Pastikan 3 Hal Ini Sebelum Memiliki Anak Kedua

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
27 Desember 2019 7:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pastikan 3 Hal Ini Sebelum Memiliki Anak Kedua
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, pertanyaan “Kapan mau menambah anak lagi?” Bisa membuat jengah. Pasangan yang tadinya belum berencana memiliki anak kedua, bisa berpikir ulang jika lingkungan keluarga dan teman kerap menanyakan hal sejenis.
ADVERTISEMENT
Padahal, kondisi setiap keluarga berbeda-beda. Kesiapan sebuah keluarga menerima anggota baru tidak hanya berdasarkan usia anak semata.
Dona Kamal (32) dan suami termasuk pasangan yang sepakat menunda untuk memberikan adik bagi Abib (4). Hingga saat ini, Dona masih menggunakan kontrasepsi jenis IUD. Banyak hal yang mereka pertimbangkan di balik keputusan ini, seperti yang diceritakan Dona kepada SKATA.
Awalnya, saya dan suami tidak menggunakan alat kontrasepsi apa pun setelah Abib lahir. Kemudian, banyak dari teman kami yang kesundulan, alias hamil lagi saat usia anak pertama belum genap setahun.
Kami pun khawatir mengalami hal yang sama. Akhirnya, saya mencari informasi mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi melalui internet maupun buku. Pilihan saya akhirnya jatuh ke IUD karena sifatnya yang bukan hormonal sehingga tidak menyebabkan jerawat ataupun naiknya berat badan. Kalau KB yang berdasarkan jadwal seperti pil, saya takut lupa mengikuti jadwalnya.
ADVERTISEMENT
Setelah memutuskan memilih IUD, saya pun berdiskusi dengan suami dan ia pun setuju. Pada bulan keenam setelah melahirkan, saya diantar suami memasang IUD di dokter kandungan. Alhamdulillah tidak ada keluhan apa pun. ASI saya juga tetap lancar meskipun saya harus bekerja dan memerah ASI hingga Abib berusia dua tahun.
Sekarang, Abib hampir berusia lima tahun. Ia sudah cukup mandiri dan sudah siap untuk mulai bersekolah. Saya dan suami mempertimbangkan untuk mempunyai anak lagi. Namun, saya perlu memastikan beberapa hal sebelumnya.
Pertama, kesiapan Abib. Iya, saya dan suami tidak ingin perhatian untuk Abib “terbagi” sebelum waktunya. Apalagi saya bekerja di Bandung dan suami di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dengan hanya satu orang anak saja, kami berdua merasa tidak cukup memiliki waktu untuk Abib. Untungnya, ibu saya bersedia menemani saya di Bandung untuk membantu mengasuh cucunya. Tetapi, jika Ibu harus pulang ke Lampung, Abib pun ikut juga hingga beberapa minggu.
Akhirnya, saya dan suami memutuskan untuk tetap ber-KB hingga Abib masuk sekolah nanti. Ketika ia bersekolah, ia akan mempunyai dunia baru, sementara saat ini kamilah pusat kehidupannya. Jadi, kami akan mencurahkan seluruh kasih sayang dan perhatian kami untuk Abib seorang.
Pertimbangan yang kedua adalah saya sendiri. Sebagai pihak yang kelak akan mengandung dan melahirkan, saya harus memastikan bahwa saya siap baik dari sisi fisik maupun mental.
ADVERTISEMENT
Apalagi, suami tinggal di luar kota, otomatis saya yang akan menangani semua urusan rumah tangga. Jika memiliki dua balita, bisa dipastikan rumah akan lebih berantakan, belum lagi menyusui, menyiapkan makanan, menemani si sulung bermain.
Jika fisik saya tidak prima, saya bisa sakit karena kelelahan. Jika kondisi psikologis saya tidak siap, saya bisa stres. Kalau saya stres, maka anak-anaklah yang rentan menjadi pelampiasan emosi saya. Dan saya tidak ingin hal itu terjadi.
Yang ketiga, saya dan suami juga harus mempertimbangkan keuangan keluarga. Memiliki anak lagi berarti harus siap dengan segala hal tentang pengasuhannya, mulai dari asupan nutrisinya, biaya kesehatan termasuk imunisasi, pakaian, hiburan, belum lagi biaya pendidikan.
ADVERTISEMENT
Meskipun kami sama-sama bekerja, kami harus menghidupi dua “dapur” karena kami tinggal di kota yang berbeda. Jika tidak memiliki perencanaan keuangan yang baik, uang yang masuk bisa mampir saja di rekening kami.
Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, saya dan suami pun mantap untuk memiliki anak lagi saat Abib sekolah nanti. Apalagi, Abib juga sudah bilang mau punya adik lagi. Sebelumnya, ia selalu mengatakan tidak jika saya bertanya tentang adik.
Sambil menunggu tiba waktunya melepas IUD, kami berdua mulai mempersiapkan diri untuk menata ulang keuangan keluarga jika memiliki empat anggota. Saya juga lebih menikmati waktu bertiga bersama suami dan anak sebelum saya hamil lagi.
ADVERTISEMENT
Dengan perencanaan kehamilan yang matang, kelak berita bahagia itu akan disambut dengan sukacita oleh saya, suami, dan tentu saja anak kami.