Tanggapan Mengenai Rencana Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi

Shafira Noor Malita
Mahasiswa Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
9 Desember 2020 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafira Noor Malita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pembelajaran Secara Tatap Muka di Masa Pandemi. Cr; detik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pembelajaran Secara Tatap Muka di Masa Pandemi. Cr; detik.com

Opini Penulis mengenai Rencana Pembelajaran Tatap Muka yang Dilaksanakan Pada Januari 2021

ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem membuat keputusan untuk mengizinkan ssemua zona pandemi Covid-19 melakukan pembelajaran secara tatap muka pada Januari 2021. Hal ini menuai berbagai tanggapan dan bahasan salah satunya pada media platform Twitter. Para penghuni jagat media sosial menanggapi keputusan yang diambil oleh Menteri Pendidikan ini dengan berbagai cuitan. Namun, cuitan yang populer dalam tagar #Januari2021 sebagian besar berisi candaan. Nadiem Makariem menyatakan bahwa sekolah dapat kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 di tengah pandemi Covid-19. Nadiem juga menegaskan bahwa perizinan dari Orang tua juga menjadi hal yang sangat penting. Ia menegaskan bahwa orang tua siswa memiliki hak untuk tidak mengizinkan anaknya ikut pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Amanat itu disampaikan Nadiem berkaitan dengan wewenang yang diberikan sepenuhnya kepada Gubernur untuk menentukan pembukaan sekolah tatap muka disetiap daerah.
ADVERTISEMENT
Menurut opini saya pribadi, untuk sekarang ini sekolah tatap muka masih tidak efektif untuk dilaksanakan. Ditengah peningkatan kembali kasus Covid-19 menjadi alasan mengapa saya menganggap sekolah tatap muka tidak efektif dilaksanakan pada awal tahun 2021. Pembelajaran tatap muka menjadi tidak efektif dan efisien karena saya menilai kebijakan pemerintah yang membuka sekolah pada Januari tahun depan tidak realistis. Dasarnya karena positivity rate atau tingkat penularan virus corona di Indonesia masing tinggi, yakni di atas 10%. Banyak juga terdapat berita yang mengabarkan bahwasanya banyak siswa SMP dan SMA yang tertular virus yang tak kasat mata ini. Seperti yang diberitakan oleh KompasTv mengenai “Simulasi Sekolah Tatap Muka, 15 Pelajar SMP Positif Covid-19”. Salah satu SMP di Jawa Tengah menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Lebih dari 10 orang terpapar Covid-19 setelah pelaksaan simulasi sekolah tatap muka yang dilakukan disalah satu SMP di Jawa Tengah. Selain siswa SMP, di Jawa Tengah terdapat salah satu SMK yang menjadi klaster penyebaran Covid-19. Ratusan pelajar SMK tersebut terpapar virus yang berasal dari China ini. DPRD Jawa Tengah mengajukan permintaan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah agar bisa menangguhkan rencana sekolah tatap muka, yang sedianya dilaksanakan mulai pada awal tahun 2021. Munculnya peningkatan kasus pelajar yang terpapar Covid-19 seharusnya bisa menjadi peringatan kepada semua, agar mewaspadai berbagai risiko penularan Covid-19. Termasuk juga dengan rencana sekolah tatap muka yang direncanakan pada awal tahun 2021. Sekolah yang menerapkan protokol kesehatan ketat saja masih memiliki potensi penularan yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Terlebih, faktor Pilkada Serentak yang dilaksanakan pada Desember 2020 berpotensi menambah angka kasus positif Covid-19. Federasi Guru Seluruh Indonesia (FSGI) menyebut mayoritas sekolah tidak memiliki pedoman berperilaku bagi seluruh warga sekolah ketika akan memulai pembelajaran tatap muka. Namun, hal tersebut bersifat oposisi dari pendapat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyatakan bahwasanya pembelajaran tatap muka harus dimulai karena sistem jarak jauh dengan daring dan luring dianggap tidak efektif dan mempunyai banyak kelemahan. Pembelajaran tatap muka pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 yang dimulai Januari tahun depan akan serentak dilakukan mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
Selain sekolah yang direncakan akan dilaksanakan secara tatap muka, Perguruan Tinggi juga direncanakan akan melakukan pembelajaran secara tatap muka. Hal ini juga tentunya menuai pro dan kontra tersendiri. Saya pribadi sebagai mahasiswa, kurang menyetujui untuk dilakukan kuliah tatap muka pada semester genap ini. Walaupun proses belajar mengajar secara daring bisa dikatakan tidak efektif, tetapi pembelajaran tatap muka di tengah kenaikan kasus Covid-19 ini juga tidak efektif. Banyak masyarakat yang sekarang tidak aware terhadap Covid-19, seperti tidak mematuhi protokol kesehatan. Terdapat banyak risiko mulai dari fasilitas pendidikan yang belum mumpuni hingga kurikulum yang tidak terpusat apabila kuliah tatap muka yang dilaksanakan di tengah Covid-19 yang masih belum reda. Menurut saya, hal ini tidak bisa dilaksanakan secara buru-buru karena Covid-19 merupakan hal yang serius. Pengawasan untuk kuliah tatap muka tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi perlu dari pihak-pihak lain juga. Sekolah yang notabene siswanya masih berada disatu wilayah saja terdampak banyak sekali siswa yang terpapar virus Covid-19, apalagi kampus yang mahasiswanya berasal dari berbagai macam daerah. Kita perlu adaptasi lebih di lingkungan baru dan kebiasaan baru di tengah pandemi Covid-19. Adaptasi di era New Normal ini bisa dikatakan sulit, terlihat dari banyaknya masyarakat yang masih sering keluar rumah untuk urusan yang kurang penting, dan kurangnya kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan. Jikalaupun terpaksa harus mengikuti pembelajaran secara tatap muka, para siswa dan mahasiswa lebih baik untuk karantina secara mandiri terlebih dahulu selama 14 hari agar meminimalisir peningkatan kasus.
ADVERTISEMENT