Ini Dampak Buruk Paksa Anak Habiskan Makanan

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
28 September 2021 9:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ini Dampak Buruk Paksa Anak Habiskan Makanan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Ayo habiskan makannya, nanti kasihan nasinya nangis.” Sepertinya kalimat ini ampuh membuat kita melahap habis makanan yang di piring sewaktu kecil dulu. Tak peduli besar porsinya, pokoknya isi piring harus disapu bersih. Karena dulu berhasil, kini kita pun menerapkan hal yang sama pada anak. Menghabiskan makanan tentu hal yang baik, tapi memaksakan menghabiskan makanan adalah aturan yang konon justru membawa dampak buruk. Benarkah?
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah penelitian dari University of Liverpool, orang yang selalu menghabiskan makanannya cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi dari mereka yang menyisakan makan. Bukan tak mungkin, ini menjadi salah satu pemicu obesitas. Menurut Dr Eric Robinson, kecenderungan aturan untuk selalu menghabiskan makanan yang disajikan bisa mendorong konsumsi berlebih. Apalagi jika porsi takar tidak sesuai kebutuhan.
Sewaktu kita kecil dulu, takaran porsi makan biasanya mengikuti besar piring. Semakin besar piringnya, semakin besar pula porsinya. Aturannya? Ya harus habis tanpa sisa. Walhasil, hal serupa kita tanamkan ke anak. Padahal, ia sudah kenyang dan perut sesak.
Akhirnya, anak malah jadi trauma makan atau justru sebaliknya, semakin tak bisa berhenti makan karena muncul sinyal baru alias “pantang kenyang sebelum habis”. Saat ini terjadi, lambung dan usus beserta enzim pencernaan bekerja lebih berat sehingga metabolisme berjalan lebih lambat. Hasilnya, bisa jadi masalah pencernaan hingga obesitas.
ADVERTISEMENT
Obesitas? Apa hubungannya, ya?
Semakin anak memaksakan menghabiskan makanan dengan porsi yang tak tertakar, kapasitas lambung juga kian meregang. Seperti yang kita tahu, lambung memiliki kapasitas yang elastis ukuran besar dan kecilnya bisa beradaptasi. Ketika lambung diisi dengan makanan dengan porsi tak tertakar dan ia selalu menghabiskannya, maka lambung pun akan meregang dan mampu menerima kapasitas lebih banyak. Belum lagi, kerja lambung yang berat tanpa ada energi yang terbuang maka timbunan lemak akan menumpuk dan menyebabkan obesitas.
Bagaimana dengan bayi yang masih MPASI?
Nah, untuk bayi yang masih belajar mengenal makan kita perlu tahu porsi idealnya dan kesanggupannya makan dalam satu waktu. Berikan dalam porsi sedikit dulu sambil mengenal gaya makannya. Ada anak yang mampu menghabiskan porsi idealnya dalam satu waktu, ada yang butuh waktu untuk menghabiskan. Bila perlu buat kebutuhan makannya dalam termin yang berbeda (alias membagi porsi) yang penting kebutuhan asupannya dalam sehari tetap mencukupi.
ADVERTISEMENT
Perhatikan juga sinyal kenyang pada anak
Untuk anak usia MPASI, kita bisa melihat dari :
Tapi, kan kita nggak boleh buang makanan..
Benar, kita tidak boleh membuang makanan apalagi banyak di luar sana yang membutuhkan asupan makan. Yang bisa kita lakukan adalah makan sesuai porsi. Bagaimana mengukur porsi yang cukup? Tentunya sesuai dengan takaran isi piringku.
ADVERTISEMENT
Kita juga boleh, lho memberikan kebebasan untuk anak mengambil porsi makannya sendiri sembari ingatkan, apa yang ia ambil harus dihabiskan. Jadi ambil dalam porsi sedikit, kalau masih lapar boleh tambah tapi tidak melebihi porsi kebutuhannya.
Photo created by freepik - www.freepik.com