Labirin Cinta (Bab 8)

Fransisca Susanti
Hai, nama panggilanku Sisca. Aku lulusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani dan master graduate Manajemen Bisnis SB IPB. Sekarang kerja sebagai translator lepasan, kolaborasi blog, dropshipper tshirt, dan usaha preorder makanan waroenkmoe.
Konten dari Pengguna
24 Oktober 2021 13:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fransisca Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bisikan
Bubur ayam (Sumber gambar: free use Canva).
“KAK AMY JAHAT, KEMARIN MERACUNIKU HINGGA AKU DIARE SEMALAMAN. KAK AMY KAN YANG MEMBUBUHI BUBUR AYAMKU DENGAN RACUN TIKUS? MATI SAJA KAU!” Tuduh Riza dengan suara menggelegar.
Mangkuk (Sumber gambar: free use Canva).
PRANG.
ADVERTISEMENT
Pecahan mangkuk berhamburan tepat di hadapan Amy yang berdiri di depan pintu kamar. Riza membawa setumpuk mangkuk dan hendak membidik kepala Amy yang hanya berdiri terpaku. Dengan sigap Karin menarik adik perempuannya mundur dan membanting pintu jeruji besi. Kemudian, menyelot dan menggemboknya dengan cepat, walaupun Riza berusaha menggagalkan usaha Karin dengan mendorong pintu tersebut. Tapi, Bu Diana membantu untuk menahan pintu tersebut. Sekilas terlihat wajah Riza dengan wajah pucat dan mata yang mendelik. Hanya satu kata yang dapat menjelaskan mimik Riza sekarang, yaitu senyuman Mammon. Ya, hanya anak iblis yang memiliki senyum dingin dan menakutkan seperti itu.
Riza (Sumber gambar: free use Canva).
“HEY, BUKA PINTUNYA. AMY, KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB. DASAR PEREMPUAN JAHANAM DAN PENGECUT, BUKA PINTUNYA. KUBILANG BUKA! AKAN KUBUNUH KALIAN SEMUA,” teriak Riza sembari menggedor pintu. “BUKAAAAAA! KUBUNUH KALIAN SEMUA.”
ADVERTISEMENT
Terdengar Riza terus berusaha mendobrak pintu. Ia meninju dan menendangi pintu jeruji besi tersebut dengan penuh amarah. Untungnya, sebulan lalu Bu Diana memasang pintu ganda, yaitu pintu kayu dan pintu jeruji besi. Bu Diana sudah memprediksi hal terburuk yang mampu dilakukan Riza yang paranoid.
Jeruji pintu (Sumber gambar: free use Canva).
Riza menendang pintu jeruji besi tersebut semakin lama semakin keras sehingga menghasilkan bunyi yang berdentum-dentum.  Riza berlari ke teras kamar dan melempari jendela dengan piring dan gelas. Berkat jeruji besi jendela, mereka aman dari  lemparan Riza yang membabi buta. Bunyi pecahan barang pecah belah bercampur dengan makian Riza. Tapi, yang paling mengerikan ialah bunyi gergaji beradu besi yang menghasilkan bunyi benturan dan gesekan dengan irama yang menyayat hati. Tak puas dengan gergaji, Riza memukul pintu besi dengan palu. Bunyi berdentang-dentang membahana hingga memekakkan telinga. Kemudian, disambut hening yang mencekam seisi kamar. Detik demi detik yang mengancam terasa begitu lambat, tapi tidak ada yang sanggup bergerak. Tiba-tiba gagang pintu bergerak-gerak dengan penuh semangat seolah-olah siap menyambut datangnya Sang Nemesis. Rupanya, Riza meloloskan sebelah tangannya melalui sela-sela jeruji besi untuk menggerakkan gagang pintu kayu yang berada di balik pintu jeruji besi. Karin bisa mengetahui hal tersebut karena Karin berdiri di atas kursi yang diletakkan di depan pintu sehingga ia dapat mengintip Riza melalui lubang ventilasi kamar. Karin begitu tegang hingga ia merasa napasnya hendak putus. Belum pernah adrenalinnya berpacu secepat ini. Bu Diana duduk di tepi kasur dengan wajah pucat pasi, sedangkan Amy hanya berdiri mematung dengan wajah tanpa ekspresi. Tapi, tidak ada yang terjadi. Setelah setengah jam berkutat dengan pintu yang keras kepala tersebut, Riza meninggalkan rumah. Bu Diana mengintipnya dari balik jendela kamar.
Gergaji dan palu (Sumber gambar: free use Canva).
“Cepat, siapkan baju 2 setel dan perlengkapan mandi. Malam ini juga kita menginap di hotel,” seru Bu Diana dengan panik. Air matanya mengancam hendak turun, tapi berhasil ditahannya dengan susah payah.
ADVERTISEMENT
***
Hotel Sunrise (Sumber gambar: free use Canva).
Hotel Sunrise merupakan hotel di Kota Bogor yang terletak di daerah Warung Jambu. Walaupun bangunannya berbentuk sederhana, tapi interiornya cukup mewah. Berkat kemampuan negosiasi Bu Diana, harga kamar ini dipotong setengah harga oleh In-Charge Manager. Kamarnya sangat nyaman. Mood Amy yang berkabut langsung cerah. Dengan antusias, ia menentukan pojok favoritnya di spring bed ukuran nomor satu yang cukup untuk tidur bertiga. Sembari bersenandung riang, ia menata bajunya di lemari. Dan kemudian, duduk anteng menonton Cuisine Channel seolah-olah menginap di hotel ini merupakan acara liburan, dan bukan pelarian.
Secangkir cokelat panas (Sumber gambar: free use Canva).
Bu Diana juga terlihat lebih tenang. Minum cokelat panas memang membawa kebahagiaan. Segala rasa sedih dan kegalauan hati seolah menguap dalam uap cokelat kental panas yang mengepul-ngepul.
ADVERTISEMENT
“Karin, besok pagi kita ke Rumah Sakit Jiwa Salak Indah. Ibu ingin konsultasi terlebih dahulu dengan dokter jiwa mengenai Riza.”
“Ya, Bu. Sebaiknya Riza segera berobat. Setiap malam ia meracau berjam-jam. Ia juga sering muntah. Mengapa ia muntah terus? Apakah karena ia membeli makanan dari warteg yang sudah basi?”
“Mungkin saja. Selain itu, Riza makannya terlalu banyak. Dalam sekali makan ia bisa menyantap 10 porsi seperti bakso, nasi Padang, nasi ayam, dan entah apa lagi yang ia makan.”
“Uang jajan Riza kan terbatas?”
“Tapi, ia meminjam dari berbagai tempat makan. Riza meminta Ibu membayarnya. Dalam sakitnya, Riza masih mengingat jumlah hutang dan tempat ia berhutang. Bahkan, ia memberikan alamat rumah kita untuk tempat penagihan. Schizophrenia, penyakit jiwa yang unik sekali. Ibu pusing memikirkan Riza.”
ADVERTISEMENT
“Menurutku, Riza terlalu ambisius. Begitu ambisinya tidak tercapai, berakibat fatal. Sejak remaja Riza ingin sekolah di SMU yang terelit di Kota Bogor, yaitu SMK Harapan Bangsa. Ibu ingat kan penyakit schizophrenia mulai menyerang Riza ketika ia sekolah di SMK Pelita Nasional yang sederhana. Riza tidak betah bersekolah di sana walaupun teman-teman sekolahnya baik hati.”
“Setiap mengingat hal tersebut, Ibu merasa bersalah pada Riza. Ibu tidak bisa memberikan pendidikan yang terbaik bagi Riza.”
“Itu bukan salah Ibu. Situasi ekonomi keluarga kita memang tidak stabil, tapi bukan berarti Ibu memberikan pendidikan yang buruk bagi Riza.”
“Terima kasih banyak, Karin. Kata-katamu sangat berarti bagi Ibu,” sahut Bu Diana sembari menahan isak tangis.
Bu Diana (Sumber gambar: free use Canva).