Dampak Omnibus Law Terhadap Investor

Ra'uf Delfian Nugroho
Mahasiswa UIN Jakarta.
Konten dari Pengguna
22 Oktober 2020 10:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ra'uf Delfian Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar : hadipolo
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar : hadipolo
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, maraknya pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law menjadi perbincangan yang paling hangat di seluruh Indonesia. Dikarenakan, pengesahan daripada RUU atau Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) ini yang telah disepakati dan SAH oleh DPR RI ini menjadi undang-undang, setelah disepakati, ketika pengambilan keputusan tingkat II. RUU Cipta Kerja ini sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada Senin 5 Oktober 2020, waktu Indonesia petang.
ADVERTISEMENT
Dalam isinya, yang telah disahkan oleh para DPR-RI, mengatakan bahwa bagaimana sejatinya RUU Cipta Kerja ini menjadi salah satu RUU yang cukup menyusahkan dan akhirnya mendesak warga untuk menjalankan demo dimana warga berharap dapat menunda atau bahkan membuat DPR menghentikan penggunaan RUU Cipta Kerja ini sehingga keadaan dapat kembali normal. Rata-rata, para buruh terkena dampak daripada RUU Cipta Kerja ini, dan mereka menilai bahwa hampir beberapa pasal-pasal yang ada dan diatur dalam RUU tersebut, tidak adil. Bahkan ada kecenderungan yang dibentuk oleh pemerintah yang hanya ingin memfasilitasi mereka yang merupakan rakyat kelas atas sehingga seiring berjalannya waktu, RUU ini dinilai menjadi berat sebelah dan berdampak baik kepada pengusaha namun tidak menguntungkan demi mereka buruh atau para pekerja. Namun, sejatinya RUU Cipta Kerja ini ingin meluruskan dan membantu perekonomian Indonesia serta para pengusaha mengklaim kalau RUU Cipta Kerja sendiri bahkan tidak terlalu menguntungkan bagi mereka yang merupakan rakyat kelas atas, sehingga setiap aspek baik itu pengusaha dan buruh ada yang menguntungkan juga.
ADVERTISEMENT
Karena terlampau simpang siur mengenai pengesahan RUU Cipta Kerja ini atau Omnibus Law ini, dilansir oleh Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira bahwa sejatinya RUU Cipta Kerja malah justru bisa menimbulkan dampak negatif terhadap iklim usaha, sebagaimana dampak positif yang digencar-gencarkan oleh pemerintah terkait perilisan RUU Cipta Kerja ini.
Ia melansir bahwa karena adanya keadaan yang sekarang ini sedang simpang siur mengingat Indonesia telah dilanda virus Covid-19, tentu saja, itu memberikan berbagai macam ketidakpastian. Terlebih banyaknya aturan yang berubah di tengah situasi resesi ekonomi. Walaupun baik buruh dan investor kini terkena dampaknya, memang betul buruh sedang dilanda resesi dan memang membutuhkan bantuan namun investor pula butuh kepastian.
ADVERTISEMENT
Kehadiran RUU Cipta Kerja dilansir akan mempersulit investor karena mereka tidak bisa langsung menjamin investasi serta harus menimbangkan proses masuknya investor ke Indonesia. Ini mempersulit para investor yang ingin memnanamkan modal dalam investasinya, sehingga yang jadi pertimbangan investor ini mempertanyakan keseriusan pemerintah sehingga kurangnya efektivitas dalam usaha memajukan bangsa Indonesia. Dilansir oleh warga, banyak sekali hak-hak pekerja dan buruh yang mana akhirnya diambil dan tidak dapat kembali karena tidak ada dalam omnibus law. Sehingga, mengingat hal tersebut, akan ada kemungkinan persepsi investor dari Negara luar dan yang maju, tidak jadi ingin menanamkan investasinya terhadap Indonesia dimana tidak adanya keadilan bagi mereka yang tinggal di ekonomi yang baik maupun kurang.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, tak jarang beberapa lembaga dari Negara asing mulai memprediksi dampak yang ditimbulkan setelah RUU Cipta Kerja disahkan di DPR, yang mana, beberapa lembaga menyampaikan analisa bahwa benar akan timbul banyak factor yang negative namun tentu saja ada dampak positif yang didapatkan Indonesia. Seperti riset dari Morgan Stanley yaitu Indonesia diharapkan bisa menguatkan kebijakan moneter, inflasi, kebijakan fiskal yang akomodatif. Sehingga RUU Cipta Kerja ini sendiri bertujuan agar modal asing bisa masuk lebih besar ke Indonesia yang mana dapat membantu memangkas birokrasi yang sebelumnya berbelit dan tidak efisien. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yoliot mengatakan, dengan disahkannya beleid sapu jagad investasi itu dapat mendorong investasi lebih ketika semua sudah baik-baik.
ADVERTISEMENT