Kabinet Indonesia Kaget

Shabirin Arga
Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Politik, aktif sebagai penulis, peneliti, dan sebagai pengamat sosial dan politik Progressive Democracy Watch Institution
Konten dari Pengguna
24 Juni 2021 20:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shabirin Arga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Shabirin Arga
zoom-in-whitePerbesar
Shabirin Arga
ADVERTISEMENT
Kabinet di pemerintahan sedang berada pada puncak kegamangannya, corak kepentingan membuat maskapai yang bernama Indonesia sedang kehilangan arahnya. Sang nakhoda pun kian kebingungan mengendalikan roda kekuasaan. Hal tersebut terbaca dari komunikasi publik para pejabat negara, janji tanpa realisasi, kata yang jauh dari sebuah fakta.
ADVERTISEMENT
Minim kemampuan manajemen konflik dan pengelolaan negara sangat amatiran, sehingga kegaduhan-kegaduhan mewarnai di negeri kepulauan atau maritim ini, kegagapan pemerintah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan publik tidak lagi bisa ditutupi. Tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah menjadi menurun, kebijakan-kebijakan pemerintah selalu dipandang negatif dan selalu dicurigai oleh rakyatnya sendiri.
Faktanya negara tidak hadir menjawab kemarutan yang semakin menjadi-jadi, malah menabur bensin yang menyulutkan api. Kebijakan-kebijakan penguasa kerap kali menuai kontroversi, di waktu yang sama pemerintah mati kata di kala ditanya mengenai kebijakan yang diambil, blunder dengan jawaban-jawaban yang menggunakan statement rendahan seharusnya tidak diucapkan pada level negara. Ada pejabat negara yang ketika ditanyai mengenai isu tertentu, tapi memberi jawaban yang menggegerkan publik dan dunia maya.
ADVERTISEMENT
Misalkan presiden Jokowi beberapa kali mengeluarkan statement politik yang menarik perhatian publik dengan menggunakan diksi “Kaget, jangan tanya saya, lihat saja nanti, bukan urusan saya, merekot, atau wakil presiden Ma’ruf Amin pernah mengucapkan dengan istilah tol langit, saya kaget, dan seterusnya. Sekiranya apa yang bisa dibongkar dari lingkar psikologis kekuasaan? Membuat publik bertanya-tanya, seakan-akan pemerintah kehilangan arah dan marwahnya sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki wibawa.
Dari kacamata pengamat komunikasi politik ada dua yang menjerat dan merusak jalannya pemerintahan, yaitu kepentingan dan pengetahuan. Hadirnya berbagai macam kepentingan di lingkaran Istana telah mengganggu stabilitas politik dalam mengambil kebijakan, tarik menarik kebijakan, saling lempar tanggung jawab dan cuci tangan, komunikasi publik hancur, dan koordinasi lembaga yang gak karuan. Dinamika tersebut memberi pesan bahwa pemerintah telah dilingkari berbagai ambisi dan tak sejalan lagi pada tujuan yang sama.
Istana Negara, Jakarta. Foto: Shutterstock
Kedua mengenai pengetahuan. Ini persoalan penting yang mendera elite atau aktor politik yang berperan penuh dalam mengelola kebijakan negara. Pengetahuan tentang seberapa berkapasitas orang-orang yang mengisi jabatan publik. Pejabat yang berkepala isi tentu akan bernarasi yang memiliki subtansi, visioner, dan memiliki integritas tinggi. Sehingga narasi-narasi atau diksi “kaget, lihat aja nanti, gak tahu” tidak terlontarkan dari pejabat publik.
ADVERTISEMENT
Namun, lahirnya politisi-politisi dadakan atau istilah kekiniannya tahu bulat, menuai kritik pada sistem pengkaderan partai politik, belum lagi titipan-titipan jabatan buah dari transaksi pesta demokrasi.
Satu kegagapan dan ketidaksiapan telah dipertontonkan oleh masyarakat sendiri, di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di beberapa kota dalam beberapa hari ini, membuat pemerintah dalam kegamangan tanpa solusi, antara lockdown atau tidak di tengah keuangan negara semakin ambyar.
Jika narasi dan dinamika tersebut terus berlanjut, maka tidak salah jika publik menilai bahwa Kabinet Indonesia Bersatu saat ini, kini telah berubah menjadi Kabinet Indonesia Kaget. Tagline Indonesia kaget jauh lebih menggambarkan pada realitas sebenarnya dibandingkan Indonesia bersatu.