Anak Saya Pendek tapi Pintar, Masa Stunting?

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
28 Juni 2021 9:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anak Saya Pendek tapi Pintar, Masa Stunting?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Betul, kita tidak bisa dengan mudahnya menyebut seorang anak mengalami stunting hanya karena tubuhnya pendek. Apalagi, jika ternyata anak tersebut masih “pintar” menurut penilaian awam. Pintar yang seperti apa?
ADVERTISEMENT
Begini, tiap anak diharapkan memiliki 8 dimensi kecerdasan antara lain kecerdasan intrapersonal dan interpersonal, kinestetik, linguistik, musikal, naturalis, logika, dan spasial. Jadi, “pintar”nya anak tidak terbatas pada bisa membaca dan berhitung saja, namun juga pintar bermain dengan teman sebaya serta mampu mengenali emosinya (tantrum mulai berkurang atau hilang).
Nah, anak yang mengalami stunting akan mengalami hambatan dalam 8 kecerdasan tersebut, misalnya:
ADVERTISEMENT
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) adalah masa di mana perkembangan otak sangat pesat, mencapai 70% pada saat usia anak 2 tahun kemudian berkembang sampai 90% pada usia 5 tahun. Jika pada 1000 HPK anak kekurangan nutrisi yang diperlukan otak untuk berkembang semestinya, maka sejumlah kecerdasan yang harusnya dimilikinya pun akan terhambat. Inilah mengapa pemulihan stunting akan lebih baik hasilnya jika dilakukan dalam 2 tahun pertama usia anak. Semakin lama dibiarkan maka anak akan semakin sulit mengejar ‘ketinggalan’.
Indikator stunting lain selain kecerdasan
Dari penjelasan sebelumnya, anak yang pendek tapi pintar ternyata belum tentu stunting. Meskipun demikian, kita juga perlu memastikan “sependek apa” anak agar bisa mengetahui kondisi yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui apakah tinggi badan anak susuai dengan tinggi badan kebanyakan anak seusianya, kita bisa menggunakan kurva pertumbuhan WHO. Mengingat ada beberapa jenis kurva, pilih kurva tinggi badan berdasar usia (TB/U) sesuai jenis kelamin anak. Di kurva ini, tinggi badan anak berada di garis tegak (vertikal), sementara usia anak berada di garis mendatar (horizontal).
Sudah paham cara plot pertumbuhan anak?
Misal, tinggi badan anak laki-laki kita 70 cm sementara usianya 1 tahun. Pertemuan garis 70 cm dan 1 tahun ternyata berada sedikit di bawah garis merah -2. Jika titik pertemuan usia dan tinggi badan berada di bawah garis merah (-2) artinya anak dapat dikategorikan stunting. Jika berada di garis hitam (-3), anak mengalami severe stunting. Namun, jika hasil plot tinggi dan usia berada pada garis hijau, kita boleh merasa lega karena tinggi anak tergolong normal.
ADVERTISEMENT
Tinggi badan orang tua juga berpengaruh lho!
Meskipun demikian, jangan buru-buru menganggap anak stunting apabila tinggi badan anak di bawah normal. Bisa jadi anak pendek karena pengaruh keturunan. Potensi genetik anak bisa dihitung dari rumus berikut:
Anak laki-laki : ((tinggi badan ayah) + (tinggi badan ibu) + 13 cm)/2 ± 8,5 cm
Anak perempuan : ((tinggi badan ayah) + (tinggi badan ibu) - 13 cm)/2 ± 8,5 cm
Misal, anak laki-laki yang memiliki ayah dengan tinggi 155 cm dan tinggi ibu 148 cm, saat dewasa nanti tinggi badannya berkisar antara 149,5-166,5 cm.
ADVERTISEMENT
Jadi, ada tiga hal yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan apakah anak kita pendek karena stunting atau karena faktor lain. Jika masih ragu, konsultasikan ke dokter.
Referensi:
1. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya Litbangkes 2015
2. Panduan Praktik Klinis IDAI Perawakan Pendek Anak dan Remaja di Indonesia 2015
3. Global Nutrition Targets 2025 Stunting Policy Brief WHO
4. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan X IDAI Cabang DKI Jakarta Best in Pediatrics IDAI 2013