Jumat, 17 November 2017

Siro Manungso
We all have to die at some stage..............
Konten dari Pengguna
17 November 2017 23:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siro Manungso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jumat, 17 November 2017
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Saya tidak suka menyetir. Terutama menyetir di Jakarta. Bikin stress berat.
ADVERTISEMENT
Macet pasti. Jakarta pelosok atau Jakarta kota sama saja. Semakin parah sepertinya. Jalan tol macet. Jalan biasa apalagi.
Dan yang menjengkelkan, kemacetan semakin tidak mengenal waktu. Jam kantor macet. Bukan jam kantor macet. Pagi macet. Tengah malam macet juga.
Sebenarnya macet akan terasa lebih bisa ditolerir kalau semua orang mau mentaati peraturan. Tidak mau menang sendiri. Tidak merasa benar sendiri. Baik mobil pribadi, kendaraan umum, ataupun roda dua.
Melihat orang mau menang sendiri (dan merasa benar sendiri) menaikkan tensi emosi. Memperpendek umur. Bahkan setelah bertahun-tahun tidak membuat saya menjadi terbiasa, tetapi malah semakin membuat gampang memaki.
Gara-gara menyetir di Jakarta juga telah membuat saya harus mendekonstruksi anggapan tentang manusia Indonesia atau lebih tepatnya mungkin Jakarta.
ADVERTISEMENT
Saya tidak lagi percaya manusia Indonesia baik hati, toleran, dan suka menolong.
Tetapi yang lebih parah adalah saya tak percaya lagi orang Indonesia ini benar-benar taat beragama. Kalau tidak berarti ada jarak antara keber-agama-an mereka dan perilaku di jalanan. Ada jarak antara kesalehan ritual dan perilaku kesalehan di jalanan. Ada jarak antara pemahaman keagamaan dan kehidupan sesungguhnya.
Untuk yang sederhana saja. Saya berulangkali melihat orang berpakaian dengan atribut keagamaan tertentu –saya menganggap atribut itu sebagai cermin kesalehan ritual--seenaknya melawan arah di jalan satu arah dan/atau masuk ke jalur yang tidak diperbolehkan.
Bukankah yang dilakukan itu dalam ajaran agama sama dengan mengambil hak orang lain? Dan mengambil hak orang lain diharamkan dalam agama.Tetapi anjing boleh menggonggong, kendaraan tetap saja berlalu.
ADVERTISEMENT
Itulah sebab saya tidak menyetir kalau ada pertemuan di luar kantor. Hanya akan naik taksi –baik online maupun konvensional—atau mobil kantor kalau memang pas tersedia.
Mengurangi kecenderungan memaki dan berprasangka buruk. Dua hal yang saya yakini tak baik untuk hati ini.
Tetapi setelah mengeluh kiri kanan, menyatakan diri tidak suka menyetir, saya terpaksa mengaku: tetap saja saya menyetir ke kantor. Lha bagaimana lagi?