9 Kebiasaan Ini Bisa Jadikan Anak Mandiri saat Dewasa

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
19 April 2021 9:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
9 Kebiasaan Ini Bisa Jadikan Anak Mandiri saat Dewasa
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perjalanan mendidik anak hingga menjadi orang dewasa yang mandiri tentu penuh dengan tantangan. Mandiri di sini tidak sama dengan mampu melakukan berbagai macam aktivitas sendiri layaknya anak yang sudah bisa makan tanpa disuapi, namun lebih kepada menjadi pembelajar yang mandiri. Artinya, ketika nanti orang tua sudah tidak mendampingi lagi, anak bisa memiliki motivasi yang kuat atas hal yang ia lakukan tanpa harus disuruh atau diiming-imingi reward. Anak bisa membuat rencana hidup sekaligus strategi meraihnya. Ketika anak gagal, ia bisa menerima kegagalannya, bangkit, mengelola emosinya, dan bisa tahan terhadap godaan.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan itu 9 tahun dan ini adalah sebuah proses, sebuah perjalanan. Maka, bekal yang diperlukan untuk anak kita adalah kemampuan menempuh perjalanan itu. Kemandirian adalah bekal untuk bisa kuat menghadapi proses itu,” jelas praktisi pendidikan Imelda Hutapea, M.Ed dalam Workshop Nasional 1001 Cara Bicara bulan Maret lalu.
Untuk bisa menjadi pembelajar mandiri, anak tentu memerlukan bimbingan orang tua. Tentu saja, Anda tidak bisa mengajari anak membuat rencana hidup saat ia masih balita, pun tidak bisa memberi pemahaman tentang hikmah kegagalan dan pentingnya mengelola emosi. Lantas, bagaimana caranya? Bukankah nilai-nilai kemandirian harus diasah sedini mungkin?
Nah, ada beberapa hal sederhana yang mungkin sudah Anda lakukan dan Anda tidak sadar bahwa dampaknya positifnya akan sangat kuat bagi kemandirian anak di masa depan. Kebiasaan berikut dapat mengasah kemampuan regulasi diri anak, yaitu kemampuan anak untuk menguasai dirinya.
ADVERTISEMENT
1. Membaca buku
Membaca buku ternyata tidak hanya melatih kemampuan membaca dan literasi anak. Membaca buku yang runut sejak awal hingga akhir cerita melatih kesabaran dan pengendalian diri anak. Anak pun dapat memahami bahwa cerita memiliki alur dan pesan moral.
2. Kesempatan membuat pilihan
Melatih anak membuat pilihan bisa dimulai sejak dini, sesederhana memilih pakaian mana yang akan dikenakan untuk pergi atau tujuan akhir pekan. Jika pilihannya tidak mungkin dituruti, jelaskan alasannya atau beri pilihan terbatas (misal: Adek ingin baju yang merah atau biru?).
3. Memiliki jadwal belajar
Ketika anak sudah masuk SD, memiliki jadwal belajar yang rutin dapat membiasakan anak untuk hidup disiplin, terencana, dan belajar bahwa ada strategi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
ADVERTISEMENT
4. Bermain atau berolahraga
Siapa sangka, dua kegiatan yang disukai anak ini ternyata bisa memberi anak pengalaman mengenai kesuksesan. Keberhasilan merangkai puzzle, mencapai skor tertinggi saat bermain game, atau mencetak gol saat bermain bola melawan sang ayah bisa membuat anak merasakan bagaimana senangnya meraih kemenangan. Perasaan ini akan muncul saat anak kelak merencanakan tujuan hidupnya dan membuatnya lebih termotivasi untuk bangkit jika gagal.
5. Kebiasaan baik: ambil-pakai-kembalikan
Membiasakan anak untuk selalu mengembalikan apa yang dipakainya ke tempat semula adalah latihan pengendalian diri dan tanggung jawab, selain juga menjaga agar lingkungan rumah tetap bersih dan rapi. Meski terlihat sepele, namun masih banyak orang dewasa yang belum terbiasa melakukan kebiasaan ini.
ADVERTISEMENT
6. Pola asuh yang otoritatif (apresiatif)
Pola asuh ini bisa menumbuhkan daya diri anak karena anak terbiasa berdialog, didengar pendapatnya, diajak membuat kesepakatan bersama, diapresiasi keberhasilannya, dan mau menjalani konsekuensi dari kesalahannya agar tidak terulang lagi.
7. Terlatih membedakan wants vs needs
Jika anak menginginkan sesuatu, tanyakan apakah hal tersebut memang dibutuhkan (need) atau karena ingin (want)? Kebutuhan artinya hidupnya akan terganggu jika hal tersebut tidak dipenuhi. Misal, anak ingin les skateboard. Anda bisa tanya, apakah hal tersebut akan mengubah hidupnya? Dari pertanyaan ini, anak bisa membedakan apakah ia memang memiliki tujuan atau sekadar ikut-ikutan. Meminta anak menunda keinginan selama 3-5 hari juga bisa membuatnya menilai seberapa kuat keinginan itu. Kemampuan menguasai diri terkait keinginan dan kebutuhan ini akan sangat berguna di masa depan.
ADVERTISEMENT
8. Berani berkata tidak
Kemampuan untuk berani berkata tidak terhadap hal yang tak diinginkannya bisa melatih anak bersikap asertif dan memiliki batasan. Hal ini akan menjadi benteng dari perilaku berisiko saat remaja nanti.
9. Tahu batas dan tahu “cukup”
Di masa serba instan, menunda keinginan bisa menjadi pe-er besar. Melatih “alarm” anak untuk berhenti ketika merasa cukup, baik dalam hal makan, berbelanja, melakukan kesenangan, membuat anak mampu “berkuasa” atas dirinya dan tidak tunduk dengan nafsu. Sama halnya dengan tahu batas, anak berlatih untuk bersikap sesuai batas kesopanan, sedemokratis apapun keluarga Anda. Hal ini juga berlaku saat anak berinteraksi di dunia maya, ingatkan untuk berkomentar sesuai batas kesopanan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan-kebiasaan di atas membutuhkan contoh dan dampingan orang tua secara konsisten. Tidak mudah memang, namun ingat selalu tujuan akhir kemandirian anak saat dewasa sebagai motivasi ketika Anda lelah.