Yuk Jujur, Pernah Evaluasi Pernikahan Bersama Pasangan?

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
10 Januari 2022 9:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yuk Jujur, Pernah Evaluasi Pernikahan Bersama Pasangan?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bagi kita yang bekerja, mengevaluasi program yang sudah dijalankan perusahaan adalah suatu keharusan. Tak usah perusahaan besar, deh. Panitia tujuh belasan di kampung saja melakukan evaluasi setelah acara selesai. Sayangnya, banyak yang tidak melakukan evaluasi pada pernikahan mereka, terlepas dari lebih pentingnya hal tersebut dibandingkan pekerjaan maupun lingkungan sosial.
ADVERTISEMENT
Yuk jujur, apakah kita melakukan evaluasi pada pernikahan kita? Jangankan evaluasi, perencanaan keluarga pun seringnya terlewat. Pernikahan dijalani tanpa rencana, mengalir apa adanya, bermodal cinta.
Bukannya tak boleh, namun menyatukan dua kepala berbeda “sampai maut memisahkan” bukan perkara mudah. Perbedaan kecil bisa menjadi jurang jika tak segera dicari jalan keluarnya. Padahal, semakin tinggi kepuasan pasangan suami istri dengan pernikahannya, semakin baik pula tingkat kesehatannya dan kualitas pengasuhan anaknya. Artinya, masalah dengan pasangan yang berlarut-larut bisa “merembet” pada hal-hal lain dalam keluarga.
Nah, untuk mencegahnya, kita bisa lho mengevaluasi pernikahan kita. Bukan saling menyalahkan tapi, ya…
Apa saja sih yang harus dievaluasi? Kami jarang berantem, kok. Uang juga nggak kurang.
Hmmm, enggak pernah berantem bukan jaminan pernikahan mulus bak jalan tol, lho. Untuk melihat secara kondisi pernikahan secara keseluruhan, coba lihat 10 aspek yang menentukan kepuasan pernikahan berikut ini, menurut penelitian Wahyuningsih, dkk (2018):
ADVERTISEMENT
1. Komunikasi
Maksudnya baik, tapi ngomongnya “ngegas”. Siapa yang enggak jadi ikut emosi kalau begini. Inilah mengapa mengevaluasi pola komunikasi kita dan pasangan bisa membuat banyak masalah terselesaikan. Dalam laman marriage.com, beberapa masalah komunikasi dalam pernikahan antara lain tidak benar-benar mendengarkan, mudah teralih perhatiannya saat berkomunikasi, mendiamkan pasangan, dan tak bisa memahami perasaan dan pikiran pasangan.
2. Aktivitas bersama
Bahasa kerennya, quality time. Sesibuk apa sih kita dan pasangan? Masih sempatkah menghabiskan waktu berdua? Jangan sampai, kesibukan memangkas waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk ngobrol bareng atau beraktivitas bersama.
3. Agama dan keyakinan
Agama adalah prinsip hidup yang terbawa dalam keseharian. Namun, perbedaan tingkat religiusitas dan penafsiran agama antara suami dan istri bisa berujung masalah. Sebaliknya, ada juga pernikahan yang kokoh karena kuatnya dan sepahamnya pasutri dalam menjalankan perintah agama.
ADVERTISEMENT
4. Pemecahan masalah
Rumah tangga itu gudangnya masalah. Tapi, banyak yang bisa bertahan karena mampu memecahkan masalah dengan baik. Coba lihat kembali, apakah sebagian besar masalah yang muncul selama ini terselesaikan, “terkubur”, atau malah meruncing?
5. Manajemen keuangan
Percaya enggak, selama tahun 2020, masalah ekonomi merupakan penyebab terbanyak kedua perceraian di Indonesia? Tapi, bukan berarti kita kipas-kipas kalo keluarga kita tak kurang uang, ya. Hidup boros, tergoda dengan cicilan konsumtif, atau tak sepakat tentang besarnya kontribusi gaji masing-masing ke pengeluaran keluarga bisa menjadi masalah.
6. Seks
Terasa ya, kalau urusan ranjang itu berpengaruh banget sama keharmonisan kita dengan pasangan. Sebaliknya, masalah seks juga bisa berakar dari masalah lain dalam pernikahan. Sebelum ranjang makin dingin, bahkan muncul pikiran untuk selingkuh, yuk bicarakan dengan pasangan jika ada yang mengganjal tentang urusan seks dari hati ke hati.
ADVERTISEMENT
7. Keluarga dan teman
Menikah itu tak hanya dengan pasangan tapi juga dengan keluarga besarnya. Bagaimana hubungan dengan keluarga besar kita dan pasangan selama ini? Sudahkah sesuai harapan masing-masing? Dalam banyak kasus, hubungan tak harmonis dengan keluarga “seberang” bisa memengaruhi kualitas pernikahan kita, lho. Begitu juga dengan lingkungan pertemanan.
8. Anak dan pengasuhan
Wah, kalau ini nampaknya tidak perlu banyak penjelasan. Bahkan mungkin, menjadi urusan yang paling banyak evaluasinya. Mengasuh anak membutuhkan ilmu dan perencanaan. Coba lihat kembali, apakah kita dan pasangan sudah pas dengan cara kita mengasuh anak? Apa tujuan yang ingin kita capai? Jangan lupa, jika ada dampak negatif kehadiran anak pada kita dan pasangan, segera cari jalan keluarnya.
ADVERTISEMENT
9. Masalah kepribadian
Meskipun sudah lama berpacaran, tetap saja ada sifat pasangan yang mengejutkan. Dalam usia pernikahan saat ini, apakah kita bisa saling memahami dan menerima? Adakah yang benar-benar mengganggu hingga harus dibenahi?
10. Pembagian peran
Saat menikah, peran kita bertambah, dengan tetap menjalani peran lama sebagai anak, kakak/adik, atau pekerja. Tantangannya, bagaimana suami istri merasa puas dengan pembagian peran yang ada. Saat ini, masih banyak istri yang mengeluh suami tak mau turun tangan mengasuh anak. Atau, suami merasa istri terlalu berat dengan pekerjaannya hingga keluarga terabaikan. Masalah seperti ini sangat berpotensi menjadi masalah besar dan berlarut-larut. Jadi, bicarakan segera.
Banyak juga ya, yang harus dibenahi. Iya dong, siapa tak ingin pernikahannya bahagia selamanya? Yuk, cari waktu bersama pasangan untuk ngobrol tentang hal ini. Pilih momen yang pas, ya!
ADVERTISEMENT
Photo created by pressfoto - www.freepik.com