Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Melawan Konstitusi?

Shofiyyah Saleh
Saya merupakan mahasiswa Universitas Mataram Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Konten dari Pengguna
14 Oktober 2022 13:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shofiyyah Saleh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi konstitusi di Indonesia(shutterstock.com/By Novikov Aleksey)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi konstitusi di Indonesia(shutterstock.com/By Novikov Aleksey)
ADVERTISEMENT
Istilah konstitusi pertama kali dikenal di negara Prancis, yaitu berasal dari bahasa Prancis “constituer” yang memiliki artian membentuk. Kemudian dari istilah tersebut yang dimaksud dengan membentuk di sini adalah membentuk negara. Hal ini disebabkan konstitusi mengandung permulaan segala peraturan dari sebuah negara.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara sebuah konstitusi dengan negara sudah pastinya sangatlah erat. Negara dalam hal ini pemerintah tidak dapat melaksanakan kekuasaan tanpa konstitusi. Demikian juga sebaliknya, konstitusi tidak akan ada tanpa adanya sebuah negara. Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Dasar negara itu dipilih oleh wakil rakyat dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945, sebagai bukti UUD 1945 diakui sebagai konstitusi negara Indonesia. Namun, belakangan ini sering tercuat berita mengenai isu penambahan masa periode presiden, yang di mana ini melanggar konstitusi negara Indonesia.
Sejak Januari 2022 media sudah ada terdengar gagasan untuk menunda pemilu 2024. Menteri Investasi, Bahlil Lahaladia menjadi pengungkap pertama hal tersebut. Dia menyatakan soal penundaan pemilu 2024 di sela rapat kerja dengan Komisi VI DPR, 31 Januari 2022 selain itu dia juga mengutip sebuah survei di mana tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo mencapai 70%, dan menggabungkannya dengan harapan dari para pengusaha. “Menyangkut tadi ada pesan dari Bang Qodari, bahwa kalau kita bicara demokrasi itu kan dinamis, ini pesannya Bang Qodari, kalau ada yang meminta untuk pemilu tetap berjalan, boleh dong kalau ada wacana pemilu juga ditunda, itu kata Bang Qodari,” papar Bahlil Lahaladia dari YouTube KAHMI Nasional, Selasa (20/9/22). Penundaan pemilu 2024 berimplikasi terhadap perpanjangan masa jabatan presiden dan wakilnya.
ADVERTISEMENT
Tentunya jika penundaan pemilu ini terjadi sudah pastinya ini akan melanggar pasal 22E ayat (6) UUD 1945 yang harusnya dilaksanakan lima tahun sekali. Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Lalu apakah boleh perpanjangan masa jabatan Presiden dilaksanakan? Dalam pasal 7 UUD 1945 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden Indonesia memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan saja." Artinya, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya boleh dipilih dua periode. Pembatasan Presiden Indonesia untuk memangku jabatan untuk dua periode adalah adanya upaya dari rakyat melalui MPR untuk mencegah presiden Indonesia memegang kekuasaan lebih dari 10 tahun. Agar dapat terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan maupun otorisasi dari satu pihak dalam menjalankan tugas.
ADVERTISEMENT
Menurut Yusril Ihza Mahendra, selaku pakar hukum tata negara dalam sebuah wawancara dengan media mainstream telah mengemukakan terkait dengan boleh atau tidaknya perpanjangan masa jabatan Presiden akibat pandemi Covid-19, dia mengatakan bahwa perpanjangan masa jabatan Presiden dapat dilakukan dengan dua cara yaitu jalur konstitusional dan melalui jalur nonkonstitusional.
Melalui jalur konstitusional menurutnya tidak ada peraturan terkait dengan perpanjangan masa jabatan presiden. Konstitusi hanya mengatur bahwa Presiden hanya boleh menjabat maksimal dua kali masa jabatan dengan satu kali masa jabatan dihitung. Artinya Presiden hanya boleh menjabat selama 10 tahun. Ketentuan tersebut membuat tidak mungkin secara konstitusional adanya perpanjangan masa jabatan Presiden.
Jika ingin dilaksanakan, maka harus terlebih dahulu dilakukan amendemen atau perubahan konstitusi yang kemudian dalam perubahan tersebut diagendakan untuk mengubah ketentuan masa jabatan Presiden, menjadi bisa dilakukannya perpanjangan masa jabatan presiden. Kemudian dia juga menyoroti jika perpanjangan dilakukan dengan cara nonkonstitusional. Menurutnya perpanjangan masa jabatan Presiden menggunakan jalur nonkonstitusional bisa dilakukan misalnya dengan dekret Presiden tentang perpanjangan masa jabatan Presiden. Namun dekret tersebut harus mendapat dukungan dari masyarakat, militer, dan pihak keamanan. Itulah kemungkinan yang dapat jika dilakukan akan dilakukannya perpanjangan masa jabatan Presiden.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan konstitusionalitas perpanjangan masa jabatan Presiden karena Pandemi Covid-19, Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan bahwa secara normatif hal tersebut tidak konstitusional. Tidak ada spesialisasi dalam konstitusi yang mengatakan karena adanya pandemi Covid-19, maka masa jabatan Presiden harus diperpanjang. Artinya, dari sudut pandang konstitusi saat ini, telah jelas bahwa perpanjangan masa jabatan Presiden karena pandemi Covid-19 adalah tidak konstitusional. Uraian dari Yusril Ihza Mahendra tersebut tentu sudah tepat dan sudah menjawab pertanyaan terkait dengan posisi hukum perpanjangan masa jabatan Presiden karena pandemi Covid-19.
Munculnya isu jabatan Presiden 3 periode ini dinilai menghianati konstitusi serta dianggap sebagai bentuk pelanggaran kekuasaan. Hal ini memberikan indikasi bahwa Presiden yang telah menjabat 2 periode tidak perlu dan memang tidak akan bisa menjabat lagi, sebab konstitusilah yang membatasi. Adanya pembatasan kekuasaan tersebut bertujuan untuk mencegah adanya kesewenang-wenangan dalam Presiden menjalankan jabatan dan mengacu pada moral dasar demokrasi bahwa kekuasaan tidak boleh berada di satu tangan saja, tetapi harus menyebar seluas mungkin.
ADVERTISEMENT
Shofiyyah Saleh, Mahasiswa Manajemen Universitas Mataram.