Agar Anak Tidak Lakukan Seks Saat Valentine, Tanyakan 5 Hal Ini

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
12 Februari 2020 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Agar Anak Tidak Lakukan Seks Saat Valentine, Tanyakan 5 Hal Ini
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Masih ingatkah waktu remaja dulu Anda dan teman-teman saling berbagi cokelat saat Hari Valentine? Ya, perayaan hari kasih sayang di Indonesia memang telah berlangsung cukup lama, khususnya saat orang tua generasi X masih duduk di bangku sekolah. Saat itu, perayaan Hari Valentine tidak menjadi kontroversi mengingat aktivitas para remaja sekadar bertukar kartu dan berbagi cokelat.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah sejumlah pemberitaan tentang penjualan paket kondom dan cokelat menjelang Hari Valentine beberapa tahun lalu serta meningkatnya aktivitas seks pranikah belakangan ini, orang tua pun resah. Sejumlah pemerintah daerah pun mengeluarkan larangan perayaan Hari Valentine.
Masalahnya, tidak semua remaja paham dengan kekhawatiran orang tua. Karakter remaja yang penasaran, ingin tahu banyak hal, mudah terpengaruh lingkungan pertemanan, membuat larangan merayakan valentine menjadi sulit dilakukan. Apalagi, jika mereka yakin bisa menjaga diri. Namun, Anda sebagai orang tua tentu ingin mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk perilaku seks pranikah saat merayakan valentine.
Masalahnya, pembicaraan tentang seks tidak bisa diakukan sekali saja. Jika Anda tidak pernah berbicara pada anak mengenai pendidikan seksual sejak awal mereka memasuki masa puber, bukan tidak mungkin Anda akan merasa canggung untuk berdiskusi. Atau, Anda malah bersikap ekstra keras, dengan melarang remaja mendekati hal-hal berisiko tanpa menyebutkan alasan yang masuk akal remaja.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat dengan remaja. Tidak hanya isi dari pesan yang Anda sampaikan, namun juga cara bicara yang tepat dan suasana yang nyaman untuk berdiskusi. Buka kesempatan untuk anak bercerita, dengarkan pendapatnya. Pertanyaan berikut dapat Anda coba untuk membuka pikiran anak agar tidak melakukan hubungan seks saat valentine.
1. Apakah ia dan teman-temannya berencana merayakan valentine
Misalnya, “Kak, Ibu dulu waktu SMP ngerayain valentine sama temen-temen Ibu, lho. Ngasi-ngasi coklat gitu. Kadang ngasinya ke cowok yang kita suka. Kalo di sekolah Kakak gimana?”
Dari pertanyaan tersebut, Anda bisa mengetahui rencana anak untuk merayakan valentine, apakah itu dengan bertukar kado, memberi kartu, hang out di coffee shop, membuat konten media sosial bersama, atau datang ke club yang mengadakan valentine party. Jika anak memiliki pacar, Anda bisa mengganti kata teman dengan pacar.
ADVERTISEMENT
2. Mengapa ia merayakannya
Setelah anak menjawab, Anda bisa bercerita tentang alasan Anda merayakan valentine. Misalnya, “Ibu dulu ikutan ngerayain valentine tapi nggak tau kenapa harus dirayain. Ikut-ikutan temen aja, apalagi di majalah dulu kayanya nggak gaul kalau nggak ngerayain. Emang sekarang masih gitu ya?”
Dari pertanyaan ini, Anda bisa menggali motivasi anak untuk merayakannya, apakah sekadar mengikuti pergaulan atau dia memiliki pemaknaan berbeda tentang valentine. Jika anak hanya sekadar mengikuti tren, Anda bisa mengajaknya bersama-sama googling sejarah valentine untuk memperluas sudut pandang anak. Siapa tahu, anak berubah pikiran setelah ia melihat ada tidaknya manfaat perayaan tersebut bagi dirinya, teman-temannya, maupun hubungannya dengan pacarnya.
ADVERTISEMENT
3. Apakah kasih sayang harus ditunjukkan pada Hari Valentine
Setelah ia mengerti esensi dari perayaan Hari Valentine adalah untuk menunjukkan kasih sayang, ungkapkan pendapat Anda bahwa kasih sayang bisa ditunjukkan kapan saja pada orang yang ia sayangi, baik orang tua, teman, maupun pacarnya. Misalnya, “Kalau ibu sekarang sih mikirnya nggak harus pas valentine kalo emang mau kasih kado atau coklat buat nunjukin kita sayang.”
Namun, jika anak memang ingin merayakannya dengan teman dan pacarnya meskipun tidak benar-benar ingin menunjukkan kasih sayang (misal hanya untuk seru-seruan), Anda bisa mengingatkannya bahwa hal tersebut haruslah positif. Setidaknya, perayaan tersebut tidak bersifat pemborosan, mengganggu waktu belajar atau waktu ibadah, dan tidak melanggar nilai-nilai dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
4. Bagaimana cara menunjukkan kasih sayang saat valentine
Anda bisa bertanya lebih detil tentang cara menunjukkan kasih sayang yang anak pilih pada pertanyaan sebelumnya, khususnya jika anak sudah memiliki pacar. Jika anak menolak menjawab atau menganggap Anda berlebihan, ungkapkan kekhawatiran Anda seperti, “Ibu takut khawatir anak ibu ikut-ikutan remaja di luar negeri yang budaya/kebiasaannya waktu valentine kaya kissing atau have sex. Ibu percaya Kakak dan temen-temen Kakak enggak kaya gitu.”
Tekankan bahwa dalam pacaran, seks bukan cara untuk menunjukkan kasih sayang. Jika anak diminta pacarnya (atau meminta pacarnya) untuk memenunjukkan kasih sayang melalui kontak fisik atau hubungan seks, berarti pacarnya tidak menghargainya. Dalam poin ini, kembalilah ke nilai-nilai keluarga Anda yang telah dibicarakan sejak awal sehingga Anda hanya bersifat mengingatkan kembali.
ADVERTISEMENT
5. Risiko melakukan hubungan seks pranikah
Mungkin anak mengatakan “iya” atau “ngerti”, tapi bertanya pada anak tentang risiko melakukan seks pranikah akan membuatnya logikanya kembali terasah. Misalnya, “Kakak inget kan, kalau hubungan seks sebelum nikah ada risikonya?”
Biarkan ia menjawab sendiri. Jika jawabanya belum selengkap harapan Anda, maka utarakan risikonya. Mulai dari tertular penyakit kelamin, merasa tak berharga jika putus, kehamilan di luar nikah, putus sekolah, atau menjadi aib jika diketahui lingkungan sekitar.
Terlalu bertele-tele? Meski nampak demikian, namun berbicara dengan Generasi Z dibutuhkan strategi yang berbeda dengan pola komunikasi satu arah saat Anda remaja dahulu. Bersiaplah jika diskusi ini akan berlangsung beberapa kali. Karena itu, jangan lelah untuk membangun kedekatan dengan Ananda agar topik-topik penting seperti ini lebih mudah didiskusikan. Selamat mencoba!
ADVERTISEMENT
Artikel ini telah direview oleh Alzena Masykouri, M.Psi, Psikolog dari Klinik Kancil.