Labirin Cinta (Bab 7)

Fransisca Susanti
Hai, nama panggilanku Sisca. Aku lulusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani dan master graduate Manajemen Bisnis SB IPB. Sekarang kerja sebagai translator lepasan, kolaborasi blog, dropshipper tshirt, dan usaha preorder makanan waroenkmoe.
Konten dari Pengguna
24 Oktober 2021 7:29 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bioskop
Arai (Sumber gambar: free use Canva, imgbin.com).
Masa pendekatan dalam hubungan ialah masa-masa terindah. Nuansa misterius yang menyelimuti Arai menambah pesonanya. Karin selalu jatuh cinta pada tipe pria yang sama, yaitu pria-pria cowboy yang cuek, tidak peduli, maskulin, terutama pemurung bermata sendu. Karin merasa dirinya lemah dan terhanyut oleh mata pria yang kelam dan sedih. Semakin pria itu pesimis dan murung, Karin merasakan daya pesona yang luar biasa untuk mendekat seperti lebah madu yang terpikat harumnya nektar. Hal inilah yang sekarang dirasakan Karin. Profil wajah Arai selalu terbayang dalam malam-malam yang panjang hingga wajah Karin serasa memanas. Usia Karin tak belia lagi, ia sekarang berusia 30 tahun, tapi ia kembali merasakan debaran jantung ala remaja berumur 17 tahun. Karin teringat ketika Arai mengoloknya dan bernyanyi riang.
Karin (Sumber gambar: free use Canva, imgbin.com).
Karin, si daun tua
ADVERTISEMENT
Banyak dicintai pria,
Sayangnya,
Pengagumnya kakek tua renta
Yang kaya raya
Tapi, pipinya super kempot
Peot, peot, peot
Kakek (Sumber gambar: free use Canva).
Arai bertingkah menyebalkan sekali, bukan?  Olok-olok ini terjadi karena Bu Diana menceritakan pada Arai bahwa lima tahun yang lalu Karin pernah dilamar Pak Robert, seorang pemilik hotel di Kota Bogor. Bahkan, ia berjanji untuk memberikan 50% saham hotel saat akad pernikahan. Tapi, Bu Diana tidak setuju karena Pak Robert seusia dengan Bu Diana. Selain itu, Pak Robert terkenal suka bermain dengan perempuan panggilan. Tentu saja Bu Diana keberatan jika anak perempuan tersayangnya harus menghabiskan masa hidup di samping bandot tua. Bagaimana jika Karin terkena sifilis atau HIV? Sungguh memalukan jika Karin memiliki suami yang tidak bisa menjaga moralnya. Bu Diana, tipe perempuan kolot yang berpegang teguh bahwa jodoh itu harus ditentukan berdasarkan babat, bibit, dan bobot. Bu Diana tidak mengetahui apa yang membuat Karin ceria dan senang berdandan akhir- akhir ini. Tapi, ia tidak ingin menanyakan lebih lanjut mengingat hubungan cinta Karin dan Pasha yang kandas. Tidak ada salahnya jika Karin bersenang-senang dan menghibur diri. Siapa tahu Karin menemui jodohnya yang sejati.
ADVERTISEMENT
“Begitu saja tersinggung,” kata Arai sambil tertawa geli melihat keganasan jemari Karin yang mencubiti pinggangnya.
“Siapa yang tidak kesal disebut daun tua? Kakak tidak mengerti perasaan perempuan. Bagi kami, usia itu topik yang sangat sensitif.”
“Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan Karin, tapi memuji Karin. Daun muda itu sering dikonsumsi sebagai lalaban dan berkonotasi negatif, yaitu dipermainkan pria. Sedangkan daun tua itu digunakan sebagai bumbu masak dan berkesan positif. Karin sayang, jangan merengut terus. Nanti kau cepat tua dan ubanan. Lihatlah di kaca spion, wajah Karin sudah ada keriputnya. Satu keriput, dua, tiga…”
“Kakak! Menyebalkan sekali. Penting ya, mengingat usia Karin terus-menerus. Kakak juga bisa saja nikah sama nenek keriput jika Kakak terlalu selektif,” jerit Karin dengan penuh rasa jengkel. Ia langsung mencubit kembali pinggang Arai dengan gemas. Pria usil itu hanya tertawa keras hingga kacamatanya melorot.
ADVERTISEMENT
“Sudah, sudah, ampun, geli sekali. Aku menyerah. Sekarang kita pergi ke bioskop, ya? Katanya, sayangku ingin kembali kencan ala umur 17 tahun. Karin ingin menonton apa?”
“Apa saja, Kak. Aku suka genre horor atau action.”
“Okay, sayang. Kita menonton action saja.”
***
Karin tidak menyangka ada sisi romantis dalam diri seorang Arai Ferdian yang usil. Begitu Karin turun dari mobil, Arai langsung meraih tangan kiri Karin dan menggandengnya dengan luwes. Arai tidak pernah melepaskan genggamannya walaupun Karin merasa agak canggung karena ia jarang berkencan di area mall yang penuh orang. Arai seorang pria yang berkarisma, optimis, dan penuh percaya diri. Karakteristik Arai sungguh berbeda dengan Karin yang pesimis dan kikuk. Jika Arai terlihat profesional dan memiliki personal brand yang kuat, maka Karin sering bersikap jutek pada orang-orang yang kurang disukainya. Karin bagaikan buku cerita anak-anak bergambar yang alur ceritanya mudah dipahami. Segala perasaan Karin terlihat dalam ekspresi wajahnya. Hal itu membuat Karin banyak memiliki sahabat karena keterusterangan dan ketulusan merupakan fondasi dalam hubungan pertemanan yang erat. Tapi, hal tersebut merupakan hambatan dalam karir Karin di perusahaan karena dunia karir menuntut personal brand yang sesuai dengan citra perusahaan.
Bioskop (Sumber gambar: free use Canva).
Karin tidak dapat fokus menikmati jalannya cerita dalam bioskop. Pikirannya buntu. Dalam sekejap ia sudah melupakan Keanu Reeves, aktor favoritnya. Entah musuh Mas Keanu ini siapa. Karin menatap nanar ke arah layar bioskop. Baku hantam dan tembak ala perang mafia sedang terjadi. Tapi, yang Karin rasakan ialah hembusan hangat napas Arai yang menggelitik saraf-saraf telinganya. Arai yang melakukan action! Untuk kesekian kali Arai mencium dan mengulum telinga sebelah kiri Karin sehingga Karin menggelinjang. Dampak ciuman Arai sangat meresahkan sehingga Karin merasa dirinya mulai terbuai. Wajahnya terasa panas. Karin menatap sisi kanan wajah Arai yang hanya diterangi cahaya dari layar bioskop. Lekuk wajah berbentuk oval yang elok dengan garis rahang yang tajam. Hidungnya mancung menyerupai hidung patung Dewa Apollo. Hidung yang lurus sempurna, tanpa bengkok. Ketika pikiran Karin sedang sibuk menilai profil wajah di sampingnya, Arai sibuk mencuri ciuman.
Cinta (Sumber gambar: free use Canva).
”Kak, nanti ada yang lihat,” bisik Karin setelah satu ciuman panjang yang membuat jantung Karin berdebar kencang.
ADVERTISEMENT
“Tidak, mereka juga sibuk menonton atau bermesraan,” sahut Arai dengan santai. Arai tidak mempedulikan pengunjung bioskop lainnya. Ia sengaja memesan tempat duduk di pojok kanan atas dengan niat romantisme ala remaja berumur 17 tahun. Ia percaya diri orang lain tidak akan melihat kenakalannya. Jika mereka melihat pun, ia tidak peduli. Ia merangkul bahu Karin sehingga kepala Karin bersandar di dadanya.
Walaupun sekarang Arai sudah menginjak kepala empat, ia mengakui bahwa ia belum pernah merasakan romansa berpacaran dengan perempuan pilihannya sendiri. Selama ini perempuan-perempuan yang ada dalam hidup seorang Arai Ferdian merupakan hasil mak comblang sahabat-sahabatnya. Tapi, tentu saja Karin tidak mudah terbuai begitu saja oleh perkataan manis Arai. Karin mengendus bahayanya seorang duren alias duda keren yang misterius. Arai dengan mata kelam dan senyumnya yang sendu tidak bisa menipu begitu saja insting Karin. Arai seperti mengetahui kelemahan Karin yang mudah terpikat pada pria pemurung. Menurut Karin, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka cenderung memilih pasangan dengan tipe yang mirip satu sama lain. Arai dan Pasha memiliki karakteristik yang mirip, walaupun tidak sama persis. Sebenarnya, mereka tipe pria yang mudah disukai perempuan karena cuek, tidak cerewet, dan romantis. Tapi, Arai jauh lebih sulit dimengerti dibandingkan Pasha. Arai sangat menjaga imagenya, sedangkan Pasha lebih apa adanya. Jika Arai sangat optimis dan berani memperjuangkan cinta, sangat berbeda dengan Pasha yang mudah patah. Karin mulai terbuai oleh tingkah laku manis Arai seperti sekarang ini, yaitu merangkul Karin dan menggenggam tangan Karin sepanjang durasi film. Perlakuan sederhana seperti itu meluluhlantakkan hati Karin yang dingin.
ADVERTISEMENT
Jauh di lubuk hati Karin yang terdalam, ia merasa takut untuk jatuh cinta lagi. Karin belum siap untuk menyerahkan lagi hatinya seutuhnya pada seorang pria. Banyak kisah cinta berkata bahwa cinta pertama tidak terlupakan. Hal itu memang benar, tapi kisah cinta pertama jarang yang langgeng menuju pernikahan. Untuk perempuan seumur Karin yang berumur 30 tahun, cinta yang ia rasakan jauh berbeda dengan cinta pertama. Perasaan cinta yang menggebu itu telah hilang ditelan masa dan tergantikan oleh perasaan cinta yang lebih dalam dan menerima apa adanya. Maka, jatuh cinta pada pasangan berumur dewasa jauh lebih berbahaya karena tidak hanya berdasarkan hati, tapi berdasarkan logika walaupun perasaan cinta tentu akan jauh dari kata logika. Cinta memang untuk dirasakan, bukan untuk dianalisis.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Karin yang terlihat bingung akan perasaannya sendiri, Arai terlihat lebih mantap. Arai merasa Karin itu sulit diraih dan peragu. Tapi, Arai senang dengan tantangan. Karin akan menjadi miliknya. Karin bukan lagi milik Pasha, melainkan Arai. Walaupun Arai belum menyadari apakah perasaan aneh ini ialah cinta, tapi uniknya, Arai merasakan rasa sayang yang luar biasa pada Karin. Arai tidak menyukai ketika Karin membicarakan Pasha. Tapi, Arai pandai menyembunyikan rasa cemburunya. Ia mengetahui Karin yang cinta kebebasan akan menjauh jika ia terlalu mengekang. Ia akan sangat sabar dalam menghadapi Karin sehingga Karin tidak akan menyadari jerat benang-benang halus milik Arai mulai terbentang.
Untuk kesekian kalinya, Arai membuat Karin bertingkah seperti ikan mas koki yang menggelepar kepanasan. Padahal Arai hanya membelai sisi kiri wajah Karin. Arai tersenyum puas. Karin tidak sedingin yang ia kira dan terbukti Arai masih profesional dalam memikat seorang perempuan. Ia mengetatkan rangkulannya dan menenangkan tubuh Karin yang agak gemetar. Arai akan mengerahkan segala upaya untuk memperoleh hati Karin. Arai benci Pasha yang masih menguasai hati Karin. Mulai detik ini, Arai bertekad untuk membuat Karin melupakan Pasha. Semua kenangan Pasha harus terhapus. Titik.
Karin (Sumber gambar: free use Canva).