Wajarkah Anak Lelaki Bermain Boneka?

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
24 Maret 2021 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wajarkah Anak Lelaki Bermain Boneka?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Si A, anak tetangga lelaki semata wayang, suka bermain dengan C anak perempuan saya. Usianya sekitar 6 tahun, sama dengan C. Kalau main bersama, senangnya main boneka, sembari bermain peran. A jadi bapaknya, C jadi ibunya lalu punya anak-anak boneka. Seru sekali melihatnya, walau membuat saya bertanya-tanya. Bolehkah anak lelaki bermain boneka? Akankah mengganggu orientasi seksualnya? Haruskah saya mengganti permainan sementara mereka sangat menikmatinya? (Harumi, 30 tahun).
ADVERTISEMENT
Sebuah pertanyaan yang wajar, apalagi kita hidup dengan budaya yang kental sekali. Anak lelaki ya main bola, anak perempuan main masak-masakan atau main boneka. Biru adalah warna lelaki, kalau pakai baju merah muda jadi pertanyaan dan sindiran. “Laki-laki jangan dikasih warna perempuan, nanti besarnya jadi feminin!” atau “Anak laki jangan main boneka, dong. Main bola atau lari-larian saja di taman,” dan lain sebagainya. Kita benar-benar dibedakan secara gender, dengan tolok ukur adat istiadat dan budaya. Apalagi, dengan zaman yang serba terbuka dan gerakan menuntut persamaan membuat orang tua kian gundah dalam mendidik anak-anak sesuai gendernya. Takut nanti jadi berbeda atau memiliki kecenderungan yang salah. Semua bermula dari persoalan dasar, sekedar anak lelaki bermain boneka.
ADVERTISEMENT
“Bolehkah anak lelaki main boneka?”
Tergantung usianya. Menurut dr. Irmia Kusumadewi, SpKJ(K) menginjak usia 3 tahun, anak mulai mengeksplor apa saja yang ia lihat. Jika Anda memiliki anak lebih dari satu dengan berbeda jenis kelamin, jangan kaget kalau sang bujang ikut bermain boneka dengan kakaknya. Bukan karena ia feminin, tapi sekedar penasaran dengan permainan.
“Boneka seperti apa yang boleh dimainkan?”
Jika anak Anda hanya lelaki, baiknya tidak memfasilitasi dengan boneka perempuan, seperti boneka bayi. Kenalkan ia dengan jenis boneka yang lebih universal, seperti boneka berbentuk binatang, koboi, dan sejenisnya. Saat ia bermain bersama dengan teman sebayanya yang perempuan, jadikan ia pemeran lelaki. Misal, jadi ayah atau kakak lelaki dan berinteraksi dengan boneka sesuai perannya.
ADVERTISEMENT
“Kapan harus waspada?"
Ketika anak sudah mengenal gender dan anatomi tubuh, ia akan mengetahui orientasi seksualnya. Jika lelaki, ia tidak bermain dengan boneka bayi dan memilih warna pakaian yang lebih universal. Walaupun, tak apa sesekali menggunakan warna pastel (atau lembut) karena warna tidak menentukan orientasi seksual. Mereka yang memiliki kecenderungan untuk bermain boneka perempuan dan bergaya feminin ketika sudah di usia pubertas, itulah yang perlu diwaspadai. Komunikasikan dengan anak, mengapa ia berlaku demikian dan apa alasan di balik pilihannya. Bila Anda kesulitan dalam berkomunikasi, meminta pendapat ahli bisa menjadi solusi.
“Apakah bermain boneka bisa menunjukkan orientasi seksual?”
Tidak selalu. Kegiatan bermain boneka kebanyakan hanya permainan imajinatif anak untuk meningkatkan kreativitasnya di masa kanak-kanak. Menurut Alan Greene, MD seorang dokter anak di Standford University School of Medicine, pada usia 18 hingga 30 bulan balita memiliki kecenderungan untuk meniru aktivitas lawan jenis, tak terkecuali bermain boneka dan tak terlalu membutuhkan stereotip gender. Bahkan, tahukah Anda menurut Karlyn Crowley, Ph.D, profesor di St. Norbert College, anak lelaki yang bermain boneka justru dapat mempelajari hal berikut:
ADVERTISEMENT
Jadi, wajarkah anak lelaki bermain boneka? Ya, tentu saja. Hanya, dalam prosesnya Anda perlu mendampingi. Bagaimanapun, anak lelaki perlu mengetahui perannya sama halnya dengan lawan jenisnya.