Labirin Cinta (Bab 21)
Konten dari Pengguna
9 Desember 2021 15:50 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suara Hati
Arai termenung di pojok warung kopi. Suara burung kutilang yang bernyanyi riang tidak bisa mengusir keresahan hatinya. Ia sangat cemas dengan Bu Diana yang sedang menjalani pemeriksaan sebagai seorang saksi di kantor polisi hari ini.
Andai aku tidak ceroboh, Bu Diana tidak akan diteror oleh renternir hingga berurusan dengan polisi.
ADVERTISEMENT
Andai aku tidak mengenal Bu Diana dan Karin, apakah mereka akan lebih berbahagia?
Andai aku tidak sangat mencintai Karin, apakah ambisiku untuk meraih kekayaan akan memudar?
Andai aku tidak jatuh cinta, apakah hidupku lebih terkendali?
Oh Tuhan.
Aku sangat menyayangi Bu Diana melebihi ibu kandungku. Ia menolongku ketika aku terperosok jurang yang sangat dalam. Mana mungkin aku tega menipunya?
Aku sangat ingin membahagiakan Karin dan melimpahinya dengan segala materi hingga segala kerut di keningnya menghilang. Sungguh, resesi ekonomi ialah musuh yang kejam. Aku tahu rasanya lapar yang mencekik lambung, bagaimana derita perut yang melilit hingga terasa hampa, asamnya mulut hingga lidah terasa kelu, dan lunglainya kaki seolah tak mampu menyangga beban tubuh. Keluargaku merasakan kesengsaraan itu. Oleh karena itu, aku tak ingin Karin mengalami hal serupa.
Jika aku bisa mengulang waktu, apakah aku akan tetap jatuh cinta pada kekasihku, Karin?
ADVERTISEMENT
Jika aku bisa memilih, apakah aku sanggup untuk melepaskan Karin?
Tidak, aku tidak bisa.
Aku lebih baik mati daripada harus melepas lagi cintaku.
Aku harus berjuang menyelesaikan segala kemelut ini.
Ya, aku mencintainya walaupun terasa berat untukku mengakui rasa cinta.
Aku sangat takut kehilangannya seperti buih laut yang memecah setiap saat.
Aku sangat mencintainya hingga aku terobsesi untuk mengumpulkan harta untuknya.
Aneh bukan caraku untuk mencintainya?
Tapi, inilah aku, Arai.
Harga diriku ialah kebanggaanku.
Aku tak ingin merunduk di depan kekasihku.
Aku ingin berdiri dengan penuh percaya diri di hadapannya dan memeluknya.
Tunggulah aku, Sayang.
Suatu saat aku akan menjemputmu.