7 Cara Bicara dengan Orang Tua Pelaku Bully

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
17 Februari 2020 9:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
7 Cara Bicara dengan Orang Tua Pelaku Bully
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika mengetahui anak kita menjadi korban bullying, tentu saja kita merasa sedih sekaligus marah. Tidak hanya kepada pelaku bully itu sendiri tetapi kepada orang tuanya, apalagi jika pelaku masih dibawah umur. Menemui orang tua pelaku dan melampiaskan rasa marah adalah hal pertama yang terlintas di benak kita, namun apakah hal tersebut mampu menyelesaikan masalah? Bagaimana jika kita kenal baik orang tua pelaku, sehingga sungkan untuk berterus terang?
ADVERTISEMENT
Agar masalah tidak berlarut-larut, coba lima langkah dari Today’s Parents tentang cara bicara yang efektif untuk menghadapi orang tua pelaku bully berikut ini!

1. Tenangkan diri dahulu

Betul, jangan mengambil langkah apapun hingga kita merasa benar-benar tenang, detak jantung sudah kembali normal, letupan-letupan di dada sudah mereda. Lebih bijak lagi, jauhi ponsel atau telepon untuk menghindarkan kita dari berbicara pada pelaku bully ataupun orang tuanya via telepon atau lebih buruk lagi menuliskan apa yang baru saja dialami oleh anak kita di media sosial, termasuk menyebut nama pelaku bully. Jika kita sudah merasa cukup tenang, ambil waktu sesaat lagi untuk benar-benar mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh anak dan mengikis sisa-sisa emosi negatif yang masih ingin dikeluarkan.
ADVERTISEMENT

2. Tulis apa yang ingin dikatakan

Kini saatnya kita memikirkan apa yang akan kita katakan pada orang tua pelaku bully. Pilih kata-kata yang paling bijak, diplomatis, elegan, dan tidak terlihat emosional, meskipun kita ingin berkata sebaliknya. Menuliskan poin-poin penting yang ingin kita sampaikan dapat mencegah pembicaraan melebar dan memastikan tujuan utama kita tercapai.

3. Bicara empat mata

Membuka pembicaraan secara tertulis melalui email atau WhatsApp merupakan hal yang cukup baik, khususnya jika kita masih merasa sakit hati dengan apa yang dialami oleh anak. Namun, berbicara secara langsung melalui telepon ataupun tatap muka adalah cara terbaik untuk membuka ruang diskusi. Awali dengan kalimat meminta tolong seperti, “Saya mohon bantuannya untuk menyelesaikan masalah antara A dan B (sebut nama anak)”. Hindari menggunakan kata “anak saya” dan “anak Anda” jika memungkinkan. Utarakan bahwa pembicaraan ini memang tidak mengenakkan namun kita butuh mendiskusikan situasi tersebut.
ADVERTISEMENT

4. Minta mereka mencari informasi

Apabila menjelaskan duduk permasalahannya dari sudut pandang anak kita dirasa terlalu rentan menimbulkan konflik lebih jauh, kita bisa meminta orang tua pelaku bully untuk mencari informasi seputar kasus tersebut. Misalnya, coba ceritakan bahwa anak kita pulang sekolah dalam keadaan sedih setelah berinteraksi dengan anaknya. Minta orang tua tersebut untuk bertanya kepada anaknya mengenai apa yang mungkin terjadi dan menghubungi kita kembali kemudian. Cara bicara seperti ini memungkinkan kita untuk menghindari adanya salah paham dan lebih cepat mencari solusi.

5. Hindari menyebut “pem-bully

Meskipun apa yang dilakukan pelaku pada anak kita jelas merupakan bentuk bullying, hindari menyebut pelaku dengan kata “pembully”. Hal ini akan membuat orang tuanya bersikap defensif. Sebaliknya, sebutkan dengan jelas perilaku anak tersebut yang membuat anak kita sedih, alih-alih melabeli pelaku. Selain tidak terkesan menuduh, menghindari pelabelan juga membuat orang tua pihak seberang lebih terbuka akan diskusi dan tidak merasa dihakimi.
ADVERTISEMENT

6. Jadi pendengar yang baik

Anak kita yang jadi korban, kok malah disuruh mendengarkan? Mungkin saja orang tua pelaku memiliki masalah yang lebih pelik dengan anaknya. Jika mereka berbagi dengan kita tentang masalah ini, jadilah pendengar yang baik meskipun berat. Cara bicara yang tepat tidak harus melulu bicara, tapi juga mendengar. Jangan sampai kita juga menjadi pelaku bully terhadap orang tua pelaku. Yang penting, tetaplah fokus pada inti masalah agar cepat menemukan solusinya.

7. Bekerja sama

Hal ini dapat dilakukan jika orang tua pelaku adalah seseorang yang kita anggap teman baik. Kita bisa bercerita padanya tentang apa usaha yang sudah kita lakukan terhadap anak kita, sembari meminta masukan mengenai apalagi yang masih bisa kita lakukan untuk mengatasi hal ini. Dengan cara seperti ini, kita tidak akan terjebak untuk saling menyalahkan. Ia juga akan merasa tidak enak dengan sikap baik kita dan bersungguh-sungguh melakukan sesuatu untuk mengubah perilaku anaknya. Meskipun kita ingin pelaku bully menghentikan tindakannya sesegera mungkin, namun kebanyakan kasus bullying membutuhkan proses untuk benar-benar berhenti.
ADVERTISEMENT
Tidak menjadi jaminan bahwa melakukan semua langkah di atas akan menyelesaikan masalah. Jika bullying masih terus berlangsung, maka kitalah yang harus menjaga komunikasi dengan anak kita agar tetap terbuka. Yakinkan dia bahwa kita akan selalu ada untuknya, serta ajari pula bagaimana untuk menjadi seseorang yang tangguh.