Hajj Journey 5: Miniatur Kehidupan Manusia

Shamsi Ali
Putra Indonesia ini merupakan Imam yang dihormati di AS. Dinobatkan sebagai salah 1 tokoh agama berpengaruh di New York.
Konten dari Pengguna
25 Juli 2019 5:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shamsi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi. Foto: ANTARA FOTO/Hani Sofia
zoom-in-whitePerbesar
Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi. Foto: ANTARA FOTO/Hani Sofia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sesungguhnya perjalanan haji merupakan miniatur kecil dari perjalanan hidup manusia. Seluruh elemen perjalanan hidup tergambarkan dalam proses perjalanan haji itu.
ADVERTISEMENT
Persiapan haji itu mencakup seluruh bekal hidup manusia. Jika hidup manusia mencakup tiga dasar: fisik, akal, dan ruh, maka persiapan haji juga mutlak memerlukan tiga bentuk persiapan itu.
Dengan kata lain, oleh karena perjalanan haji adalah simbolisasi perjalanan hidup manusia, maka persiapannya juga mencakup seluruh elemen dasar kehidupan manusia.
Sedemikian urgensinya perjalanan itu maka Alquran secara khusus memerintahkan: “Dan persiapkanlah persediaan (tazawwaduu) karena sebaik-baik persediaan adalah ketakwaan”.
Kata takwa adalah kata jaami’ (umum) yang mencakup ketiga persiapan esensial perjalanan haji. Ketiga hal itu adalah 1. Persiapan fisik/materi; 2. Persiapan akal/ilmu; 3. Persiapan hati/rohani.
ADVERTISEMENT
Persiapan fisik/materi menjadi sangat penting dalam perjalanan haji. Selain karena memang perjalanan yang jauh (dari negara-negara lain) yang membutuhkan biaya yang cukup besar, juga karena perjalanan ini membutuhkan tenaga besar.
Kalau saja saat ini, tahun 2019, kita memakai ukuran Amerika, maka biaya naik haji atau ONH sekarang ini paling murah sekitar USD 8.500. Belum lagi biaya-biaya lainnya seperti hajj fee atau ongkos haji yang mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Juga harga pembelian kambing atau domba bagi mereka yang berhaji tamattu’ atau qiraan.
Persiapan fisik juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena dari tahun ke tahun, walau fasilitas semakin membaik, jumlah jemaah juga semakin bertambah. Hal ini menjadikan pelaksanaan ibadah haji juga semakin hari semakin berdesakan. Baik di Mina, di Muzdalifah, bahkan ketika tawaf dan sa’i.
ADVERTISEMENT
Maka baik persiapan finansial maupun fisik menjadi sebuah tuntutan mendesak untuk melaksanakan ibadah haji.
Persiapan akal atau keilmuan juga menjadi sebuah keharusan. Semua ibadah dalam Islam dipersyaratkan untuk dilaksanakan atas dasar ilmu. Maka haji sebagai salah satu ibadah pokok dalam Islam harus dilaksanakan juga dengan keilmuan.
Karenanya ilmu-ilmu dasar tentang pelaksanaan haji menjadi keharusan. Apa saja yang menjadi fardu, wajib, dan sunah-sunah haji. Atau sebaliknya apa yang menjadi larangan, dan jika terjadi pelanggaran apa jalan keluarnya.
Peserta Program Hafal Quran Intensif Musim Panas Pesantren Nur Inka Nusantara Madani Connecticut, AS. Foto: Dok. Shamsi Ali
Tata cara melaksanakan ibadah haji atau lebih dikenal dengan Manasik Haji mendasar untuk dipahami sebagai bagian dari persiapan haji itu. Rasulullah SAW menegaskan: “Khudzu anni manasikakum” (Ambil dariku cara kamu melakukan ibadah haji).
ADVERTISEMENT
Karenanya mempelajari tata cara melaksanakan ibadah haji menjadi keharusan bagi calon jemaah. Kalaupun karena satu dan lain hal, ada jemaah yang sangat terbatas dalam memahami tata caranya, maka pembimbing hajilah yang kemudian mengambil alih tanggung jawab itu.
Di sini saya ingatkan pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama, agar memilih pembimbing haji bukan asal-asalan. Jangan jadikan tugas pembimbing haji itu sebagai 'sarana' melaksanakan haji. Sehingga oleh sebagian sekadar dijadikan sebagai kesempatan. Tapi pembimbing haji harus yang memang paham tata cara dan semua yang terkait dengan ibadah haji.
Sementara persiapan hati atau spiritual adalah persiapan yang menentukan. Berapa banyak yang berangkat haji hanya karena punya duit atau punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi sesungguhnya batinnya, hatinya, tidak sepenuh siap untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Jemaah yang seperti inilah yang sering kali ketika berada di tanah haram, matanya dan pikirannya justru semakin mendunia. Di hari pertama pun pikirannya adalah belanja. Bahkan orang-orang seperti inilah yang paling sering mengeluh tentang fasilitas yang dianggap tidak memadai.
Atau orang-orang seperti inilah yang paling rentang untuk marah-marah, mengutuk bahkan ketika sedang berada di Masjidil Haram. Perhatikan mereka yang saling sikut dan menyakiti ketika tawaf atau ketika ingin mencium Hajar Aswad. Ibadahnya menjadi sebuah wahana memenuhi hawa nafsu.
Karenanya persiapan yang paling mendasar dalam perjalanan ini adalah persiapan batin atau hati. Hal itu karena memang perjalanan ini adalah 'safar ibadah' (perjalanan ibadah). Sejak memulai niat hingga tawaf wada semua adalah ibadah yang dasarnya ada di hati.
ADVERTISEMENT
Tentu yang terpenting dari semua itu adalah karena ibadah dalam Islam mutlak dibangun di atas fondasi niat yang benar. “Semua amalan itu didasarkan kepada niatnya.”
Karena niat tempatnya di hati, maka secara logis pula hati harus benar-benar dipersiapkan untuk tertatanya niat yang benar itu. Hati yang kurang siap, rentan labil dan goyah, maka niat yang ada di hati juga menjadi labil dan mudah goyah.
Kesimpulannya adalah bahwa perjalanan ibadah haji itu merupakan miniatur kehidupan nyata manusia. Dari persiapan hingga akhir perjalanan menggambarkan kehidupan nyata. Maka jika kehidupan nyata memerlukan tiga elemen dasar persiapan, haji juga demikian.
ADVERTISEMENT
Semoga jemaah haji semuanya dikaruniai haji mabrur oleh Allah SWT. Amin!
Bersambung....
New York City, 24 Juli 2018
Penulis adalah Presiden Nusantara Foundation/Pembimbing Jemaah Haji Nusantara USA.