Film 'Spider-Man: Far from Home', Penutup Babak Ke-3 MCU yang Seru

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
6 Juli 2019 19:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Peter Parker/Spider-Man melihat mural Iron Man, sosok panutannya yang tewas pasca-Avengers: Endgame | Sony Pictures/Marvel Studios
Spider-Man: Far From Home merupakan sekuel langsung dari Spider-Man: Homecoming (Jon Watts, 2017), sekaligus film penutup phase 3 (babak ketiga) Marvel Cinematic Universe (MCU). Film yang kembali disutradarai Jon Watts ini melanjutkan cerita Peter Parker dengan sekelumit kisah kasih di sekolahnya, juga bagaimana kejadian pasca-Avengers: Infinity War dan Avengers: Endgame mempengaruhi hidupnya dan juga dunia.
ADVERTISEMENT
Film MCU ke-23 produksi Sony Pictures dan Marvel Studios ini dipenuhi begitu banyak lelucon, referensi dan homage (penghormatan) — tak hanya terhadap film-film MCU lain, tetapi juga terhadap sejumlah film Spider-Man (produksi Sony Pictures) yang pernah dibuat sebelum ini.
Lima tahun berlalu sejak Thanos melenyapkan separuh populasi dunia, hingga kemudian para Avengers mengembalikan mereka dengan pengorbanan yang besar, yakni tewasnya beberapa karakter utama yang sekian lama telah kita kenal, termasuk Tony Stark sang Iron Man.
Spider-Man dengan kostum barunya | Sony Pictures/Marvel Studios
Peter kembali ke sekolahnya di Queens, New York, berkumpul lagi bersama teman sekelasnya, Ned (Jacob Batalon yang mencuri perhatian), dan ia berusaha melanjutkan pedekate yang sempat tertunda kepada MJ (Zendaya, The Greatest Showman, Spider-Man: Homecoming). Lantas sekolahnya mengadakan studi tur ke Eropa. "Liburan seru nih, pere dulu lah jadi superhero," barangkali kira-kira begitu yang ada di pikiran Peter, sehingga ia tak berniat mengepak kostum Spider-Mannya ke dalam koper.
ADVERTISEMENT
Setibanya di Italia, ketika petugas imigrasi mengecek kopernya, baru ia menyadari Bibi May (Marisa Tomey, The Wrestler, In the Bedroom) ternyata sudah memasukkannya. “Untuk jaga-jaga,” pesannya di atas secarik kertas. Dan, betul saja feeling Bibinya itu, bahwa superhero tidak punya hari libur; selalu ada saja penjahat yang mesti ia urus. Belum sempat ia berleha-leha, sesosok monster air (dikenal dengan sebutan Hydro-Man) meneror Venesia, membuat keselamatan warga dan teman-temannya terancam. Peter yang meninggalkan kostum Spider-Mannya di kamar hotel, mesti berimprovisasi menyelamatkan kota sambil berusaha agar identitasnya tak diketahui siapa pun.
Kemudian muncullah sesosok berkostum mirip Doctor Strange dengan helm transparan berbentuk akuarium bulat, terbang dengan meninggalkan jejak asap berwarna hijau dari kedua kakinya. Lantas dari kedua tangannya ia mengeluarkan sinar laser, melawan si monster air habis-habisan.
Mysterio (diperankan Jake Gyllenhaal) | Sony Pictures/Marvel Studios
Hey, aku bisa membantumu, aku kuat dan lengket!” Teriak Peter yang mengenakan topeng pesta kepada si jagoan baru yang kemudian akan kita kenal sebagai Mysterio.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, keduanya berhasil mengalahkan si monster air. “Tetapi, masih ada ancaman lain yang siap menggempur!” begitu pesan Mysterio/Quentin Beck (Jake Gyllenhaal, Nightcrawler, Donnie Darko) kepada Peter dan Nick Fury (Samuel L. Jackson, Shaft, Glass) di momen berikutnya. Dan ia menjelaskan asal-usulnya yang datang dari Bumi-833, sedangkan Bumi yang ditinggali Peter dan segenap manusia lain di MCU disebutnya sebagai Bumi-616.
Sepengakuan Quentin Beck, ia datang ke Bumi ini untuk menyelamatkannya dari ancaman Elemental, yakni sejumlah monster dari berbagai elemen seperti air, udara, dan api, yang telah menghancurkan dunianya. Nick Fury memerlukan Peter agar membantu Mysterio menangani ancaman tersebut.
“Kenapa mesti aku? Kenapa tidak minta tolong kepada yang lain?” rengek Peter sambil meminta pengertian, bahwa ia sedang studi tur dan tak ingin teman-teman serta gurunya mencurigai identitas Spider-Man yang dijaganya rapat-rapat selama ini.
Quentin Beck/Mysterio (Jake Gyllenhaal) mencoba membangun pertemanan dengan Peter Parker (Tom Holland) | Sony Pictures/Marvel Studios
Sampai di sini belum ada spoiler yang saya tulis. Dan, rasanya ingin sekali saya beberkan, setidaknya demi mendukung argumentasi penilaian saya terhadap beberapa aspek. Tetapi, jika dipikir-pikir lagi, sekadar menulis ulang sinopsis resmi saja, kadang-kadang masih suka dianggap spoiler, dan saya kena omel. Duh, enggak deh!
ADVERTISEMENT
Spider-Man: Far From Home, masih seperti Homecoming yang mengetengahkan kehidupan Peter sebagai abege, yang mencoba menjadi anak sekolah pada umumnya, masih tinggal bersama Bibi May — yang sekarang diberi love interest, yang menarik.
Dalam dua film Avengers terakhir, kita bersama-sama menyaksikan Peter pergi ke luar angkasa, lantas mati (atau lenyap?) selama lima tahun dan hidup kembali, untuk kemudian berpisah dengan mentor sekaligus figur ayah baginya, yakni Tony Stark. Secara teori, akan terasa sulit melanjutkan kisah hidup Peter Parker untuk tampil riang penuh canda dengan beban latar belakang cerita seberat itu.
Tak dinyana film ini berhasil kembali ke akarnya yang semula, tetap membumi dengan nuansa riang, selayaknya film Spider-Man remaja mesti dituturkan. Walau cerita film dimulai tak lama setelah kejadian Avengers: Endgame — yang dark itu, dengan cerdasnya, penonton dijelaskan bagaimana keadaan dunia saat ini yang jauh berbeda.
ADVERTISEMENT
Apakah separuh dari teman Peter di sekolah sekarang berusia lima tahun lebih tua darinya? Bagaimana orang-orang yang semula menghilang bisa kembali? Semua terjawab secara gamblang persis di awal film, disampaikan dengan penuh canda, dan sekali lagi perlu saya tekankan, cerdas.
Secara sederhana dan tanpa spoiler, Spider-Man: Far From Home film yang lucu nan cerdas. Film berdurasi 129 menit ini terlihat seolah menawarkan kisah yang receh — bila dibandingkan dengan beberapa film MCU terakhir. Namun sebenarnya tak receh-receh amat, bahkan saya anggap sebagai salah satu yang memiliki naskah skenario terbaik di skena MCU. Dan kisah filmnya sendiri justru yang paling realistis yang pernah ada sepanjang sejarah MCU sejauh ini.
Zendaya sebagai MJ, gacoannya Peter Parker | Sony Pictures/Marvel Studios
Pada akhirnya, Peter hanya ingin menikmati studi turnya di Eropa sambil berusaha lebih dekat lagi dengan pujaan hatinya, MJ. Hingga kemudian masalah datang, yang mengonfrontasi Peter terhadap sebuah tema besar yang telah lama melegenda dalam mitologi Spider-Man; with great power comes great responsibility (dengan kekuatan besar datang tanggung jawab besar). Hanya saja kearifan tersebut kali ini ia dapatkan bukan dari Paman Ben (seperti yang sering dikisahkan sebelum ini), melainkan dari Tony Stark. Walaupun ia telah mati, tetapi keberadaannya amat terasa di film ini.
ADVERTISEMENT
Satu aspek lain yang saya amat apresiasi adalah bagaimana film ini menginterpretasi ulang spider-sense, salah satu kekuatan super Spider-Man, menjadi sesuatu hal yang terasa baru. Lihat saja aksi pertarungan pemuncak melawan Mysterio. Spider-sense kini bukan lagi sekadar mekanisme peringatan dini akan marabahaya yang dapat dirasakan Peter sesaat sebelum bahaya tersebut datang, tetapi dengan spider-sense versi film ini (yang memiliki sebutannya sendiri, yang terdengar menggelikan). Ia tak ubahnya seperti kekuatan super yang dimiliki Matt Murdock/Daredevil — jika Anda mengerti maksud saya.
Dan, lewat film ini, Tom Holland semakin mengukuhkan citranya sebagai Peter Parker/Spider-Man versi live action yang terbaik yang pernah ada, sejauh ini. Karisma, persona, dan tingkatan emosi yang ditunjukkannya berada pada level aktor yang mampu memikul beban keseluruhan film hanya pada pundaknya seorang. Babak ke-4 MCU akan semakin menarik saja, dan saya rasa ia cukup mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan Tony Stark. Kita lihat saja!
ADVERTISEMENT