Suami, Ini Beberapa Alasan Mengapa Istri Boleh Bekerja

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
21 Januari 2020 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suami, Ini Beberapa Alasan Mengapa Istri Boleh Bekerja
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada ketakutan tersendiri bagi wanita bekerja ketika ia memasuki jenjang pernikahan: apakah kelak saya masih bisa bekerja lagi setelah menikah dan mempunyai anak?
ADVERTISEMENT
Pada beberapa kasus, pasangan suami dan istri pada saat awal menikah telah sepakat bahwa istri tetap bisa berkarier meskipun mempunyai anak.
Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata tidak mudah membagi waktu antara karier dan rumah tangga, apalagi jika support system tidak ada. Dalam hal ini, yang menjadi titik tekan adalah support system untuk menjaga anak selama ayah dan ibunya bekerja.
Kalau sudah begini, bukan tidak mungkin suami akan berubah pikiran untuk meminta istri “di rumah saja” merawat anak, sementara suami yang bertugas mencari nafkah. Istri pun menjadi dilema.
Rasa tidak tega terhadap anak pasti muncul, suami pun juga tidak sampai hati melihat istrinya jungkir balik membagi waktu antara anak dan karier. Namun, untuk kemudian mengundurkan diri dari pekerjaan perlu dipikirkan berulang kali karena ada beberapa pertimbangan.
ADVERTISEMENT

Pertama, jika passion adalah alasan utama istri bekerja.

Akan sangat berat bagi seorang wanita untuk meninggalkan karirnya jika bidang yang digeluti merupakan passionnya. Artinya, bekerja tidak semata untuk mencari uang. Setiap orang, apa pun jenis kelaminnya, akan merasa hidupnya lebih bersemangat jika dapat melakukan hal yang menjadi minatnya.
Jika dipaksakan untuk berhenti bekerja dan total mengurus rumah tangga, ada fase adaptasi yang mungkin akan melelahkan secara mental. Stres pun rentan muncul.

Kedua, jika istri adalah tulang punggung keluarganya.

Suami mungkin sanggup menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun, jika istri menjadi tulang punggung keluarganya (seperti membiayai sekolah adiknya atau menanggung biaya hidup orangtuanya), berhenti bekerja rasanya menjadi hal yang susah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Bukan tidak mungkin, akan ada intervensi dari keluarga istri agar ia tidak berhenti bekerja. Karena itu, pertimbangan kedua terdengar lebih mudah diterima oleh suami.
Lantas, bagaimana jika suami belum sepakat dengan istri jika alasan untuk bekerja adalah passion?

Kunci yang paling mendasar adalah saling memahami.

Setiap individu dibesarkan dengan cara yang berbeda yang membentuk kepribadian dan minat masing-masing. Pernikahan yang sehat sebaiknya tidak membuat seseorang kehilangan jati dirinya. Karena itu, baik suami dan istri harus mencoba untuk memahami keinginan masing-masing.
Bagi istri, pastikan bahwa keinginan untuk berkarier tidak akan membuatnya lepas tanggung jawab terhadap kewajiban rumah tangga. Bekerja dan mengaktualisasikan diri memang hak istri selama kewajibannya dijalankan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan anak tetap terawat sementara anda bekerja, istri dan suami harus berdiskusi siapa yang akan merawat anak. Saat ini, sudah banyak daycare, penitipan anak, maupun agen penyalur babysitter yang dapat kita gunakan apabila tidak ada anggota keluarga yang dapat membantu kita. Full day school pun bisa menjadi pilihan jika anak sudah bersekolah. Dengan perencanaan yang jelas mengenai pengasuhan anak, suami akan lebih mudah membayangkan seperti apa kondisi keluarga jika istri bekerja.
Selanjutnya, setiap pasangan bekerja harus mengingat bahwa pernikahan adalah kerjasama. Jangan sampai, ketika seorang suami sudah memperbolehkan istrinya bekerja, ia tidak mau membantu ketika istrinya sedang kerepotan dengan urusan anak dan rumah tangga.
Baik istri maupun suami harus menyadari konsekuensi pasangan bekerja, yaitu menyeimbangkan antara kesibukan bekerja dengan keluarga. Dengan kerjasama yang baik, pembagian tugas yang jelas, dan kemampuan menyediakan quality time bagi anak dan pasangan, lelahnya bekerja akan terbayar. Pemasukan keluarga pun lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Terakhir, kebahagiaan suami dan istri menentukan kebahagiaan berumah tangga. Istri yang bekerja karena keinginan sendiri dan menemukan semangat di dalamnya, biasanya akan menjadi lebih bahagia.
Istri yang bahagia akan membuat suasana rumah nyaman bagi suami maupun anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu yang merasa kebutuhannya terpenuhi pun akan lebih bahagia. Happy moms raise happy kids.
Memang tidak mudah mengatur segala sesuatunya, apalagi jika Ananda masih berusia di bawah lima tahun. Perasaan bersalah karena tidak bisa menemani anak 24 jam di masa emasnya pasti muncul.
Namun, jika istri dan suami percaya semua masalah pasti ada jalan keluarnya, semua bisa dijalani.
ADVERTISEMENT
Nanti akan datang saatnya di mana anak-anak sudah semakin besar, kerepotan akan berkurang, dan ternyata semua baik-baik saja.