Jangan Salah, Pendidikan Seks Bukan Semata tentang Hubungan Seks

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
14 April 2021 8:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jangan Salah, Pendidikan Seks Bukan Semata tentang Hubungan Seks
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan zaman membuat pendidikan seks harus diajarkan lebih dini pada anak. Dengan berbagai macam media dan informasi yang tersedia, orang tua zaman now patut bersyukur karena menjelaskan seks dan pubertas menjadi lebih mudah. Meskipun demikian, asumsi bahwa seks adalah hal yang tabu terlanjur berada di alam bawah sadar para orang tua, yang notabene memang dibesarkan dengan pemahaman tersebut. Tentu, mengubah stigma tersebut butuh usaha keras. Pendidikan seks pun kerap salah diartikan sebagai cara mengenalkan hubungan seks pada anak. Akibatnya, banyak orang tua takut bicara “apa adanya” tentang seks pada anak karena takut membuat anak ingin mencobanya.
ADVERTISEMENT
“Orang tua harus paham, bahwa ini (pendidikan seks) adalah pengetahuan. Memahami tubuhnya sendiri adalah hal penting bagi anak. Kita ngomongin tubuhnya, bukan aktivitas seksnya. Memang ada yang mirip, tapi sebenernya beda. Aktivitas seks adalah ranahnya orang dewasa, bukan remaja. Jadi, yang kita sampaikan adalah tentang kesehatan tubuhnya,” jelas Alzena Masykouri, M.Psi., Psikolog, dalam Workshop Nasional 1001 Cara Bicara Orang Tua dengan Remaja yang diadakan oleh Skata dan BKKBN.
Jadi, pendidikan seks itu mencakup apa saja?
Agar lebih mudah dipraktikkan, cakupan pendidikan seks dibagi sesuai pemahaman dan tumbuh kembang anak berdasar usianya.
Pada usia 0-6 tahun, orang tua bisa mulai mengajarkan cara menjaga dan merawat tubuh, bagaimana praktik hidup higienis, apa saja fungsi anggota tubuh, dan mana saja bagian tubuh pribadi.
ADVERTISEMENT
Masuk ke usia 6-12 tahun, pendidikan seks mulai membahas mengenai apa itu pubertas, apa saja tahapannya, dan bagaimana cara menjalaninya dengan baik.
Baru pada usia 12-18 tahun, orang tua bisa menjelaskan tentang makna hubungan seksual, tanggung jawab dan risikonya, termasuk meluruskan mitos tentang seks yang banyak beredar di kalangan remaja, misalnya tentang keperawanan dan kehamilan.
Masih “risih” menjelaskan tentang organ intim
Meskipun demikian, praktiknya tidak semudah itu dijalani. Contoh paling sederhana adalah mengenalkan organ intim sesuai nama ilmiahnya. Orang tua terkadang masih risih menyebut kata penis dan vagina saat mengajarkan anak tentang organ tubuhnya. Kalaupun sempat dikenalkan dengan nama ilmiahnya, istilah nonformal maupun tradisional masih sering digunakan untuk menyebutkan alat kelamin anak. Ketidakkonsistenan ini akan membuat anak juga tidak terbiasa mengenal penis dan vagina sesuai nama ilmiahnya.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, jika saat menyebutnya, orang tua terlihat malu maupun ragu. Sebagai solusi, Alzena menyarankan orang tua untuk memasang wajah datar saat menyebutkannya. Yakinkan diri bahwa ini adalah informasi ilmiah sehingga tidak perlu ditutupi.
Apa akibatnya jika menyebut kelamin bukan dengan nama yang benar?
Anak berpikir secara konkrit. Kelak, ia akan bertanya, mengapa “burung”nya tidak bisa terbang. Ada pula anak yang kaget ketika guru kelasnya bernama Ibu Pipit, karena orang tuanya mengenalkan penis dengan sebutan “pipit”. Namun, yang lebih berbahaya adalah jika anak mengalami pelecehan seksual dan ia tidak bisa menyebut dengan tepat bagian tubuh mana yang mendapat perlakuan tak pantas, pun tak paham bahwa itu adalah area pribadi yang tidak boleh dilihat apalagi disentuh orang lain.
ADVERTISEMENT
Jangan asal menjawab, anak akan mengingatnya
Tidak hanya masalah sebutan organ intim, pertanyaan “adik bayi datang dari mana?” juga sering membuat orang tua panik. Apalagi, jika anak dianggap terlalu kecil untuk mengetahuinya. Sebagai jalan pintas (atau mungkin saking paniknya), orang tua menjawab sekenanya seperti “ibu sakit perut, tiba-tiba ibu hamil” atau bahkan menjawab “dari Mars”. Saat anak menganggapnya serius dan suatu saat ia tahu bahwa bukan demikian faktanya, maka orang tua mau tidak mau harus meluruskan dan menjelaskan pendidikan seks dari awal lagi.
Jika tidak siap menjawab, orang tua boleh kok menolak menjelaskan saat itu juga. Misalnya, dengan menjanjikan anak waktu yang tepat untuk menjelaskan jawabannya.
ADVERTISEMENT
Wajar jika orang tua awalnya merasa canggung. Namun, “mencicil” pendidikan seks sejak dini akan sangat memudahkan orang tua untuk menjelaskan soal pubertas dan seks saat anak beranjak remaja.