Antara KPPAD Kalbar dan @ZianaFazura: Gugat Balik atau Damai?

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
10 April 2019 17:20 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

"Justice for AU" dan Laporan Tindak Pidana UU ITE oleh KPPAD

ADVERTISEMENT
Sebelum kasus AU viral, akun twitter @zianafazura menggemakan ke publik bagaimana kasus ini terjadi. Melalui hashtag yang diusungnya, akun twitter tersebut menjaring dukungan dari masyarakat untuk mengawal seorang pelajar SMP berumur 14 tahun yang telah mengalami tindak kekerasan berupa penganiayaan oleh 12 pelajar SMA.
Setidaknya menurut beberapa media massa, kepala korban telah dibenturkan ke aspal serta salah satu pelajar SMA tersebut menggapai alat kelamin korban yang mengakibatkan pembengkakan pada area kewanitaannya--walaupun hal ini masih harus dibuktikan kebenarannya melalui visum dan proses hukum.
Benar adanya, kasus ini menjadi viral di masyarakat, mendapat perhatian dari beberapa tokoh publik serta dapat menggerakkan alat negara KPPAD Kalimantan Barat yang kemudian mengadakan press conference yang salah satu dalam kalimatnya menyatakan:
ADVERTISEMENT
Serta dari beberapa media massa, salah satunya dikutip bahwa KPPAD berharap bahwa persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, karena adanya proses hukum akan memberikan dampak di kemudian hari pada mereka yang masih di bawah umur. (Koran Cetak, Tribun Pontianak, 9/4/2019)
Mengetahui adanya pemberitaan tersebut, pemilik akun @zianafazura mengekspresikan kekagetan dan pendapatnya kembali. Namun, tak disangka, KPPAD merasa dirugikan dan menganggap isi cuitan tersebut sebagai negative statement dan segera melaporkan akun tersebut ke Kepolisian atas dugaan tindak pidana UU ITE.
ADVERTISEMENT

Bukankah Kita adalah Negara yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi HAM?

Sebelum berbicara jauh tentang KPPAD, KPAI dan Perlindungan Anak. Masih ingatkah pelajaran mendasar di sekolah kita tentang negara berbentuk pemerintahan demokrasi? Tentu kita semua ingat dan telah menjadi sebuah pengetahuan umum. Namun pada intinya, kata kunci dari demokrasi adalah rakyat berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Terlepas dari KPPAD ataupun KPAI merupakan lembaga nonstruktural yang independen. Selain itu yang harus kita pahami lagi adalah dalam penyelenggaraan demokrasi, hal tersebut tidak terlepas dari penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Khususnya dalam kaitan hak untuk berpendapat.
ADVERTISEMENT
Jika dikaitkan, maka akan menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dan mengontrol penyelenggaraan negara dengan cara menyampaikan pendapatnya. Ingatlah prinsip "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".
Pemerintah harus menghargai dan menampung pendapat serta masukan dari rakyat, karena penyelenggaraan negara yang demikian pelik, rumit, dan sulitnya ini, semata-mata untuk rakyat. Serta jangan pernah abaikan konstitusi kita Pasal 28E ayat (3) UU 1945 "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".

Hak Partisipasi Publik & Kewajiban Peran Masyarakat dalam Perlindungan Anak

Perlu kita ketahui bahwa dahulu, dasar KPPAD adalah bentuk perwakilan daerah dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI sendiri dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak (Kini, KPPAD dibentuk oleh Pemda).
ADVERTISEMENT
Kita tahu pula bahwa KPAI merupakan lembaga non-struktural yang bersifat independen. Namun jangan sampai kita salah paham bahwa di balik kata independen, lembaga non struktural dibentuk untuk menunjang penyelenggaraan pemerintah dalam fungsinya selain untuk menjalankan mandat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Hak Partisipasi Publik terkait Perlindungan Anak diadopsi secara khusus dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pada ayat (3) huruf e., dinyatakan bahwa;
Adapun yang saya lakukan dengan menulis artikel ini juga semata-mata untuk memenuhi kewajiban saya dalam ayat yang sama, yaitu "memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak anak dan peraturan perundang-undangan tentang anak". Warga negara yang baik adalah warga negara yang melaksanakan hak dan kewajibannya serta turut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara.
ADVERTISEMENT

Bangun! Sekarang Sudah Reformasi

Melalui adanya istilah “anak zaman now” atau “generasi milenial” dalam arti positif yang tengah trend saat ini, perlu dijadikan sebagai contoh agar jangan hanya masyarakatnya saja yang milenial mau aktif berpartisipasi. Melainkan para penyelenggara negara baik struktural maupun non-struktural pun juga harus menyesuaikan dengan bersifat open terhadap koreksi dan keluhan dari publik.
Karena berbekal dari koreksi itulah penyelenggaraan negara/pemerintahan dapat berubah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Jangan sampai justru kita malah kembali ke zaman lampau, di mana orang dibungkam dan dibatasi haknya untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Dengan adanya kasus pelaporan ini, jangan sampai orang mendapat kesan bahwa patut diduga kasus kali ini adalah "pembungkaman secara legal". KPPAD sebenarnya tak perlu merasa dijelekkan, KPPAD harus merasa senang bahwa terdapat satu atau dua warga negara di luar sana yang peduli terhadap kinerja KPPAD.
Ilustrasi oleh Herun Ricky/kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan adanya cuitan tersebut, tidak akan mempengaruhi untung-rugi dari KPPAD layaknya “sebuah restaurant”. Kembalilah kepada visi dan misi KPPAD: Mengawasi, menyelenggarakan perlindungan anak bersama masyarakat.
Adapun KPPAD diharapkan lebih berhati-hati karena sebagai sebuah lembaga non-struktural, tetap saja KPPAD sebagai sebuah lembaga yang merepresentasikan negara. Apalagi kini KPPAD tidak lagi beralaskan hukum Keppres melainkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Jangan-jangan hal ini dapat berbuntut panjang dan menambah daftar kecaman terhadap Indonesia atas persoalan-persoalan HAM di masa lampau? Semoga jangan.

Bukan Gugat Balik, tapi Gugat Damai

Pemilik akun twitter kini @zianafazura harus menerima nasib sebagai terlapor tindak pidana UU ITE akibat memenuhi hak asasi manusianya untuk menyampaikan pendapat dan hak partisipasi publik yang diakui konstitusi, serta akibat menjalankan kewajibannya dalam berperan serta terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Dan kini, nama @zianafazura harus tercemar di tanah air akibat tersemat “kebablasan menjadi juru bicara KPPAD”.
ADVERTISEMENT
Inilah timing yang tepat untuk mengeluarkan kata “perdamaian”. Bukan kemarin, bukan tadi, dan bukan besok. Karena pada dasarnya kita telah paham bahwa dari kedua sisi memiliki visi yang sama yaitu melindungi anak kita, anak Indonesia. Marilah kita bergandeng tangan, menyatukan pikiran demi terciptanya penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia yang lebih baik di kemudian hari. Jakarta, 10 April 2019
Sofie Wasiat.