5 Cara agar Lebih Mudah Memaafkan

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
29 April 2022 9:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
5 Cara agar Lebih Mudah Memaafkan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Hampir semua orang pernah merasa tersakiti. Komentar "nyelekit" tetangga, dicurangi teman kerja, perlakuan buruk keluarga, pengkhianatan pasangan, menjadi alasan kita sulit untuk melupakan apalagi memaafkan.
ADVERTISEMENT
“Memaafkan orang yang pernah menyakiti kita memang tak mudah, tapi terus menerus mengingatnya, menyimpan amarah dalam hati bisa membuat pikiran kita selalu negatif sehingga lama kelamaan bisa merusak mental kita,” ujar Dr. Tyler VanderWeele, dari Harvard T.H. Chan School of Public Health. Sayangnya, praktiknya tak semudah itu. Adakah cara agar memaafkan menjadi lebih mudah dilakukan?
Ada 5 cara yang bisa dicoba untuk belajar memaafkan, yaitu:
1. Mengingat kembali
Langkah pertama adalah dengan mengingat kembali kejadian secara objektif. Tujuannya bukan untuk melihat sosok yang menyakiti secara negatif apalagi menyalahkan diri sendiri, melainkan memahami situasi yang salah. Bayangkan orang yang menyakiti, situasi, dan semua perasaan yang muncul, rasakan amarahnya atau sedihnya.
2. Coba berada di posisinya
ADVERTISEMENT
Berusahalah untuk memahami sudut pandangnya dan coba memahami mengapa ia menyakiti kita. “Sering kali ketika seseorang menyakiti orang lain, bukan karena sengaja ingin menyakitinya tapi karena dirinya punya masalah pribadi seperti cemas, ketakutan, dan rasa sakit yang dialami. Sehingga, menyakiti orang lain hanya bentuk pelampiasan akan ketidakpuasan dirinya,” ujar Dr. VanderWeele.
3. Perlahan mengikhlaskan
Kita itu punya naluri memaafkan, sebuah karunia yang patut kita syukuri. Coba perlahan belajar mengikhlaskan dengan mengikuti naluri kita. Caranya? Dengan mengingat kesalahan yang pernah kita buat pada orang lain, lalu ia memaafkannya. Perasaan lega, perasaan nyaman yang kita rasakan saat dimaafkan ini yang sejatinya bisa kita bagi dengan coba melakukan yang sama pada orang yang menyakiti kita, lalu perlahan belajar mengikhlaskan.
ADVERTISEMENT
4. Komitmen untuk memaafkan
Sudah mengingat kembali dan akhirnya memutuskan untuk memaafkan, kini saatnya kita komitmen pada keputusan yang kita buat. Tak perlu ada yang mengetahui, cukup diri kita sendiri. Tulis di buku harian, bahwa kita telah memutuskan untuk berdamai dengan masa lalu, memafkan, dan belajar mengikhlaskan.
5. Pertahankan
Terakhir, pertahankan maaf kita. Ini adalah tahapan yang paling sulit, karena memori akan selalu bisa muncul kembali. Memaafkan bukan berarti menghapus memori, tapi mengubah pandangan dan reaksi kita terhadap memori tersebut.
Kok, masih berat ya untuk memaafkan…
Supaya kita lebih mudah dan terbiasa untuk memaafkan, coba dari hal kecil. Misalnya, ketika ada orang yang mengklakson dan menyalip kita, coba pahami situasi dan kemungkinan ia melakukannya. Terburu-buru, ada kondisi darurat, atau memang ia sengaja karena begitulah adab mengemudinya. Gunakan momen tersebut untuk bisa mengontrol diri lebih baik dan memaafkan.
ADVERTISEMENT
“Dengan cara ini, kita juga belajar untuk menghentikan reaksi negatif dengan cepat serta perasaan yang muncul bersamanya,” ujar Dr. VanderWeele.
Kita juga bisa mengingat betapa besar manfaat memaafkan agar lebih mudah melakukannya.
Sebuah studi observasi dan percobaan yang dilakukan harvard.edu menemukan bahwa memaafkan bisa menurunkan tingkat depresi, kecemasan dan kebencian, mengurangi tingkat pelecehan, meningkatkan kepercayaan diri dan kepuasan terhadap hidup.
Penelitian lain menunjukkan bahwa memaafkan bisa mengurangi tingkat stres dan bisa membuat kesehatan mental kita menjadi lebih baik. Kita juga bisa lebih mudah mengidentifikasi apa yang kita inginkan dan menemukan tujuan hidup. Kita pun tak lagi terjebak di masa lalu dan bisa merasa lebih lepas dan terbebas dari tekanan, yang kesemuanya ini berdampak baik bagi kesehatan.
ADVERTISEMENT
Memaafkan bisa menjadi sebuah tantangan yang sulit, apalagi jika ia yang menyakiti rasanya tak pantas untuk kita maafkan. Kalau kita maafkan, seolah kita memaklumi kesalahannya, padahal tidak. Tapi perlu kita ingat, memaafkan bukan berarti kita mengiyakan apa yang sudah ia lakukan, bukan pula memaklumi kesalahannya, tapi melepas kenangan buruk dengan siapapun yang melakukannya, apa yang dilakukannya, dan berjalan maju dengan atau tanpanya.
Ingin lebih terampil memaafkan diri sendiri dan orang lain? Ikuti kelas online gratis Berdamai dengan Diri bersama Alzena Masykouri, M.Psi., Psikolog di www.demikita.id.
Photo created by jcomp - www.freepik.com