A Strong Leader

Shamsi Ali
Putra Indonesia ini merupakan Imam yang dihormati di AS. Dinobatkan sebagai salah 1 tokoh agama berpengaruh di New York.
Konten dari Pengguna
2 April 2019 11:08 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shamsi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini, saya sangat bersemangat untuk melakukan hak, bahkan kewajiban sebagai warga negara, untuk memilih pemimpin negara dan bangsa pada 17 April mendatang.
ADVERTISEMENT
Semangat saya ini bukan tanpa alasan, bukan sekadar emosi semata. Apalagi, sekadar dukungan buta tanpa alasan.
Alasan saya secara adalah kenyataan bahwa saya sebagai putra bangsa yang telah menghabiskan 2/3 umur di perantauan ingin melihat negara dan bangsa ini memiliki izzah, dihormati oleh dunia internasional.
Saya bersemangat memilih kali ini karena termotivasi oleh hiruk pikuk dunia global yang semakin menantang.
Dunia Islam dengan segala potensi yang dimilikinya semakin termarjinalkan. Hak-hak umat dari masa ke masa terampas satu per satu (piece by piece) oleh ketamakan orang lain.
Di sisi lain, setelah terjadinya serangan teror ke Amerika Serikat, atau yang dikenal dengan peristiwa 9/11 pada tahun 2001, dunia sesungguhnya hampir frustrasi untuk membangun relasi dengan dunia Islam, khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan.
ADVERTISEMENT
Memang, pada akhirnya, relasi itu tetap dapat dipertahankan. Namun, alasannya bukan karena untuk hubungan kepentingan dunia dan kemanusiaan, melainkan lebih karena Timur Tengah masih dilihat sebagai pusat energi klasik (minyak) yang diperlukan oleh Barat.
Sejak itu, sesungguhnya dunia Barat, Amerika Serikat khususnya, melirik ke negara Islam terbesar yang terletak di Asia Tenggara itu untuk maju ke garda terdepan, mewakili wajah Islam yang sesungguhnya.
Islam yang anti-tesis dari persepsi yang berkembang saat itu. Yaitu Islam yang sejuk, damai, dan merangkul. Islam yang menjaga karakter pertengahan (wasathiyah) dan mengedepankan kasih sayang (rahmah) dan kerja sama (ta’awun). Islam yang saat itu menjadi impian dunia global di saat terjadi krisis persepsi.
Sayangnya, kesempatan (opportunity) itu berlalu begitu saja. Saya sendiri kurang tahu penyebabnya. Namun, boleh jadi karena para pemimpin bangsa ini kemungkinan belum melihat dan belum mengambil kesempatan itu secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Dilema lain adalah ketika kebanggaan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar yang moderat itu menjadi slogan yang kurang ikhlas. Maksudnya, kebanggaan itu tidak bersumber pertama dari kesungguhan untuk menerima Islam secara sungguh-sungguh.
Bagaimana tidak, di satu sisi, kita adalah bangsa muslim terbesar dunia. Namun di sisi lain, Islam kerap dilihat dengan pandangan sebelah mata.
Yang paling runyam adalah ketika Islam dan pemimpinnya kerap dicurigai sebagai anti-negara mereka sendiri. Padahal, sejarah tidak lagi bisa diingkari jika kemerdekaan Indonesia tercinta tidak bisa dan tidak akan dilepaskan dari keringat dan darah para syuhada umat ini.
Oleh karenanya, saya mengimpikan pemimpin, siapapun itu, yang akan menempatkan Islam ini secara sungguh di tempat yang sesuai.
ADVERTISEMENT
Sesuai maqam-nya sebagai The Largest Muslim Country in the World” (Negara Muslim Terbesar di Dunia).
Saya memimpikan pemimpin yang akan dihormati oleh dunia karena kharisma dan kapabilitas yang mumpuni. Pemimpin yang kuat tapi memiliki hati. Pemimpin yang tegas tapi memilki jiwa yang kasih dan sikap yang bijak.
Pemimpin yang ketika berinteraksi dengan dunia internasional akan didengar karena kemampuan komunikasi dan penguasaan isu-isu global. Bukan pemimpin bangsa yang hanya menjadi candaan dunia internasional.
Saya bermimpi melihat Indonesia yang hebat, besar, kaya, dan potensial ini dipimpin oleh seseorang yang mampu mewakili kebesaran dan kehebatan negeri ini. Ketika ada isu dunia, suaranya didengar dan menjadi bagian dari solusi.
Pemimpin yang tidak sekadar melakukan PR dalam merespons berbagai krisis dunia. Namun mengambil langkah kebijakan yang memang efektif dan solusi. Kebijakan yang didengar oleh dunia dan dijadikan solusi bagi ragam permasalahannya.
ADVERTISEMENT
Saya memimpikan seorang pemimpin yang mampu mengembalikan kepemimpinan bangsa ini di kancah internasional. Yang dengannya, izzah dan karomah umat akan kembali meninggi.
Pemimpin yang mampu membangun kemuliaan rakyatnya dunia akhirat. Dengan kebijakan-kebijakan yang diinspirasi oleh nilai-nilai samawi. Bukan karena tekanan dunia, baik Timur maupun Barat. Pemimpin yang berani mengatakaan “yes” kepada kebenaran dan keadilan. Dan “no” kepada kebatilan dan kezaliman.
Ah, itu mimpi panjang. Akankah terwujud? InsyaAllah mimpi dalam iman itu adalah langkah awal dari sebuah realita. Hanya saja bagaimana merealisasikan mimpi itu?
Jawabannya ada pada pemimpin yang kuat, berani, mampu dan berintegritas. Kata orang sana, ayo kita pilih “strong, courageous, capable and a leader with high integrity”.
ADVERTISEMENT
Siapa di antara dua calon itu? Anda yang akan menentukan di dalam bilik pemungutan suara tanggal 17 April mendatang. Jangan lupa, jangan lalai!
Jakarta, 2 April 2019.
* Diaspora Indonesia di Kota New York, Amerika Serikat.