rasakan. Saya melakukan jajak pendapat kecil di Instagram pribadi saya, dengan pertanyaan meliputi topik seputar KKN daring. Hasilnya saya jadikan pertimbangan dalam menulis artikel ini.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini mengandung bias. Saya adalah mahasiswa Farmasi, dan mayoritas mahasiswa yang mengisi jajak pendapat saya juga mahasiswa Farmasi, beserta beberapa mahasiswa dari unit KKN saya. Sewajarnya tulisan ini adalah sebuah opini.
KKN Daring, Praktis Sekali! Tapi…
Menurut saya, KKN daring terbilang ‘praktis’. Saya dapat melaksanakan KKN daring dari manapun, ditemani dengan laptop di depan saya, tetikus di tangan kanan, smartphone di tangan kiri, dan catatan tertulis di antah berantah. Proses komunikasi, diskusi, dan pembuatan program dapat dilakuka melalui aplikasi-aplikasi di dalam laptop dan smartphone. Di samping itu, mahasiswa dapat mengatur jadwal kegiatannya sendiri, menyesuaikan urusan pribadi di tempat tinggal masing-masing.
Namun, bukan berarti semuaya serba ‘praktis’. Tanpa monitoring intensif, pelaksanaan menjadi tidak seserius KKN biasa: urusan pribadi, kurangnya niat ber-KKN, dan gangguan rasa malas dan bosan, mengurangi fokus untuk melaksanakan KKN. Karena prioritasnya yang turun, KKN daring seakan jadi kegiatan ‘sambilan’ sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tuntutan aktivitas depan laptop dalam jangka panjang dapat menimbulkan kelelahan. Walaupun posisi badan sudah benar, minimnya gerakan menyebabkan badan mudah kaku dan pegal. Tetapi, bukankah sakit pinggang dan lelah mata sudah jadi hal normal buat mahasiswa?
Masyarakatku, Mahasiswa Membutuhkanmu
Soal komunikasi, beda antara KKN daring dan KKN biasa sangat menonjol. Sebagai mahkluk sosial, pengalaman emosional sama pentingnya (jika tidak lebih penting) untuk seseorang dibanding dengan pekerjaannya. Bukan kerjaannya tidak penting, ya, apalagi soal KKN.
Ketika mahasiswa terjun secara fisik, mahasiswa lebih gampang berbaur dengan masyarakat. Selain itu, kondisi hidup masyarakat juga dapat mereka rasakan dengan nyata. Akibatnya, masyarakat menjadi lebih welcome, mahasiswa dapat teman-teman baru, dapat mengeksplor daerah mereka dengan teliti, yang berujung pada program kerja berkualitas.
ADVERTISEMENT
Dalam KKN daring, jarang sekali ada konteks ‘berbaur’. Interaksinya sebatas hubungan daring dengan beberapa anggota masyarakat. Informasi yang didapat mahasiswa tentunya terbatas pada pengetahuan para narasumber. Akibatnya, mahasiswa sulit mengorek masalah yang dimiliki desa. Program kerja jadi kurang berbobot atau ‘berguna’ untuk masyarakat.
Komunikasi virtual memang tidak dapat menggantikan komunikasi langsung. Hal ini mengurangi ‘arti’ sebuah KKN: buat mahasiswa, program KKN menjadi formalitas, dan buat masyarakat, KKN daring kurang berguna. KKN daring tidak membawa kenangan mendalam, seakan sebatas pengisi waktu.
Hasil Kerjanya Buat Apa, Ya?
Terbatasnya informasi dan akses terhadap masyarakat menyebabkan pilihan program mahasiswa menjadi terbatas. Akan tetapi, efeknya tidak hanya sebatas kesulitan merancang program.
Umumnya, tema KKN di periode 2 tidak spesifik ke arah COVID-19. Masalah tentang COVID-19 sudah mulai ‘berkurang karena protokol kesehatan mulai digalakkan pemerintah, semisal dengan gugus tugas COVID-19. Program kerja dari permasalahan COVID-19 ikut berkurang.
ADVERTISEMENT
Dengan terbatasnya fasilitas, rancangan program mahasiswa harus sesuai dengan keadaan. KKN daring cenderung mengeluarkan output (hasil kerja) dalam bentuk publikasi media digital (poster, booklet, video, dll.). Walaupun pembuatannya tergolong mudah, nilai pengaruh (impact)-nya cukup kecil karena bentuknya lebih pasif, minim partisipasi masyarakat.
Masalah juga terletak pada proses sosialisasi. Bentuk sosialisasi bergantung pada mahasiswa: ingin mengorbankan waktu dan tenaga masyarakat dengan bentuk sosialisasi modern, atau metode sederhana tetapi tidak merepotkan. Ada yang bersosialisasi melalui aplikasi rapat daring, melalui radio, melalui grup WhatsApp, atau cukup dengan ‘menitip’ output melalui narasumber.
Cukup banyak mahasiswa merasa output mereka tidak sesuai harapan awal dan sosialisasi yang dilakukan tidak maksimal. Ada mahasiswa yang juga merasa masyarakat tidak puas dengan output mahasiswa, apalagi harapan mereka dari sebuah kegiatan KKN biasanya cukup tinggi. Intinya, hasil kegiatan KKN daring tidak memberi kepuasan maksimal bagi kedua pihak.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan: Hanya Kurang Persiapan, Kok.
Sebagai sebuah rangkaian kegiatan yang sangat besar, tidaklah muluk-muluk jika kita berharap KKN daring sudah matang terencana sebelum dilaksanakan. Namun, dengan persiapan yang sangat singkat, titik lemah kegiatan muncul satu per satu selama dilaksanakan.
Mahasiswa sering kebingungan menghadapi proses pelaporan kegiatan. Terkadang, mahasiswa bingung mengisi laporan mereka karena tidak ada tata cara (tutorial) dari badan pelaksana. Apalagi, badan pelaksana pernah merubah sistem secara drastik, hampir merombak total informasi yang disampaikan sebelumnya. Alhasil, mahasiswa memperoleh informasi yang berbeda-beda, menimbulkan kebingungaan antar mahasiswa.
Dari beberapa kejadian yang saya ketahui, badan pelaksana sering memberikan respon dalam waktu yang cukup lama semenjak masalah dilaporkan. Selain itu, perwakilan badan pelaksana diketahuipernah memutarbalikkan pertanyaan pada mahasiswa. Dapat dikatakan, badan pelaksana masih kurang siap menanggapi tetek bengek KKN daring melalui cara mereka merespon mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Namun, ada juga masalah pelaksanaan yang bersumber dari para peserta. Semisal, informasi dari badan pelaksana sudah diserahkan kepada kormanit, kormasit, ataupun perwakilan setiap unit KKN. Namun, informasi tadi tidak sampai kepada peserta, atau ada penjelasan yang hilang. Terkadang, ada juga informasi yang tidak sampai pada peserta, tetapi didapatkan dari peserta di unit lain.
Akibat dari semua ini, pelaksanaan KKN daring tidak selancar yang diharapkan. Mungkin masih boleh bertoleransi karena ini periode besar pertama kampus saya melaksanakan KKN daring. Namun, karena KKN daring melibatkan tujuh ribu mahasiswa, ratusan dosen, dan ratusan desa, bukankan tidak muluk-muluk mengharapkan yang lebih tinggi?
Akhir Cerita: KKN Daring Memuaskan?
Tidak. KKN daring mungkin dapat menyelesaikan masalah teknis dan akademis, tetapi tidak dapat menggantikan kepuasan emosional dari sebuah KKN sejati.
ADVERTISEMENT
Bagi beberapa mahasiswa, mungkin KKN tidak akan terasa seperti KKN jika tidak berbaur dengan suasana hidup masyarakat bersama mahasiswa peserta lain. Bagi yang lain, ‘rasa’ KKN tidak didapat jika mereka tidak mengeksplorasi keindahan alam dan budaya sekitar.
Padahal, hal-hal ini bisa jadi kenangan indah saat menjadi alumni nanti. Mereka tidak akan menceritakan bagaimana serunya memenuhi jam kerja atau perjuangan menghadapi laptop seharian untuk membuat program. Kenangan indah bersama rekan tetap jadi bahan favorit untuk diingat.
KKN daring juga tidak membangun kemampuan mahasiswa untuk mengabdi. Walau kepraktisan kegiatan adalah privilege yang unik untuk KKN daring, mahasiswa tidak mendapat gambaran kehidupan pengabdian yang nyata, beserta segala tetek bengek-nya. Akibatnya, keterampilan berempati dan beradaptasi mahasiswa tidak terbangun. Tidak ada mental pengabdian dari KKN daring.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, KKN daring mengorbankan banyak sekali hal demi formalitas kelulusan. Namun, KKN daring bukanlah buah suatu harapan, hanya cara sementara untuk berdamai dengan keadaan.
Tidak ada yang ingin pandemi terjadi, tetapi kita tidak dapat memutarbalikkan keadaan. Saya yakin, badan pelaksana tidak ingin merugikan mahasiswa, tetapi mereka juga sudah mempertimbangkan untung-ruginya KKN daring ini. Harapannya, KKN daring kali ini jadi bahan evaluasi penting untuk merancang kegiatan KKN di periode-periode selanjutnya.
Bagi kalian yang melewati masa KKN daring seperti saya, ayo terus maju. Walau masa KKN kita sudah berakhir miskin kenangan, pengabdian tidak berhenti di masa KKN. Teruslah berkarya di manapun kamu berada. Jika memang kamu merindukan pengabdian, suatu saat masa pengabdian akan kita rasakan dengan lebih nyata.
ADVERTISEMENT