Kesetaraan Gender: Kunci Kemajuan Bidang Kesehatan di Indonesia

Vishal Singh Cahal
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan
Konten dari Pengguna
18 Januari 2022 20:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vishal Singh Cahal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gender Equality. Source: https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/gender-equality-concept-flat-male-vector-26904572
zoom-in-whitePerbesar
Gender Equality. Source: https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/gender-equality-concept-flat-male-vector-26904572
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada saat ini, isu kesetaraan gender sedang menjadi topik pembicaraan utama di berbagai platform media baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Sebelum membahas lebih jauh, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa sih kesetaraan gender itu? Menurut Novi Hardita Larasati (2020), kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki atau perempuan guna memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, sosial budaya, pendidikan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Menurut penulis, konsep dari kesetaraan gender sangat sederhana dan mudah dimengerti karena kesetaraan gender itu sendiri hanya memperjuangkan keseimbangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pastinya muncul suatu pertanyaan di benak kita yaitu apakah Indonesia sudah menerapkan kesetaraan gender ? Jawabannya adalah belum sepenuhnya. Meskipun sudah terdapat banyak upaya untuk mengaplikasikan kesetaraan gender di Indonesia, kaum perempuan Indonesia masih saja mengalami banyak perlakuan yang tidak adil serta harus menghadapi segala bentuk diskriminasi baik dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya.
Saat ini, terdapat salah satu bidang yang sedang menjadi sorotan khusus karena terjadinya kasus kesenjangan gender yaitu pada bidang kesehatan. Kesenjangan gender sering sekali terjadi di berbagai aspek pada bidang kesehatan baik dari terhambatnya kesempatan bagi para kaum perempuan untuk menjadi tenaga kerja medis sampai ke adanya ketidakadilan pada saat mengakses sarana pelayanan kesehatan yang biasanya bersifat umum dan terbuka untuk diakses oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
Permasalahan-permasalahan seperti ini sudah pasti menyulitkan para kaum perempuan tetapi apakah hanya pihak perempuan saja yang terpengaruhi oleh hal ini ? Jawabannya adalah tidak. Penulis berpendapat bahwa hal ini juga tentunya memengaruhi negara Indonesia secara langsung maupun tidak langsung khususnya pada perkembangan tingkat kesehatannya. Sulit untuk memungkiri bahwa kaum perempuan terpengaruh secara negatif oleh hal ini tetapi kaum perempuan di sini juga merupakan warga negara Indonesia yang tidak kalah berharga dan penting sehingga apapun yang merugikan mereka akan otomatis merugikan negara Indonesia.
Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pada masa pandemi covid-19 yang membuat semua orang kewalahan ini tetap saja terjadi diskriminasi gender karena kurangnya partisipasi pemimpin yang berjenis kelamin perempuan di bidang kesehatan sebab adanya stereotip bahwa perempuan tidak dapat membuat keputusan atau kebijakan yang tepat pada saat yang genting karena alasan yang tidak masuk akal dan tidak berdasar seperti perempuan terlalu “emosional” atau alasan-alasan aneh lainnya.
ADVERTISEMENT
Persoalan ini dibahas lebih dalam lagi pada salah satu artikel yang berjudul “ Di Tengah Pandemi Covid-19, Representasi Perempuan dalam System Kesehatan Masih Rendah” yang ditulis oleh Nuzulul Kusuma Putri pada tahun 2020. Artikel ini membahas lebih jauh lagi mengenai ketimpangan gender yang terjadi karena stigma-stigma sosial yang keberadaanya hanya berdasarkan asumsi belaka.
Artikel tersebut tidak hanya membahas mengenai masalah ketidakadilan gender pada masa pandemi saja tetapi juga membahas pada saat waktu sebelum terjadinya pandemi, bahkan penulis artikel ini memberikan hasil penelitiannya terhadap 352 pejabat publik pada organisasi dinas kesehatan di dua provinsi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun para pemimpin perempuan memiliki tingkat pendidikan dan keahlian yang sama, posisi tertinggi yang dapat dicapai hanya sampai kepala seksi saja. Akan tetapi, hal yang sama tidak berlaku untuk para pemimpin laki-laki yang mendapatkan kesempatan lebih luas untuk meraih posisi yang lebih tinggi. Menurut penulis, hal ini sangat disayangkan karena terdapat banyak pemimpin perempuan pada bidang kesehatan yang berkualifikasi dan memiliki potensi untuk memunculkan inovasi-inovasi baru yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain diskriminasi gender yang muncul karena adanya stereotip, ketimpangan gender juga dialami oleh para wanita yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi mereka. Diskriminasi yang mereka alami biasanya terjadi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang membuat para wanita tersebut tidak nyaman seperti “Apakah ibu sudah bersuami ?” atau “ Ibu sudah aktif berhubungan seksual padahal belum menikah?”, bahkan terkadang beberapa fasilitas kesehatan juga menolak untuk melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi para wanita yang belum menikah dan meminta jaminan suami terlebih dahulu walaupun para wanita tersebut sudah memberikan keterangan bahwa mereka belum menikah dan aktif secara seksual.
Kasus seperti ini dibahas juga pada salah satu artikel berjudul “ Diskriminasi Akses Kesehatan Reproduksi untuk yang Belum Menikah” yang ditulis oleh Aditya Widya Putri pada tahun 2020. Pada artikel ini sangat diperjelas bahwa pada saat melakukan pemeriksaan seperti ini sangat normal untuk menanyakan status pasien aktif berhubungan seksual atau tidak karena relevan untuk analisis dasar risiko penyakit menular seksual (IMS). Menurut penulis, menanyakan status pernikahan dan menghambat para pihak perempuan pada saat melakukan pemeriksaan seperti ini secara implikatif menyatakan bahwa perempuan yang aktif secara seksual tetapi belum menikah tidak berhak untuk mendapatkan layanan pemeriksaan kesehatan reproduksi.
ADVERTISEMENT
Artikel tersebut tidak hanya menjelaskan mengenai kerugian yang dialami oleh wanita tetapi juga membahas mengenai kerugian yang dapat dialami oleh negara karena dengan adanya penghambatan pemeriksaan seperti ini akan sulit untuk mendeteksi atau mengindikasi penyakit menular seksual sehingga akan memperlambat pemberian upaya penanganan yang seharusnya sudah dilakukan sebelum kondisinya semakin parah.
Kesenjangan gender ternyata juga menjadi faktor penyebab dari salah satu permasalahan kesehatan terbesar di Indonesia yaitu tingginya angka tingkat kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Faktor penyebab utama dari permasalahan ini adalah adanya pendominasian kekuasaan oleh para suami dalam segala bentuk keputusan yang diambil di dalam rumah tangga termasuk keputusan mengenai kelahiran yang seharusnya menjadi hak dari sang istri. Hal ini juga dikupas tuntas di dalam sebuah karya tulis berjudul “ Memaksa Laki-laki Mencegah kematian Ibu dan Bayi baru Lahir” yang ditulis oleh Maisuri Tadjuddin Chalid pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Karya tulis ini membahas bahwa perempuan masih tidak mampu menggunakan hak reproduksinya untuk memutuskan mengenai diri mereka sendiri karena keputusan itu sangat dipengaruhi oleh suami ataupun anggota keluarga lainnya sehingga memaksa mereka untuk bergantung pada suami. Namun, dalam kenyataannya mayoritas dari para suami masih belum menyadari mengenai risiko kehamilan yang sedang dihadapi oleh istri mereka sehingga membuat mereka menunda untuk membuat keputusan pada saat yang tepat dan menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan.
Pada artikel tersebut juga disebutkan bahwa pembatasan hak bagi para kaum perempuan dalam membuat keputusan mengenai keadaan reproduksi mereka sendiri akan menghambat mereka untuk mendapatkan pertolongan dan layanan kesehatan ibu yang sesuai sehingga menyebabkan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi yang baru lahir.
ADVERTISEMENT
Setelah meninjau dan membahas berbagai permasalahan di bidang kesehatan di Indonesia yang disebabkan oleh adanya ketimpangan atau kesejangan gender, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan kesetaraan gender sangat krusial untuk dilakukan agar dapat mengembangkan kualitas di bidang kesehatan Indonesia. Selain dapat diterapkan untuk menghilangkan stereotip dan memberikan kesempatan bagi para pemimpin perempuan agar dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi, kesetaraan gender juga dapat diterapkan untuk menekan laju dari penyakit menular seksual dan menurunkan angka kematian dari ibu dan bayi yang baru lahir.
Oleh karena itu, penulis memberikan saran kepada pemerintah Indonesia untuk mengutamakan penerapan kesetaraan gender khususnya pada bidang kesehatan agar dapat meminimalkan peristiwa ketimpangan gender yang masih marak terjadi dan mewujudkan negara Indonesia yang lebih maju dengan mengoptimalkan sumber daya manusianya baik yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki tanpa adanya diskriminasi gender.
ADVERTISEMENT
Referensi:
1. Larasati, Novi Hardita. 11 Juli 2020. “ Pengertian Gender, Jenis , dan Biasnya Menurut Para Ahli”. Diadona.id. https://www.diadona.id/d-stories/pengertian-gender-jenis-dan-biasnya-menurut-para-ahli-2007116.html. Diakses pada 15 Januari 2022
2. Putri, Nuzulul Kusuma. 14 Mei 2020. “Di Tengah Pandemi Covid-19, Representasi Perempuan dalam System Kesehatan Masih Rendah”. Theconversation.com. https://theconversation.com/di-tengah-pandemi-covid-19-representasi-perempuan-dalam-sistem-kesehatan-masih-rendah-137181. Diakses pada 15 Januari 2022
3. Putri, Aditya Widya. 18 Januari 2020. “Diskriminasi Akses Kesehatan Reproduksi untuk yang Belum Menikah”. Tirto.id. https://tirto.id/diskriminasi-akses-kesehatan-reproduksi-untuk-yang-belum-menikah-es4H. Diakses pada 15 Januari 2022
4. Chalid, Maisuri Tadjuddin. 22 Juni 2018. “Memaksa Laki-laki Mencegah kematian Ibu dan Bayi baru Lahir”. Theconversation.com. https://theconversation.com/memaksa-laki-laki-mencegah-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-95412. Diakses pada 15 Januari 2022