Puasa Ramadan Itu Pintu Ampunan (13)

Shamsi Ali
Putra Indonesia ini merupakan Imam yang dihormati di AS. Dinobatkan sebagai salah 1 tokoh agama berpengaruh di New York.
Konten dari Pengguna
18 Mei 2019 21:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shamsi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi berdoa. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berdoa. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk misrepresentasi ajaran Islam di dunia Barat umumnya adalah bahwa Islam itu agama kebencian dan kekerasan. Konsep ketuhanan kerap ditampilkan sebagai Tuhan yang kasar, bengis, tiada belas kasih.
ADVERTISEMENT
Kebodohan atau terkadang juga kebohongan ini sengaja dipromosikan untuk menumbuhkan rasa takut, bahkan kebencian kepada Islam. Didukung oleh perilaku segelintir orang yang mengaku muslim yang memang demikian, semakin meyakinkan mereka jika Islam itu demikian adanya.
Padahal, jika dikaji dari semua aspek ajaran agama ini, mulai dari konsep teologisnya, amalan ritual, hingga ke muamalahnya mengajarkan kasih sayang itu.
Salat dimulai dengan takbir, mengakui kebesaran Ilahi. Tapi salat juga harus diakhiri dengan salam. Sebuah komitmen kedamaian dan perdamaian yang sejati.
Tuhan Yang Maha Kasih dalam akidah Islam, salah satunya terefleksi dalam bentuk pengampunan-Nya. Bahwa Allah Swt. Yang Maha Menguasai langit dan bumi itu membuka pintu-pintu “pengampunan” dan “tobat” bagi semua hamba-Nya yang ingin dan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
Saya menekankan kata “ingin dan sungguh-sungguh” karena tobat akan diberikan dengan komitmen penuh.
Alquran menegaskan: “Dan bergegaslah kalian kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, disiapkan bagi orang-orang yang bertanya.” (Alquran).
Kata bergegas mengindikasikan keseriusan dan kesungguhan, serta mujahadah dalam meraih magfirah Allah Swt. Maknanya, jika ingin diampuni, kejarlah ampunan itu.
Kecintaan Allah yang tiada batas itu terwujud dalam sebuah deklarasi pengampunan: “Katakan wahai hamba-hamba-Ku (ibaadiya) jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang."
Ayat ini menyampaikan beberapa penekanan penting:
ADVERTISEMENT
com-Ilustrasi menjalankan ibadah Sholat Foto: Shutterstock
Intinya adalah bahwa ampunan Allah itu adalah bentuk kasih-Nya yang terbesar. Hanya dengan diampuni seorang hamba akan masuk surga. Dan hanya dengan rahmat-Nya seorang hamba akan diampuni.
ADVERTISEMENT
Cerita seorang pembunuh 99 orang adalah contoh lain dari kasih sayang Allah Swt. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa seorang pemuda telah membunuh 99 orang. Lalu mendatangi seorang ahli ibadah dan bertanya kira-kira Allah masih akan mengampuninya?
Sang ahli ibadah itu menjawab dia tidak akan diampuni lagi dengan dosa sebesar itu. Jangankan membunuh 99 orang. Membunuh seorang saja dosanya bagaikan membunuh seluruh umat manusia.
Mungkin karena frustrasi dan marah, sang pemuda itu juga membunuhnya. Akhirnya, ia telah membunuh 100 orang. Tapi keinginan untuk diampuni masih ada dalam hatinya. Dia pun berjalan hingga bertemu dengan ahli ilmu dan bertanya apakah Allah masih mengampuninya?
Mendengar itu, sang ahli ilmu teringat dengan ayat tadi, “Wahai hamba-hamba-Ku jangan berputus asa dari Rahmat Allah...sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa”.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, pemuda itu diarahkan untuk berangkat ke sebuah kampung dan bergabung dengan penghuni kampung itu beribadah kepada Allah Swt. Di tengah jalan, dia meninggalkan dunia. Malaikat surga dan neraka pun berebut untuk menjemputnya.
Namun, Allah dengan Rahmat-Nya dan Kasih-Nya, Allah mengabulkan keinginannya untuk diampuni. Dia telah membunuh 100 orang. Tapi karena komitmennya untuk diampuni dan karena kasih Allah, sang pemuda itu diampuni dan masuk surga.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah jika “semua dosa diampuni” bagaimana dengan ayat yang menyebutkan: “Sungguh Allah tidak mengampuni dosa syirik”?
ADVERTISEMENT
Jawabannya adalah dosa syirik yang tidak terampuni adalah ketika dosa itu terbawa mati. Artinya, pelaku syirik itu meninggal dalam keadaan demikian.
Berbeda dengan dosa selain syirik. Kalau pun meninggal dalam keadaan berdosa, tapi dalam hatinya ada iman atau tauhid, maka dosa itu pada akhirnya akan terhapuskan.
Saya ingin akhiri dengan cerita teman Afro Amerika saya, Imam Ayub Abdul Baqi. Salah seorang imam yang gigih memperjuangkan hak-hak sipil komunitas muslim Amerika.
Ilustrasi berdoa Foto: Pixabay
Kisahnya bermula ketika beliau masuk Islam. Beliau ketika itu masih muda. Karena marah kepada anaknya, ibu Imam Ayub mengusirnya dari rumahnya. Dan tidak pernah lagi menerimanya kembali ke rumah itu.
Hingga Imam Ayub menikah, lalu dikaruniai beberapa anak. Beliau kemudian sengaja mengirimkan anaknya untuk menengok neneknya. Sang nenek benar jatuh hati. Cinta cucu-cucunya. Tapi tetap membenci anaknya, Imam Ayub.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, sang ibu sakit keras dan masuk rumah sakit. Berhari-hari, Imam Ayub menunggui ibunya di rumah sakit. Hingga di waktu-waktu menjelang sakratul maut, Imam Ayub memeluk ibunya, menangis dan menyampaikan: “Ibuku, saya cinta engkau. Saya tidak bisa membayar jasamu kepadaku. Hanya satu hadiah yang ingin saya berikan kepadamu, ibuku.”
Sambil memeluk ibunya, Imam Ayub dengan suara pelan membisikkan: "Asy-hadu anlaa ilaaha illallah wa asy-hadu anna Muhammadan Rasulullah.”
Dan ibunya, di detik-detik terakhir hidupnya itu, menerima kalimat tauhid. Menerima kunci surga itu. Alhamdulillah.
Kisah lain adalah kisah ibu Syekh Muhammad Yasin. Seorang dai yang sangat gigih, santun, dan sopan. Beliau mualaf berkulit putih, pernah mengenyam pendidikan Islam di Madinah.
ADVERTISEMENT
Hanya beberapa tahun lalu, ibu beliau meninggal dunia. Tapi yang paling membahagiakan adalah setelah bertahun-tahun sakit, bahkan Syekh Yasin ketika itu menunda menikah demi merawat ibunya.
Hingga pada saat-saat krusial itu, di akhir hayatnya, Syekh Yasin mendekat ke telinga Ibunya dan mengajaknya menerima: “Laa ilaaha illallah - Muhammad Rasulullah”. Dan beliau pun menerimanya hanya sesaat sebelum mengembuskan napas terakhirnya.
Kedua cerita benaran dari New York di atas menyampaikan pesan bahwa seorang manusia itu selalu ada harapan. Karena memang kasih sayang Allah itu lebih luas dari segala dosa dan kesalahan manusia.
Semangat ini jugalah yang kita bangun di bulan Ramadan ini. Karena Sungguh di bulan ini secara khusus Allah bukakan pintu-pintu magfirah-Nya seluas-luasnya. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita semua. Amin!
ADVERTISEMENT
Calgary-Canada, 18 Mei 2019
* Presiden Nusantara Foundation
(Picture: on Time Bangla TV discussing about the future of Islam in the West).