Kumplus- Opini Seno Gumira- Wayang

Wayang, Agama, dan Paimo

Seno Gumira Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma lahir tahun 1958. Bekerja sebagai wartawan sejak tahun 1977. Menulis fiksi maupun nonfiksi, dalam media massa maupun jurnal ilmiah, mendapat sejumlah penghargaan sastra, dan mengajar di berbagai perguruan tinggi.
20 Februari 2022 9:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kalau bukan karena Paimo yang satu itu, mungkin saya tidak akan pernah membuka buku ini, yang cukup sering saya lihat punggungnya sahaja di deretan buku tentang wayang, tanpa pernah membukanya—bahkan belum saya timpa dengan sticker ataupun cap ex libris, penanda buku ini punya gué.
Judul buku yang ditulis R. Poedjosoebroto itu, Wayang: Lambang Ajaran Islam (Pradnya Paramita, 1978) memang semula membuat saya ragu untuk membacanya, karena menurut saya wayang itu tetap Hindu saja tidak apa-apa, tetap di-claim menjadi “milik” Aliran Kepercayaan pun apa salahnya—meski bukan tak pernah saya dengar wacana kebudayaan hibrida, tentang bagaimana Sunan Kalijaga dari Kadilangu pada abad ke-16 menggunakan wayang kulit sebagai medium penyampaian dakwah.
Mengingat wayang kulit yang saya saksikan pada abad ke-20, kalau memang ada dakwah di situ tentulah sudah terintegrasi tanpa perlu mengubah-ubahnya lagi. Dalam bahasa penyuluhan, selama wayang itu “positif”, maka islami-lah sudah, karena kebaikan adalah ajaran semua agama, tanpa perlu di-dakwah-dakwah-kan.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten