
Préman, benarkah berasal dari kata freeman (Inggris) atau juga vrijman (Belanda)? Itulah claim yang sering terdengar, untuk mendukung keberadaan dan prestise sosial, bahkan kultural, bagi yang mengakuinya sebagai keberadaan eksistensial: “Aku préman, karena itu aku ada.”
Jika mengikuti terjemahan freeman dan vrijman, yakni manusia bebas, kata itu pernah menjadi judul roman Suwarsih Djojopuspito (1912-1977), yakni Manusia Bebas, yang semula terbit dengan judul Buiten het gareel (Di Luar Jalur kalau Toeti Heraty; Di Luar Kendali kalau Joss Wibisono) pada 1940 di Belanda—dan seperti apakah manusia bebas itu?
Ternyata inilah kisah para pejuang pendidikan, proletar-proletar intelektual, yang selalu diburu Dinas Intelijen Politik (Politieke Inlichtingendienst), lembaga intelijen kolonial Belanda, karena apa yang disebut “sekolah liar” rupa-rupanya mengajarkan semangat pembebasan dari sistem pendidikan kolonial, yang tentunya berorientasi kepada kepentingan pemerintah kolonial pula.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814