Pernikahan Dini dan Risiko yang Ada di Dalamnya

Siti Ambarwati Pertiwi
Seorang mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Pamulang semester akhir
Konten dari Pengguna
23 September 2021 15:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Ambarwati Pertiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay/Anemone123
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay/Anemone123
ADVERTISEMENT
Pernikahan dini bukan lagi merupakan hal yang aneh di banyak negara, salah satunya Indonesia. Pernikahan dini dapat terjadi dengan berbagai macam alasan di dalamnya. Alasan ekonomi, budaya, atau alibi sebagai upaya untuk mengindari perzinahan dan pergaulan bebas pun bisa menjadi faktor mengapa hal tersebut seolah menjadi hal yang lumrah dan diwajarkan. Belum lagi banyaknya public figure atau akun-akun di sosial media yang ramai memberikan imbauan untuk menikah muda tanpa memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai risiko yang akan dihadapi, seolah turut memperkeruh keadaan ini.
ADVERTISEMENT
Lalu, sebenarnya apakah pernikahan dini itu? Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Di Indonesia sendiri, Pemerintah telah meresmikan bahwa usia minimal pernikahan bagi laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seperti yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lantas, dengan diterbitkannya peraturan tersebut, mengapa masih banyak yang seolah mewajarkan dan membiarkan pernikahan dini tetap terjadi? Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tercatat bahwa perkawinan anak di Indonesia pada tahun 2020 mencapai angka 10,19 persen. Namun, sebenarnya angka tersebut telah mengalami penurunan, walaupun memang tidak signifikan, dari yang tercatat di tahun 2017, di mana perkawinan anak berada di angka 11,54 persen. Padahal pernikahan dini merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Namun, masih banyak orang yang menganggap bahwa jika pernikahan dini dilaksanakan, maka akan membawa kehidupan yang lebih baik dan layak. Jika ditelisik lebih jauh lagi, pernikahan dini justru dapat menimbulkan kerugian, terutama bagi pihak perempuan.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang melaksanakan pernikahan dengan tujuan untuk memiliki keturunan. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang salah. Setiap pasangan berhak untuk menentukan keputusan yang dianggap baik bagi mereka ke depannya. Namun, apa yang terjadi jika kehamilan terjadi di usia yang masih belia? Kehamilan dini cenderung memiliki risiko yang tinggi, salah satunya adalah kelahiran prematur. Hal tersebut dapat terjadi karena rahim belum sepenuhnya siap. Kondisi tersebut tentu akan sangat membahayakan ibu dan janin, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, kondisi psikologis anak usia dini yang masih labil juga dikhawatirkan akan memberikan dampak yang buruk dalam pernikahan. Emosi yang menggebu-gebu dan pemikiran yang masih ingin bebas layaknya anak seumurannya, dapat membawa petaka ke dalam pernikahan. Adu argumen pun tak dapat dihindari. Semuanya hanya akan berakhir dalam kekacauan jika tidak ada yang berusaha mengalah dan menekan egonya.
ADVERTISEMENT
Hanya itu? Oh, tentu tidak. Masih ada lagi dampak buruk dari pernikahan dini ini. Pernikahan dini juga akan memberikan dampak buruk dalam pendidikan. Dikhawatirkan, pasangan yang menikah dini akan mengalami ketertinggalan dalam dunia pendidikan yang diakibatkan oleh pernikahan yang dilakukannya. Efeknya, pengetahuan yang dimiliki pun akan terbatas karena terhambatnya proses pendidikan ini. Masa muda yang diharapkan akan dipenuhi dengan belajar dan bersenang-senang demi masa depan serta harapan untuk dapat memperbaiki perekonomian bagi sebagian orang, malah harus dibebani dengan urusan rumah tangga.
Yang tak kalah menakutkan adalah perceraian yang harus dihadapi oleh pasangan usia belia yang diakibatkan karena belum siapnya secara mental bagi mereka untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Pernikahan bukanlah hal yang mudah. Akan ada banyak tantangan dan rintangan yang akan dihadapi di dalamnya. Lalu, jika pasangan belum siap untuk menghadapi masalah dan belum bisa berpikir dewasa, bukan tidak mungkin perceraian dapat menjadi jalan yang ditempuh.
ADVERTISEMENT
Pernikahan bukanlah hal yang mudah. Perlu banyak pertimbangan baik dalam hal psikologis, fisik, maupun finansial yang perlu diperhatikan. Orang dewasa pun masih banyak yang terseok kehidupan rumah tangganya, apalagi anak-anak yang masih belum stabil kondisinya. Pendampingan dari orang tua dan edukasi yang mudah dijangkau oleh semua kalangan diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia.
Menyadari masih memiliki waktu yang panjang, masih banyak cita-cita yang perlu digapai, dan berusaha untuk memperbaiki kualitas diri agar mendapatkan pasangan yang berkualitas juga perlu ditanamkan dalam diri anak agar terhindar dari pernikahan dini. Orang tua tidak sepantasnya menganggap bahwa anak adalah beban dan berusaha untuk melepas tanggung jawab dengan menikahkan anaknya di usia belia. Sebagai orang tua, sudah selayaknya dan sepatutnya untuk berusaha untuk bertanggung jawab dan memenuhi segala kebutuhan buah hatinya. Dengan itu, anak pun pantas untuk menjalani kehidupan yang layak dan menggapai mimpi yang telah dirancang oleh mereka.
ADVERTISEMENT