Cinta Satwa Bukan Sekedar Memelihara Hewan

Setiawan Muhdianto
ASN Kementerian Kelautan dan Perikanan Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili tempat kerja
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2022 13:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sayang Satwa (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sayang Satwa (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 4 Oktober merupakan Hari Hewan Sedunia (World Animal Day). Gaung dan perayaannya nyaris tak terdengar khususnya di Indonesia. Apakah ini wujud bahwa orang Indonesia tidak sayang hewan? Menunjukkan kurang cinta binatang? Atau tidak peduli pada perlindungan satwa? Sepertinya tidak. Netizen Indonesia akan bereaksi terhadap berita atau konten penyiksaan hewan. Lantas, perlukah banyak kasus dulu untuk menunjukkan kepedulian?
ADVERTISEMENT
Sudah tiga hari ini dua ekor anak kucing selalu berada di teras rumah kami. Di awal kedatangannya mereka terus menerus mengeong dengan suara serak. Badannya kurus, kotor, mata belekan dan selalu menggaruk karena banyak koreng. Sungguh beda dengan kebanyakan anak kucing yang biasanya lucu dan menggemaskan. Kami, khususnya istri menjadi tidak nyaman, antara rasa jijik tapi kasihan.
Pada malam mereka terus saja mengeong tiada henti hingga mengusik lelapnya tidur kami. Pagi hari ketika aku keluar rumah nampak anak sulung dan dua adiknya sedang bersama dua kucing itu. Mereka asyik memberi makan keduanya. Bahkan anak kami yang kecil memeluk dan mengelus-elus tanpa merasa jijik. “Pak, kucing ini kita pelihara ya! Kasihan”, kata si sulung. Istriku yang mendengar langsung tegas menolak. Tapi akhirnya terjadi kompromi, boleh pelihara kucing dengan syarat tidak boleh masuk rumah.
ADVERTISEMENT
Dengan telaten mereka merawat kucing itu dan memberi nama Monci dan Mio. Kami biarkan anak-anak kami belajar dari binatang. Mereka bisa berlatih tanggung jawab, rasa kasih dan sifat sayang. Bukankah sebagian besar para nabi adalah penggembala kambing ketika kecil? Para nabi terlatih untuk mencarikan makan, merawat, mengawasi, menyayangi, melindungi dan membimbing gembalaannya. Sebagai gemblengan mereka ketika dewasa untuk membimbing umat.
Hewan telah menjadi perhatian agama untuk disayangi. Beberapa hewan pun disebutkan dalam kitab suci bahkan menjadi nama surat. Dalam proses penyembelihan pun disyaratkan untuk menyebut nama Tuhan dan dengan cara tidak menyakiti.
Dalam satu kisah disebutkan bahwa seorang pelacur bisa masuk surga karena memberi minum seekor anjing dengan sepatunya. Dikisahkan pula ada seorang wanita masuk neraka karena mengurung seekor kucing hingga mati.
ADVERTISEMENT
Binatang sebenarnya adalah saudara tua manusia. Sebelum manusia diciptakan, binatang telah dicipta lebih dulu. Tapi pada kenyataannya manusia menjadi adik yang durhaka. Aktivitas manusia justru mengancam kehidupan mereka.
Beberapa waktu yang lalu sempat heboh kasus penembakan kucing oleh oknum perwira tentara. Aksi ini pun menjadi viral dan banyak yang menghujat sampai mendapat atensi dari Panglima. Buntut perbuatannya oknum tersebut pun akhirnya dicopot dari jabatannya dan dipindahkan. Kasus-kasus penyiksaan hewan yang lain juga sebelumnya sempat viral di media sosial.
Hasil Asia For Animals Coalition di tahun 2021 menunjukkan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan. Dari 5.480 konten penyiksaan hewan di seluruh dunia, sebanyak 1.626 konten penyiksaan berasal dari wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, dengan dalih cinta satwa beberapa orang memelihara hewan dilindungi. Karena harganya mahal mereka bangga merasa gengsinya naik. Atau beberapa penghobi ikan hias memelihara ikan hias dilindungi atau yang dilarang. Ikan tersebut bisa menjadi predator spesies lain. Spesies lain yang dimangsa tersebut menjadi terancam dan turun populasinya.
Penangkapan ikan secara ilegal pun masih marak. Masih banyak nelayan yang menggunakan trawl. Alat tangkap dengan mata jaring kecil ini akan mengeruk seluruh jenis biota sampai dasar. Penggunaan bom, strum dan racun juga masih saja terjadi.
Disebut Peduli hewan bukan hanya sekedar ikut menghujat terhadap aksi sadis kepada hewan. Mencintai satwa tidak cuma sekedar banyak peliharaan di rumahnya. Ataupun memposting foto bersama hewan kesayangan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Peduli satwa lebih kepada kesadaran. Kesadaran bahwa mereka adalah sama-sama makhluk, bahwa mereka juga punya nyawa dan perasaan. Bagi kaum agamawan, mencintai hewan adalah wujud cinta kepada Tuhan.
Akan sia-sia menyayangi hewan apabila di rumahnya bergelantungan sangkar. Tapi sejatinya hanya untuk memuaskan gengsi dan kesenangannya saja. Percuma teriak peduli hewan tatkala plastik sisa makanannya berakhir di laut. Tiada guna cinta satwa apabila aktivitasnya menambah pemanasan global yang merusak ekosistem. Atau, ketika dia gemar mengkonsumsi ikan tapi hasil dari IUU (Illegal, Unreported and Unregulated Fishing).
Cinta, sayang, peduli binatang harus mewujud dalam perilaku sehari-harinya. Setiap tindakannya adalah menebar cinta dan kasih kepada semesta termasuk kepada hewan. Dia tidak akan menyakiti, membelenggu apalagi menyiksa. Setiap langkahnya tidak membuat bangsa hewan terancam baik langsung maupun tidak.
ADVERTISEMENT
Aksi bisa dimulai dari hal kecil di kehidupan sehari-hari, tidak perlu orang tahu atau dipublikasikan. Yakinlah bahwa semua tindakan kita lakukan tiada sia, ingatlah pada perkataan Kanjeng Nabi SAW “…….Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayangimu”.
(Tulisan ini dalam rangka menyambut World Animal Day tanggal 4 Oktober)