Keputusan Itjima Ulama III Tak Perlu Dipatuhi

Konten dari Pengguna
3 Mei 2019 9:51 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SETARA Institute tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Agama dan Politik Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Agama dan Politik Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Komentar Pers, Hendardi, Ketua SETARA Institute, 3 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
1. Produk Ijtima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan. Sebanyak lima butir keputusan itu bukanlah produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapapun.
2. Keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan Pemilu. Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia.
3. Keputusan Itjima yang semakin kehilangan legitimasinya itu, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara Pemilu. Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD Negara 1945, akan tetapi, jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses Pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum.
ADVERTISEMENT
4. Dari lima butir keputusan Itjima Ulama III, tampak terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya. Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional; tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, Itjima ini meminta pasangan Jokowi-Ma'ruf didiskualifikasi dari proses kontestasi.
5. Hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh sejumlah elite, seperti penggunaan argumen amar ma’ruf nahi munkar, penegakan hukum dengan cara syar’i sebagai cara membakar emosi umat. Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia.