Kecanduan Makanan, Selalu Ingin Makan Meski Tak Lapar

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
29 November 2022 9:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kecanduan Makanan, Selalu Ingin Makan Meski Tak Lapar
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Mungkin kita menganggap iklan beberapa makanan cukup berlebihan karena bisa membuat orang yang memakannya bahagia luar biasa. Kenyataannya, banyak orang yang terus-menerus menginginkan suatu makanan, bahkan ketika mereka sedang tidak lapar. Mereka kerap terpikir untuk makan lagi dan lagi, dan sulit berhenti meskipun kondisinya tak memungkinkan. Rasa “bahagia” yang muncul setelah makan bisa jadi penyebabnya. Kalau ini yang kita alami, hati-hati. Bisa jadi kita mengalami kecanduan makanan.
ADVERTISEMENT
Memang bisa ya, kecanduan makanan?
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan pada hewan dan manusia, diketahui bahwa rasa bahagia yang muncul pada otak setelah mengonsumsi narkoba juga dapat dimunculkan oleh makanan, terutama makanan yang sangat enak.
Hal ini bisa membuat orang kehilangan kendali atas perilaku makannya (tak bisa berhenti, tak bisa menunda) yang akhirnya bisa disebut sebagai kecanduan makanan. Mereka yang kecanduan makanan bisa menghabiskan banyak waktu hanya untuk makan dan akhirnya makan berlebihan.
Mengapa bisa sampai kecanduan makanan?
Seperti halnya obat-obatan adiktif, makanan yang sangat enak memicu bahan kimia otak, yaitu dopamin, yang membuat seseorang merasa baik. Begitu orang mengalami kesenangan yang terkait dengan peningkatan transmisi dopamin di jalur “hadiah” (reward) otak dari makan makanan tertentu, mereka dengan cepat merasa perlu untuk makan lagi.
ADVERTISEMENT
Sinyal “hadiah” dari makanan yang sangat enak ini dapat membuat sinyal kenyang dan puas “kalah”. Akibatnya, orang tetap makan, bahkan ketika mereka tidak lapar. Makan berlebihan adalah jenis kecanduan perilaku yang berarti bahwa seseorang dapat menjadi sibuk pada perilaku tertentu (seperti makan, berjudi, atau berbelanja) yang memicu kesenangan yang intens.
Banyak ahli yang menyimpulkan jika junk food yang diproses sedemikan rupa memiliki efek yang kuat pada bagian otak yang mengatur sistem “hadiah”.
Para ahli pun mengatakan jika kecanduan makanan tidak disebabkan oleh kurangnya kemauan untuk berhenti untuk memakan sesuatu, akan tetapi lebih karena sinyal dopamin yang mempengaruhi biokimia otak sehingga perasaan untuk terus makan semakin menguat.
ADVERTISEMENT
Apa gejala kita mengalami kecanduan makanan?
Tidak ada tes darah untuk mendiagnosis kecanduan makanan karena dasarnya adalah perilaku. Para peneliti di Rudd Center for Food Science & Policy Universitas Yale telah mengembangkan kuesioner untuk mengidentifikasi orang-orang dengan kecanduan makanan.
Berikut adalah contoh pertanyaan yang dapat membantu kita mengetahui apakah kita mengalami kecanduan makanan.
1. Tetap makan makanan tertentu meskipun kita tidak lagi lapar.
2. Pada akhirnya makan makanan tersebut lebih banyak dari yang direncanakan.
3. Makan sampai merasa sakit.
4. Khawatir Ketika harus mengurangi/tidak makan makanan tersebut.
5. Ketika makanan tersebut tidak tersedia, kita berusaha untuk mendapatkannya.
Selain melihat perilaku kita terhadap makanan tertentu yang membuat kita kecanduan, kuesioner juga menanyakan tentang dampak makanan tersebut terhadap kehidupan pribadi kita.
ADVERTISEMENT
1. Kita makan makanan tertentu begitu sering atau dalam jumlah besar sehingga mengurangi waktu bekerja, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk rekreasi.
2. Kita menghindari situasi profesional atau sosial di mana ada makanan tersebut karena takut makan berlebihan.
3. Pekerjaan dan pendidikan kita terganggu karena perilaku makan kita.
Selain itu, beberapa gejala kecanduan makanan juga menyangkut:
1. Memakan makanan tersebut menimbulkan depresi, kecemasan, membenci diri sendiri, atau rasa bersalah.
2. Kita cenderung makan lebih banyak untuk mengurangi emosi negatif atau meningkatkan kesenangan.
3. Makan makanan dalam jumlah yang sama tidak lagi mampu mengurangi emosi negatif atau meningkatkan kesenangan seperti dulu.
Sayangnya, ketika kita berusaha mengurangi konsumsi makanan yang membuat kita kecanduan (kecuali minuman berkafein), kita akan mengalami kecemasan dan agitasi (gelisah, jengkel, gugup), bahkan hingga gejala fisik.
ADVERTISEMENT
Apakah orang yang kecanduan makanan pasti gemuk?
Para ilmuwan percaya bahwa kecanduan makanan mungkin berperan besar menyebabkan obesitas. Tetapi, orang dengan berat badan normal pun juga bisa mengalami kecanduan makanan. Bedanya, mereka yang berat badannya normal mungkin memiliki sistem yang lebih baik untuk menangani kalori berlebih. Atau, bisa meningkatkan aktivitas fisik mereka untuk mengimbangi makan berlebihan.
Dapatkah disembuhkan?
Kecanduan makanan mungkin lebih sulit dihentikan daripada jenis kecanduan lainnya. Pecandu alkohol, misalnya, pada akhirnya dapat berpantang minum alkohol. Tetapi, orang yang kecanduan makanan tetap perlu makan. Karena itu, dibutuhkan ahli gizi, psikolog, atau dokter yang memang pakar dalam hal ini untuk membantu kita “memutus” siklus makan berlebihan yang tak bisa dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Cara lainnya adalah dengan diet ketat yang menyarankan orang untuk menjauhkan diri dari bahan-bahan bermasalah, seperti gula, tepung halus, dan gandum yang berlebihan.
Harus diakui bahwa untuk mengatasi kecanduan makanan, kita harus yakin kalau menghilangkan makanan tertentu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Jangan ragu untuk membuat daftar makanan yang ‘haram’ untuk kita makan dan konsisten menjauhinya agar benar-benar bisa sembuh dari kecanduan makanan.
Image by wayhomestudio</a> on Freepik