AS Terjepit Strategi Oleh Rusia & China

Konten dari Pengguna
25 Oktober 2017 18:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shodiq Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
AS Terjepit Strategi Oleh Rusia & China
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Keterlibatan pasukan militer Amerika Serikat di Afghanistan sudah berusia 16 tahun. Oktober adalah penanda 16 tahun tentara AS perang menghadapi Taliban di sana. Selama kurun waktu 2001-2017, AS telah mengeluarkan biaya tak sedikit untuk mendanai perang melawan Taliban di Afghanistan. Direktur Cost of Wars Project di Brown University bahkan pernah merinci bahwa AS telah mengeluarkan sekitar 2 triliun dollar yang dialokasikan untuk biaya perang di Afghanistan. Mengapa AS rela menggelontorkan dana sekian triliun untuk perang di Afghanistan?
ADVERTISEMENT
Secara geopolitik, AS punya kepentingan besar di Afghanistan. Penguasaan sepenuhnya atas Afghanistan dimulai pada 2001 silam dengan dalih misi memburu Osama bin Laden dan organsasi Al-Qaeda yang diklaim bertanggungjawab atas teror 9/11 terhadap World Trade Center. Perburuan Osama bahkan berlangsung selama 10 tahun setelah pemimpin Al-Qaeda itu dinyatakan tewas dalam sebuah operasi khusus pasukan AS. Osama dinyatakan tertembak mati tepat pada 2 Mei 2011, tetapi bukan di Afghanistan melainkan di wilayah Pakistan (Abbottabad).
Setelah Osama dinyatakan tewas, operasi militer AS di Afghanistan tak lantas berhenti. Dalih lain dicari. Salah satunya memburu pemimpin Al-Qaeda lainnya sepeninggal Osama. Operasi ini bahkan berlangsung sampai sekarang, dan telah berusia 16 tahun sejak 2001 silam.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, sejak 2014, As perlahan menarik pasukannya di Afghanistan setelah 13 tahun berperang. Inggris sendiri secara resmi menarik pasukannya pada 2014. Dan pada waktu bersamaan, AS mengurangi sekitar 70 ribu pasukannya dari Afghanistan. Praktis, sejak saat itu AS hanya menempatkan sekitar 30 ribu pasukan untuk misi menjaga stabilitas Afghanistan dan membendung serangan sisa-sisa Al-Qaeda dan Taliban.
Di bawah kepemimpinan Obama, AS tampaknya mulai sadar bahwa ongkos pasukan di Afghanistan tidak sedikit. Sehingga, Obama perlahan mulai menarik sedikit demi sedikit pasukannya. Saat ini, diperkirakan AS hanya menyisakan 12 ribu pasukan saja di Afghanistan dan misi utamanya adalah menjaga Kedubes dan pangkalan militer AS di sana. Hanya saja, pasca Obama turun dan diganti Donald Trump, AS mulai mencari alasan untuk kembali menambah pasukannya di Afghanistan. Alhasil, Pentagon merilis sebuah laporan bahwa Taliban kini justru semakin kuat sehingga diperlukan strategi baru untuk menghadapinya. Menteri Pertahanan AS, James Mattis bahkan menyebut, situasi keamanan di Afghanistan bakal memburuk pada 2018 mendatang. Ini kemudian menjadi alasan AS kembali mengerahkan sekitar 3.500 pasukan tambahan dibantu pasukan khusus Inggris.
ADVERTISEMENT
Inggris harus mempertaruhkan nyawa tentaranya untuk kembali berperang di Afghanistan. Apalagi, mereka kembali ditempatkan di Helmand, daerah yang dulu ditempati pasukan Inggris dan terkenal ganas karena sekitar 400 tentara Inggris tewas di tempat ini selama 13 tahun perang. Strategi lain yang diupayakan AS untuk melawan Taliban adalah membujuk Pakistan agar mau menerima wilayahnya menjadi markas militer AS. Sayang, permintaan AS ditolak mentah-mentah Pakistan. Komandan Militer Pakistan Jenderal Qamar Javed Bajwa dengan tegas menolak negaranya dijadikan markas untuk menembak musuh di negara tetangganya. Trump, Mattis dan Tillerson pun bereaksi keras terhadap sikap Pakistan. Uraian Selengkapnya (Sumber/EQ/USA)