Review Film Midway (2019) – Sekedar Drama Lain di Balik Perang Dunia II

Skyegrid Media
Gamer's Daily.
Konten dari Pengguna
9 November 2019 14:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skyegrid Media tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Review Film Midway (2019) – Sekedar Drama Lain di Balik Perang Dunia II

Review Film Midway (2019) – Sekedar Drama Lain di Balik Perang Dunia II
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sesuai judul, review film MIDWAY kali ini akan berpusat pada kisah para pelaut dan penerbang Angkatan Laut Amerika yang bertahan dari tragedi Pearl Harbor, sekelumit kisah selama serangan Doolittle, dan menu utamanya yakni pertempuran Midway itu sendiri.
ADVERTISEMENT
 
 
Kerangka cerita pertempuran Midway sendiri, mengisahkan bentrokan antara armada Amerika dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang menandai titik balik penting di Teater Pasifik selama Perang Dunia II. Seperti kebanyakan film produksi negeri paman Sam, kerangka cerita telah banyak dimodifikasi untuk tujuan entertaining.
 
Disutradarai oleh Roland Emmerich, cerita diawali pada tahun 1937 sebagai permulaan alur mengapa Jepang menyerang AS. Hal ini dilantari karena Jepang tidak terima dengan sikap netral AS yang tidak menginginkan adanya peperangan, saat itu dikisahkan Jepang tengah berusaha untuk mengusai Tiongkok.
 
Cerita berlanjut ke akhir tahun 1941 hingga pertengahan 1942. Yang mana secara mendadak, pangkalan militer AL AS di Pearl Harbour diserang oleh Jepang. Serangan ini sebenarnya sudah diprediksi oleh salah satu agen bernamaEdwin Layton (Patrick Wilson). Namun sayangnya, informasi tersebut diragukan oleh para perwira tinggi AL kala itu. Akibatnya, serangan tersebut merenggut korban luka dan jiwa yang tidak sedikit.
ADVERTISEMENT
 
Demi mencegah terulangnya kejadian serupa, AS menyusun berbagai macam strategi untuk membalas serangan Jepang dan juga menjaga kedaulatan negara. Diantaranya memperkuat kekuatan intelejen, AU, AL, dan juga AD di bawah pimpinan Laksamana Chester W. Nimitz (Woody Harrelson).
 
Sisi pandang pihak Jepang sendiri menurut saya cukup minim. Walaupun masih dalam tahap yang wajar, karena keseluruhan cerita memang menggambarkan keadaan tentara angkatan laut Amerika saat terjadinya konflik di Midway.
 
 
 
Saya lihat, film ini terlalu banyak menampilkan karakter yang sayangnya tidak dilengkapi latar belakang yang jelas. Pada akhirnya, durasi terlalu banyak habis guna menjahit plt twist yang saya yakin semua penonton tahu, hal tersebut hanya bagian dari modifikasi kerangka cerita.
ADVERTISEMENT
 
Efeknya, adegan aksi yang secara logika menjadi nilai jual film ini, terasa kurang mendapat durasi yang maksimal.
 
Sejak awal film, saya merasa aneh dengan perumusan dialog yang berlangsung antar karakter. Kurang mempresentasikan gaya berkomunikasi tahun 1940an. Bahkan menurut saya, dialog didominasi gaya bicara masyarakat zaman sekarang.
 
 
Film ini dibintang beberana nama yang sedang naik daun, terutama sekali Ed Skrein (Deadpool, Alita: Battle Angel, Game of Throne TV Series). Tapi logat british Ed yang masih cukup ketara, membuat pembentukan karakternya jadi pincang. Terutama saat Ia berbicara pribadi dengan sang istri, Ann (Mandy Moore).
 
Nama – nama lain yang hadir saya lihat berhasil menghadirkan visualisasi yang pas untuk sebuah film perang. Sangat mudah kita lihat karakter seorang tentara dalam diri Luke Evan, Patrick Wilson, juga Woody Harrelson. Secara keseluruhan, pemilihan karakter pada film ini cukup baik,-kecuali kekurangan logat Ed Skrein saja menurut saya.
ADVERTISEMENT
 
Melanjutkan komentar saya terkait pembentukan karakater di atas, para pemeran juga nampak sekali kurang mendapat durasi highlight yang cukup. Momen – momen berdebat yang banyak ditunggu para penggemar masing – masing pemain, amat jarang terjadi.
 
 
Point plus patut disematkan pada tim visual yang mampu memaksimalkan adegan jual beli peluru sebagai kekuatan film ini. Saya sendiri tanpa sadar berungkali melepas kata ‘wow’ di sela ketegangan yang dihadirkan selama adegan peperangan.
 
Berbeda dengan sisi audio yang menurut saya terasa kurang “menggelegar”. Terutama saat mewakili adegan jatuhnya bom atau tembakan misil yang diluncurkan. Tapi saya nilai cukup baik dalam penataan efek hingga tak terdengar tumpang tindih dengan suara para pemeran. Contohnya saat Dick berdialog lewat radio dalam pesawat tempur di sela sela hujan bom dan peluru.
ADVERTISEMENT
 
 
Sangat saya sadari, film ini berusaha memasukan argumen yang diharapkan mampu menjadi latar beberapa kejadian sejarah. Walau tentu saja banyak yang tidak sesuai keadaan aslinya. Tapi sebatas menghadirkan hiburan aksi di medan perang, film ini layak sekali dinikmati di layar lebar.
 
Film ini sudah tayang di seluruh bioskop Indonesia sejak kemarin, 8 November 2019. Jadi saya harap, review film Midway ini tidak terlalu terlambat guna menghadirkan referensi untuk jawal nonton anda di akhir pekan ini. Selamat menonton.