Labirin Cinta (Bab 10)

Fransisca Susanti
Hai, nama panggilanku Sisca. Aku lulusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani dan master graduate Manajemen Bisnis SB IPB. Sekarang kerja sebagai translator lepasan, kolaborasi blog, dropshipper tshirt, dan usaha preorder makanan waroenkmoe.
Konten dari Pengguna
26 Oktober 2021 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Puncak
Puncak (Sumber gambar: free use Canva).
“Bagaimana dengan Riza?” Tanya Arai sembari membelai anak rambut Karin. Mereka berdua sedang duduk di dalam mobil Arai yang diparkirkan di rest area Puncak, Bogor.
ADVERTISEMENT
“Riza masih dirawat di ruang rawat inap pasien umum. Awalnya, ia dirawat di IGD selama sehari. Kemudian, ia dirawat di ruang rawat inap pasien umum selama seminggu. Setelah kesehatan jantung dan hatinya membaik serta tekanan darahnya normal, Riza akan dirawat di ruang isolasi selama 3 minggu, dan lalu Riza akan berobat jalan.”
“Syukurlah, semoga Riza segera sembuh. Maaf, aku belum menjenguk Riza. Akhir-akhir ini aku menghadiri banyak rapat hingga tengah malam. Baru hari ini aku dapat menemuimu.”
“Tidak apa-apa, Kak. Riza memang tidak boleh dijenguk, kecuali oleh keluarga. Aku tidak diperbolehkan Ibu untuk masuk ke ruang rawat karena Riza masih membenciku karena Riza belum mendapat pengobatan jiwa.”
“Karin, aku juga sedang sakit. Mengapa kamu tidak memperhatikanku?” Tanya Arai dengan mimik wajah sedih. Pria ini memang sangat ekspresif.
ADVERTISEMENT
“Sakit apa, Kak? Tampaknya Kakak sehat.”
“Ah, kamu ini. Aku lemas dan masuk angin. Malam ini kita menginap di mobil, ya? Aku tidak kuat menyetir mobil saat ini. Nanti kau WhatsApp saja adikmu, Amy, untuk memberitahu ibumu bahwa kau menginap di rumah sahabatmu. Aku kuatir Bu Diana marah,” bujuk Arai sembari mengecup kening Karin dengan lembut.
***
Arai dan Karin (Sumber gambar: free use Canva, imgbin.com).
Sejam kemudian
“Kak?”
“Apa? Kamu persis cacing yang meronta. Tidurlah, Sayang. Aku mengantuk sekali,” gumam Arai dengan mata tetap terpejam.
Arai mengetatkan pelukannya. Ia benar-benar menganggap Karin sebuah guling.
“Ada pria yang mondar-mandir di sekitar mobil ini. Apakah ia sedang mengintip?” Tanya Karin dengan cemas.
“Biarkan saja ia bertingkah seperti setrika. Kita hanya tidur di kursi belakang yang kaca sisinya gelap dan sulit diintip.”
ADVERTISEMENT
“Tapi, Kakak memelukku terus. Bagaimana jika kita ditangkap orang-orang dengan tuduhan berzina?”
“Itu urusan mudah. Apa masalahnya? Status kita single. Aku seorang duda dan kau seorang janda. Jika sampai terjadi hal seperti itu, aku langsung nikahi Karin di Kantor Urusan Agama.”
Karin terpana mendengar jawaban Arai yang cuek, sungguh berbeda dengan kesan Arai yang pendiam dan pemurung. Ia baru menyadari bahwa Arai pandai menyembunyikan karakter aslinya, terutama jika ada Bu Diana. Ternyata Arai tipe yang praktis dan tak acuh. Ia sungguh menggampangkan masalah. Tiba-tiba Karin merasa jantungnya berdebar kencang. Entah dampak dari kata nikah, entah karena Karin menatap siluet wajah Arai yang tegas. Ia tidak bisa menolak dorongan untuk mencium batang hidung Arai yang mancung.
Arai dan Karin (Sumber gambar: free use Canva, imgbin.com).
“Mengapa kau hanya mencium hidungku?”
ADVERTISEMENT
Bukannya menjawab pertanyaan Arai, Karin malah memagut bibir Arai dengan keras. Ia merasa temperatur tubuhnya naik 100 derajat Celcius. Arai hanya tersenyum melihat Karin terengah-engah dan tidak bisa mengendalikan diri. Ia membelai punggung Karin dengan lembut seolah menenangkan kekasihnya, walaupun Karin merasakan sebaliknya. Setiap belaian Arai terasa seperti sengatan 1000 Voltase. Arai tipe pria yang kalem ketika bercinta, tapi Karin merasa dirinya terbakar. Bagaimana jadinya jika mereka sudah menikah? Hati Karin tentu tak akan pernah tenteram. Karin merasa dirinya telah terperosok dalam pesona Arai yang melankolis. Sebenarnya, Karin merasa gelisah. Ia tidak terlalu senang mengetahui dirinya sangat terbuai oleh Arai. Karin selalu berusaha untuk menjaga logikanya ketika menjalin kasih dengan seorang pria. Ia senang dengan hubungan yang nyaman untuk kedua belah pihak. Tidak ada rasa cemburu dan amarah yang berlebihan. Tapi, sepertinya hal ini akan sulit dipertahankan dalam hubungan kasih dengan Arai yang provokatif. Karin merasa dirinya dikendalikan Arai. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Karin merasa takut. Ia merasakan sinyal bahaya. Apakah rasa cinta ini akan membawa kebahagiaan atau penderitaan? Karena, sekarang Karin jatuh cinta sangat dalam dengan Arai! Rasa cinta yang asing karena membuat Karin melupakan segalanya walaupun usia Karin sudah menginjak kepala tiga. Karin tidak akan mengakui rasa cinta ini karena ia merasa kuatir Arai yang menjauhi perasaan cinta, akan merasa terbebani.
ADVERTISEMENT
***
Mimpi buruk (Sumber gambar: free use Canva, pngtree.com).
Karin tersentak dari tidurnya. Ia bangun dengan wajah bersimbah keringat dingin dan jantung berdetak kencang karena mengalami mimpi yang sangat mengerikan. Ia tak ingin mengingatnya, tapi mimpi itu terasa begitu nyata. Ia mengingat setiap detilnya. Adegan demi adegan terpapar seperti kronologis film. Ia lari melintasi hutan karena dikejar Riza yang mengacung-acungkan pisau dapur. Ketika berada di tepi sungai, ia terkejut melihat Riza sedang membantai ibunya dan Amy. Sungai yang jernih itu ternoda oleh merahnya darah. Tapi, yang paling mengerikan ialah adegan Riza tiba-tiba menoleh ke dirinya dan menyeringai lebar. Kemudian, Riza berbisik, “Sebenarnya, kau sama sepertiku karena kita berasal dari darah yang sama. Kita bersumber dari bibit yang sama. Tapi, mengapa nasib kita begitu berbeda? Mengapa kau memiliki segalanya dan aku tidak? Kau berpendidikan, temanmu banyak, dan ibu lebih menyayangimu. Sedangkan, aku? Apa yang kupunya, selain ketidaknormalan ini? Jika aku sakit jiwa, maka seharusnya kau pun sakit jiwa. Kita adalah jiwa-jiwa yang sakit dan menderita. Namun, kau sangat pandai menyembunyikan kecacatanmu. Menyerahlah, Karin. Menyerahlah pada bisikan itu. Untuk apa, kau membuang banyak energi untuk tampil baik? Aku mengetahui kau sudah lelah. Pada akhirnya, penyakit terkutuk itu yang akan menang. Penyakit terkutuk itu selalu menang. HAHAHA. Tunggulah saatnya!”
Kutipan Riza (Sumber gambar: free use Canva).
Mimpi yang jauh lebih mengerikan dari film horor favorit Karin, yaitu Friday the Nightmare. Untuk sesaat, Karin lupa dirinya berada di mana setelah ia terbangun. Keringat dingin membasahi tengkuknya. Ia baru menyadari bahwa ia berada dalam rangkulan Arai ketika ia merasakan hembusan napas Arai yang teratur, menggelitik ujung saraf pipinya, dan menghangatkan sel-sel gelap hatinya. Ia merasa aman walaupun gaya tidur Arai berantakan.
ADVERTISEMENT
Karin merasa jengah ketika tiba-tiba teringat kelakuannya yang tak tahu malu semalam. Bagaikan kisah Adam dan Hawa, bukan Arai yang menggoda Karin. Tapi, Karin yang menggoda Arai. Karin, yang dulunya terkenal dengan sebutan si perempuan es, sekarang harus lebur oleh seorang duda yang pandai mempermainkan perasaan.
“Tidur lagi saja Karin. Masih jam 3 pagi,” kata Arai dengan suara mengantuk. Ia merangkul Karin lebih erat hingga Karin tidak bisa bergerak. Suara dengkuran Arai yang lembut, meninabobokan Karin. Ia kembali terbius dalam alam mimpi.
Arai dan Karin (Sumber gambar: free use Canva, https://pngtree.com/so/Hugging).