Apakah Kaidah Bahasa Inggris Remaja Indonesia Tepat ?

Valencia
an amateur writer who currently taking her master degree in Atmajaya University Jakarta.
Konten dari Pengguna
19 Januari 2021 9:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Valencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Apakah Kaidah Bahasa Inggris Remaja Indonesia Tepat?
Penggunaan bahasa asing merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi perkembangan global masa kini. Dengan adanya penggunaan bahasa asing terutama bahasa Inggris yang merupakan salah satu bahasa yang paling sering dipakai didunia membuat seseorang lebih mudah untuk mengakses informasi- informasi yang berasal dari negara lain. Bahasa juga merupakan salah satu bidang yang memengaruhi komunikasi global sehingga bahasa asing ini dapat digunakan untuk beberapa aspek kehidupan seperti dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, dll.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri penggunaan bahasa asing terutama bahasa Inggris sudah menjadi kemampuan yang harus dimiliki. Salah satu sebab dari hal ini adalah adanya beberapa tuntutan dari beberapa perusahaan yang mewajibkan karyawannya fasih dalam berbahasa Inggris dan seseorang yang bisa memenuhi standar ini tentu akan menjadi nilai plus bagi sebuah perusahaan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Penggunaan bahasa Inggris dianggap akan mempermudah seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak asing atau sekadar mendapatkan informasi mengenai bagaimana keadaan pasar asing. Tuntutan seperti ini tentu menimbulkan efek bagi komunitas kita, hal ini dapat dilihat dari menjamurnya kursus bahasa Inggris dan orang- orang yang menggunakan bahasa Inggris. Beberapa orang tua berlomba- lomba untuk mengirimkan anaknya ke lembaga pengajar bahasa Inggris dengan harapan agar anaknya bisa memiliki kemampuan yang sedang dibutuhkan pada masa sekarang.
ADVERTISEMENT
Namun pada faktanya penggunaan bahasa Inggris di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi kebahasaan Badan Bahasa dan Pusat Kajian Representasi Sosial Universitas Atmajaya di perkotaan seperti Jakarta, Yogyakarta, Padang, Bali dan Makassar belum sesuai dengan tujuan yang sebenarnya yaitu digunakan untuk bersaing dalam era global ini (Prayoga et al, 2019). Seperti di Yogyakarta dan Padang yang cenderung tidak menggunakan bahasa Inggris dengan kaidah yang benar seperti hanya menyelipkan beberapa kata agar terlihat pantas untuk menyandang gambaran berkelas. Selain itu Prayoga et al (2019) juga mengatakan bahwa pertanyaan yang diajukan seperti “bagaimana pendapat anda mengenai orang Indonesia yang bisa berbahasa Inggris?” interpretasi yang sering muncul dari pertanyaan ini adalah “keren”, “cerdas” dan “termotivasi seperti itu”. Hasil dari temuan tersebut tidak langsung menyatakan bahwa seseorang yang bisa berbahasa Inggris memiliki simbol “keren” dalam gaya hidup.
ADVERTISEMENT
A. Intercultural Competence in Foreign Language Teaching
Menurut model Intercultural Competence, bahasa berkaitan dengan budaya, komunitas dan masyarakat yang menggunakannya untuk komunikasi dan pembelajar bahasa harus didorong untuk menjadi penutur antar budaya yang kompeten (Garrido & Alvarez 2006). Guru bahasa diharapkan membimbing siswa dalam memeroleh berbagai keterampilan, berkontribusi pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang bahasa dan budaya target, dan membantu mereka merefleksikan budaya mereka sendiri. Dengan demikian, guru bahasa harus terbiasa dengan apa yang ada di balik keterampilan dan strategi baru yang diharapkan diperoleh siswa mereka untuk pemahaman antar budaya. Namun pada nyatanya di Indonesia masih jarang dipraktikkan. Ada beberapa hal yang memengaruhi guru yang tampaknya tidak sering mengintegrasikan praktik kelas terkait budaya di kelas mereka sendiri, meskipun mereka dilaporkan memiliki sikap positif terhadap peran budaya dalam pendidikan bahasa asing. Ini mungkin disebabkan oleh dua alasan: Pertama, guru mungkin tidak tahu bagaimana mengintegrasikan budaya ke dalam kelas mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka mungkin kurang mendapatkan pelatihan yang berfokus pada integrasi budaya ke dalam pendidikan bahasa asing. Kedua, mereka mungkin tidak memiliki kesempatan untuk mengintegrasikan praktik budaya ke dalam kelas mereka.
ADVERTISEMENT
Menurut Robles et al (2019) mengatakan bahwa kepekaan antar budaya (educator intercultural sensitivity) bukanlah aspek naluriah atau universal perilaku manusia dan itu merupakan tantangan bagi sistem pendidikan untuk menampung orang dari perbedaan budaya. Ditemukan bahwa guru di Melilla dan Ceuta menunjukkan tingkat interkultural yang tinggi kepekaan, yang bisa sangat membantu untuk mengajarkan kepekaan kepada siswa mereka secara alami. Ini Fakta menunjukkan bahwa konteks dan pelatihan dapat menjadi dua poin penting dalam pengembangan tingkat tinggi kepekaan antar budaya.
Program pengembangan guru juga dapat membantu guru menyadari peluang untuk meningkatkan kompetensi antar budaya calon guru dan guru dalam jabatan yang melekat dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan pengalaman, seperti proyek pertukaran (exchange program). Selain itu, pengadaan kursus bahasa Inggris gratis seperti yang dilakukan di Rumah Bahasa Surabaya juga merupakan salah satu contoh bentuk tindakan pemerintah kota mendukung masyarakatnya untuk siap dalam era global ini.
ADVERTISEMENT
Penulis : Valencia Tepi
Mahasiswa Magister Psikologi Unika Atma Jaya