Ada hantu yang sedang berkeliaran di Eropa, tapi bukan seperti yang dibayangkan Marx. Alih-alih konsolidasi kelas pekerja untuk melakukan revolusi proletariat, orang-orang yang merasa terpinggirkan oleh globalisasi justru memperkuat gelombang politik sayap kanan.
Pemilihan presiden Prancis yang berlangsung pada akhir April lalu memang membendung ambisi Marine Le Pen dan mengantarkan Macron untuk melanjutkan masa pemerintahannya menjadi dua periode. Namun, gagasan yang diwakilinya terlihat nyata semakin mendapat tempat.
“Ini bukan kemenangan,” kata seorang pemilih muda Perancis berhijab bernama Yasmina Aksas dalam wawancaranya dengan Al Jazeera . “Ada 40% rakyat yang memilih Le Pen,” katanya. Suara Le Pen di babak kedua pemilu kali ini meningkat signifikan dari suaranya di babak kedua di 2017. Pada pertarungan itu, kandidat sayap kanan jauh (far-right) yang mengkampanyekan sentimen anti-imigrasi tersebut hanya meraup 33,9% suara. Pada tahun 2022 ini, suaranya mencapai 41,5%.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814