Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Pemilu, dan Penegakan Hukum

Konten dari Pengguna
5 April 2019 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SETARA Institute tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kualitas demokrasi antara lain ditentukan oleh integritas pemilu di dalamnya. Untuk terus mengawal integritas Pemilu 2019, SETARA Institute menyelenggarakan Diskusi Media 'Mengawal Integritas Pemilu: Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Pemilu, dan Penegakan Hukum Pemilu'.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa isu kunci yang didiskusikan dalam forum dimaksud. Pertama, mengenai integritas Pemilu. Dengan melihat variabel-variabel kunci yang ada mulai mulai dari legalitas hingga pengawasan, integritas Pemilu 2019 berada di antara skor 7-8 dalam skala 10. Maka menaruh kecurigaan berlebihan dengan cara melakukan ancaman, seperti ancaman mobilisasi people power, merupakan kemunduran dalam perilaku politik yang dipertontonkan elite dan/atau para kontestan.
Kedua, jaminan perlindungan hak pilih. Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sahnya penggunaan Surat Keterangan sebagai syarat mencoblos. Secara teknis penyelenggara Pemilu harus terus bekerja keras untuk mensosialisasikan ketentuan terbaru ini dan memastikan optimalisasi pelayanan agar putusan MK ini betul-betul menjamin perluasan jaminan hak pilih bagi seluruh warga, utamanya mereka yang sebelumnya terancam tidak bisa menggunakan hak pilih.
ADVERTISEMENT
Ketiga, akuntabilitas dana politik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan kerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan akuntabilitas dana kampanye legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sementara, Mahkamah Konstitusi telah bersiaga menjadi pengadil sengketa hasil pemilu nanti.
Penandatanganan MoU antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 21 Maret 2019, merupakan salah satu cara mengawal integritas pemilu dari praktik dan tata kelola sumber daya finansial yang berpotensi dilakukan oleh setiap peserta pemilu, baik legislatif maupun presiden.
MoU ini diharapkan tidak hanya sebagai aksesoris yang memperkuat akuntabilitas penyelenggaraan pemilu, tetapi harus juga memberikan efek penghukuman manakala ditemukan adanya kontestan pemilu terekam melakukan transaksi mencurigakan sepanjang musim Pemilu 2019 ini.
ADVERTISEMENT
Menurut PPATK, terjadi peningkatan penarikan dana dalam 2-3 tahun ke belakang sebelum proses Pemilu. Ada kemungkinan dana tersebut digunakan untuk sebagai dana politik. Penarikan dana tersebut dilakukan untuk menyiasati kinerja pengawasan oleh PPATK.
Keempat, penegakan hukum Pemilu. Dinamika terbaru terkait dana politik Pemilu 2019 menuntut penyikapan dan respons cepat dari aparat penegak hukum. Soal dana kampanye calon presiden dan wakil presiden juga harus menjadi fokus aparat PPATK dan penegak hukum pemilu.
Dalam keterangan media misalnya, Bendahara Umum TKN kubu paslon 01, Sakti Wahyu Trenggono, menyebutkan dana kampanye yang akan digunakan oleh paslon 01 sebesar Rp 55,9 miliar. Sedangkan Bendahara Umum BPN kubu paslon 02, Thomas Djiwandono, menyebutkan bahwa dana yang digunakan oleh paslon 02 hingga Februari 2018 sebesar Rp 116,8 miliar. Namun, menyimak perjalanan kampanye para capres/cawapres, jelas dana yang terlapor itu tidaklah mencukupi.
ADVERTISEMENT
Keterangan tambahan lain yang muncul ke permukaan adalah terkait pembiayaan Cawapres Sandiaga Uno yang mengklaim sudah menghabiskan biaya Rp 1,4 triliun untuk berkampanye yang hampir semuanya berasal dari kantong pribadi Sandiaga Uno, baik hasil penjualan saham di PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk maupun sumber lainnya. Hal yang sama kemungkinan terjadi juga di kubu 01.
Ihwal pendanaan kampanye tersebut sudah semestinya menjadi bagian perhatian utama PPATK dan para penegak hukum pemilu, karena Pasal 326 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengatur batasan penggunaan dana kampanye, termasuk dana yang bersumber dari pribadi calon, karena ia masuk kategori sumbangan perseorangan. Tujuan pembatasan ini semata-mata untuk menyajikan kontestasi yang setara dalam hal sumber daya, sehingga kualitas pemilu tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Isu dana politik tersebut seharusnya menjadi objek penindakan dalam penegakan hukum Pemilu. Sepanjang yang mengemuka dalam ruang publik, terdapat beberapa modus dalam menghimpun dana politik yang digunakan oleh politisi, termasuk menggunakan dana-dana ilegal seperti pencucian uang, uang dari transaksi narkoba, dan sebagainya. []
***
Narahubung:
Hendardi, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, 0811 170 944
Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute, 081213931116