Bijak Menilai Debat Cawapres tentang Isu Stunting

Sofie Wasiat
Alumnus Taruna Nusantara dan Fakultas Hukum UGM. Kini menempuh studi Master of Public Administration (UI).
Konten dari Pengguna
19 Maret 2019 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sofie Wasiat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Debat Cawapres Ketiga Tahun 2019. Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Debat Cawapres Ketiga Tahun 2019. Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Tak ketinggalan, isu stunting menjadi salah satu topik dari bahan debat Cawapres 2019. Indonesia memang memiliki target untuk menekan angka stunting setiap tahunnya. Sedangkan, standar prevalensi stunting minimal menurut WHO berada di angka 20 persen. Kedua belah pihak cawapres memberikan tanggapan masing-masing mengenai solusi penekanan angka stunting yang kini berada pada prevalensi 30,8 persen (Riskesdas 2018). Namun apakah solusi dari kedua belah pihak dirasa sudah tepat untuk menyelesaikan permasalahan stunting di Indonesia?
ADVERTISEMENT

Pemahaman Singkat: Stunting adalah Gagal Tumbuh

Anak kerdil merupakan istilah yang sudah familiar dikenal oleh masyarakat Indonesia untuk mengenal stunting. Namun sebenarnya stunting merupakan kondisi anak mengalami gagal tumbuh, begitulah arti sebenarnya menurut para dokter anak yang disampaikan oleh Dr. dr. Rahmat Sentika, Sp.A, M.A.R.S. agar dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat Indonesia. Sehingga istilah kerdil yang telah dikenal oleh masyarakat tersebut perlu diganti dengan istilah gagal tumbuh.
Kondisi gagal tumbuh tersebut tidak hanya sesederhana anak bertubuh pendek, memiliki tinggi badan yang tidak sesuai, atau di bawah rata-rata dari anak seusianya, melainkan anak juga mengalami gangguan perkembangan otak, kecerdasan yang menyebabkan penurunan prestasi belajar serta mengalami risiko tinggi untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, kanker, stroke, dan lainnya (Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting).
ADVERTISEMENT
Tentu hal ini berkaitan erat dengan nasib masa depan bangsa Indonesia yang bergantung pada sumber daya manusianya karena menurut para Dokter Anak yang disampaikan oleh Dr. dr. Rahmat Sentika, Sp.A, M.A.R.S, anak yang menderita stunting kecil kemungkinan untuk lulus dari SD (Sekolah Dasar).
Salah satu alasan mengapa stunting sangat banyak terjadi pada anak-anak di Indonesia adalah karena usia ibu yang belum cukup saat kehamilan dan pertumbuhan mereka sendiri belum sepenuhnya berkembang, kira-kira sepertiga wanita berusia 20-45 tahun memiliki anak pada usia remaja (SDKI 2012). Selain itu, terjadi karena pola asuh, pemberian makan, faktor sanitasi, dan kebersihan lingkungan.

Kondisi Anak Gagal Tumbuh atau Stunting di Indonesia

Tahun 2013, stunting diderita oleh hampir 9 juta anak balita (37,2 persen, Riskesdas) dan merupakan tertinggi ke-5 di dunia (UNICEF). Sedangkan kini prevalensi stunting sudah turun menjadi 30,8 persen berdasarkan Riskesdas 2018. Jika bertanya apa yang telah dilakukan pemerintah untuk memerangi kondisi anak stunting tersebut, maka jawabannya pemerintah telah melaksanakan berbagai program pencegahan dan penanganan khususnya melalui langkah pemberian suplemen gizi berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam bentuk biskuit melalui puskesmas atau posyandu.
ADVERTISEMENT
Namun sebagaimana yang telah penulis tulis dalam artikel sebelumnya (Artikel Lampu Merah Bonus Demografi: Stunting) sebenarnya langkah ini diduga tidak berjalan dengan baik dan meragukan penulis mengenai efektivitasnya, mengetahui bahwa di setiap puskesmas/posyandu terjadi penumpukan PMT karena tekstur PMT yang keras sehingga bayi tidak menyukainya atau dapat dikatakan konsumsi PMT tersebut rendah.

Poin Solusi Penanganan Anak Gagal Tumbuh Menurut Masing-masing Cawapres

Setelah mengikuti dan memahami poin yang disampaikan oleh masing-masing cawapres, pada intinya Cawapres 01 menyampaikan bahwa pencegahan stunting perlu dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya dengan pemberian asupan cukup, program sanitasi dan air bersih, pembagian sembako melalui bantuan sosial, serta dengan melakukan edukasi sejak remaja hingga pra-nikah di KUA. Serta menurutnya penanganan stunting hanya dapat dilakukan dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), karena setelah 1000 HPK maka stunting tidak akan bisa teratasi lagi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Cawapres 02, perkara stunting dapat diselesaikan melalui salah satu program generasi emas yaitu 'Sedekah Putih' untuk memastikan bahwa ibu-ibu dan anak-anak mendapatkan asupan protein cukup dengan susu, ikan, dan sumber protein lainnya. Diharapkan dengan program tersebut dapat mengurangi stunting dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Sedekah Putih menjadi sebuah dorongan terhadap pihak-pihak yang ingin menyumbangkan susu, tablet, ataupun kacang hijau, karena stunting tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah. Akan tetapi perlu dibantu oleh pihak-pihak lain seperti dunia usaha.

Bijak Memahami sebelum Menilai

Terlepas dari pilihan politik terhadap kedua pasangan calon, tidak ada yang salah dari kedua buah sudut pandang tersebut. Karena apabila keduanya dielaborasikan dengan baik, maka hasilnya akan saling melengkapi dalam rangka upaya penanganan anak stunting di Indonesia. Akan tetapi sebelum memberikan penilaian, ada beberapa hal yang perlu dipahami dan diingat antara lain adalah;
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sehingga kini muncul pertanyaan, apakah dari masing-masing tanggapan kedua cawapres sudah dapat dinilai tepat sebagai upaya penanganan stunting di Indonesia? Marilah kita lihat beberapa poin kesimpulan dibawah ini.

Siapapun Pemimpinnya, Perkara Stunting Harus Diselesaikan

Perkara stunting bukan sekadar isu yang digoreng untuk kepentingan politik belaka. Stunting merupakan kejadian nyata yang benar-benar harus diperhatikan oleh pemerintah dan jangan sampai terabaikan dikarenakan adanya hiruk pikuk masa pemilu serentak. Karena siapapun pemimpin saat ini atau nanti, anak-anak stunting di Indonesia harus segera diselamatkan. Untuk itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah;
ADVERTISEMENT
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang menyusun Peraturan Menteri yang berkaitan dengan pemberian PKMK terhadap bayi stunting. Diharapkan Peraturan Menteri segera disahkan dan diimplementasikan demi menyelamatkan lebih dari 3000 bayi stunting setiap harinya.
Sofie Wasiat,
Alumni Fakultas Hukum UGM
PH&H Public Policy Interest Group.