Beta Pemilik Semu Bumi Papua

Konten dari Pengguna
30 Mei 2018 19:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafiya Elsakina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beta Pemilik Semu Bumi Papua
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
"Kaya dan strategis", itulah mayoritas jawaban masyarakat apabila ditanya perihal Negara Indonesia. Memang benar jikalau Negara Indonesia disebut sebagai negara yang kaya dan strategis. Dikatakan kaya karena Indonesia merupakan negara kepulauan sekaligus maritim, yang mana sudah tidak diragukan lagi keanekaragaman dan keberlimpahan sumber daya alamnya. Serta dikatakan strategis karena terletak diantara dua samudra dan dua benua, yang merupakan salah satu jalur perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
Melihat fakta diatas akan membentuk mindset seseorang bahwa daerah-daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam seperti Pulau Sumatra, Kalimantan ataupun Papua pasti dinilai sebagai daerah yang sejahtera baik wilayah maupun masyarakat di dalamnya. Namun tidak dengan masyarakat yang tinggal di Papua.
Masyarakat yang tinggal di bumi Papua mayoritas berada di garis kemiskinan. Hal ini sangatlah tidak wajar apabila dilihat dari kekayaan alam yang dimiliki oleh Papua. Seperti yang diketahui bahwa Papua merupakan salah satu daerah penghasil bahan tambang berupa emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Namun, ternyata masyarakat Papua tidaklah menikmati kekayaan alam yang dianugerahkan Allah SWT di daerahnya.
Lantas mengapa masyarakat Papua tidak bisa menikmati sumber daya alam tersebut? Hal ini dikarenakan adanya torehan tinta hitam pemerintahan terdahulu yaitu pada masa Presiden Soeharto. Penandatanganan kontrak kerja dengan salah satu perusahaan tambang asing asal Amerika Serikat yang saat ini bernama PT Freeport Mc Moran merupakan awal dari kelamnya kehidupan masyarakat Papua.
ADVERTISEMENT
Hadirnya Freeport sejak tahun 1967 hingga saat ini dan diperkirakan berakhir tahun 2021 lambat laun terlihat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kelangsungan hidup masyarakat Papua. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sebagian besar kekayaan alam bumi Papua telah dikeruk habis-habisan oleh Freeport.
Masyarakat Papua yang seyogyanya adalah pemilik hanya bisa menggantungkan hidupnya dari mengais sisa-sisa bijih emas yang tertinggal. Miris memang mengetahui realita yang sedang berlangsung ini. Masyarakat Papua tak ubah sebagai pemilik yang semu karena tak sedikitpun mencicipi kenikmatan sumber daya alam yang dimiliki.
Freeport tidak hanya mengeruk habis tambang di bumi Papua, namun juga mempunyai andil yang sangat besar terhadap rusaknya lingkungan Papua. Mereka juga telah sering melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sangat merugikan Negara Indonesia khususnya masyarakat Papua. Sayangnya pemerintah terkesan acuh, menutup mata dan telinganya terhadap ulah Freeport.
ADVERTISEMENT
Pembiaran yang terus berlanjut dari pemerintahan mengakibatkan hadirnya masalah-masalah yang kian kompleks di bumi Papua diantaranya kemiskinan. Papua mendapat predikat daerah termiskin di Indonesia. Kemudian adanya masalah kesehatan berupa campak dan gizi buruk di Asmat yang baru-baru ini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Serta rendahnya kualitas dan tingkat pendidikan di Papua. Masalah-masalah ini harus segera diselesaikan oleh pemerintah karena jika tidak, mungkin masyarakat Papua akan lebih memilih melepaskan diri dari Indonesia daripada menjadi bagian yang luput dari pandangan mata serta merasa dianak tirikan.
Untungnya, pemerintah pada saat ini sudah mulai menunjukkan taringnya dan mulai berani untuk melawan kekuasaan PT Freeport McMoran di Indonesia. Pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Joko Widodo sudah membuka mata dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan terhadap perusahaan tambang asing di Indonesia. Bukan hanya itu, pemerintah juga meminta saham di Freeport sebesar 51% dan akan meninjau ulang mengenai perpanjangan kontrak kerja Freeport. Pemerintah juga mulai membangun infrastruktur yang dinilai akan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Papua.
ADVERTISEMENT
Sulit dan berbelit memang bernegoisasi masalah Freeport karena salah menentukan langkah akan semakin menambah runyam permasalahan. Oleh karena itu diperlukan langkah konkret dengan pertimbangan yang matang sehingga timbul kesepakatan yang win-win solution.
Salah satu langkah berani pemerintah dalam menghadapi Freeport adalah mengenai perpanjangan izin operasi kontrak kerja. Dalam hal ini pemerintah akan memberikan izin perpanjangan apabila Freeport memenuhi persyaratan, yakni: PT. Freeport McMoran harus mendivestasikan 51% saham ke pemerintah, membangun smelter di dalam negeri, dan meningkatkan penerimaan untuk negara. Namun, apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka dapat dipastikan izin operasi akan berakhir di 2021.
Semua kepedulian dan perhatian pemerintah saat ini adalah sebuah mimpi yang telah dinantikan sejak dahulu oleh Papua. Ini adalah langkah awal pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat Papua yang hingga saat ini masih merasa terjajah. Dan juga mungkin adalah sebuah langkah untuk menebus kesalahan pemerintah di masa lalu.
ADVERTISEMENT