Cegah Krisis Energi di Indonesia, Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap M

SolarKita
SolarKita is a Smart Energy company.
Konten dari Pengguna
24 September 2019 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SolarKita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cegah Krisis Energi di Indonesia, Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap M
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dengan padatnya aktivitas sehari-hari, Anda mungkin tidak terlalu menyadari masalah krusial satu ini. Walaupun sepertinya tidak terlihat ada masalah, Indonesia sebetulnya sedang rawan mengalami krisis energi. Bahkan krisis energi di Indonesia ini diprediksi bisa terjadi dalam waktu tiga puluh tahun ke depan. Kabar baiknya, walaupun seharusnya kita sudah harus mengambil langkah sejak bertahun-tahun lalu, saat ini masih ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menekan risiko tersebut.
ADVERTISEMENT
Risiko krisis energi di Indonesia bisa terjadi apabila cadangan energi fosil habis dan tidak ada jenis energi alternatif yang bisa menjadi penggantinya. Seperti yang sudah diketahui, energi fosil merupakan sumber utama penggunaan energi seperti batu bara untuk listrik. Padahal, cadangan batu bara semakin berkurang, sedangkan eksplorasi untuk menemukan cadangan tersebut belum maksimal dilakukan.
Sebagai salah satu solusi untuk meminimalisir ketergantungan terhadap batu bara untuk listrik, pemerintah Indonesia pun membentuk Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap pada 2017 lalu. Caranya adalah dengan mendorong pembangunan pembangkit listrik surya atap di berbagai bangunan. Sejauh ini, gerakan tersebut berjalan cukup positif karena banyak dukungan yang didapatkan.
Ancaman krisis energi nasional
Tahukah Anda bahwa saat ini, proporsi minyak bumi sebagai sumber utama energi sudah mencapai 40% dari total permintaan energi dunia? Padahal, cadangannya terus berkurang dari waktu ke waktu. Di Indonesia, saat ini cadangan minyak bumi diprediksi sebesar 9 miliar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 miliar barel per tahun. Mungkin memang terlihat banyak, tetapi jumlah tersebut diprediksi akan habis dalam waktu delapan belas tahun.
ADVERTISEMENT
Ancaman krisis energi di Indonesia ini semakin diperburuk dengan adanya eksploitasi batu bara yang dilakukan secara besar-besaran. Menurut Pengamat Energi, Marwan Batubara, cadangan batu bara di Indonesia termasuk kecil, tetapi aktivitas ekspor terus saja dilakukan. Nah, apabila energi fosil ini habis, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami krisis energi nasional.
Gerakan nasional Sejuta Surya Atap sebagai salah satu solusi
Memangnya apa yang akan terjadi jika krisis energi nasional benar-benar terjadi di Indonesia? Salah satu efek terbesarnya adalah Anda dan kita semua jadi tidak bisa menggunakan listrik untuk kebutuhan sehari-hari. Ini karena sumber tenaga listrik berasal dari batu bara—seperti yang sudah disebutkan di atas.
Pemerintah Indonesia pun tidak diam mengetahui ancaman tersebut. Pada 13 September 2017, deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap resmi dibuat dan disahkan. Bagi yang belum tahu, pemerintah memiliki Kebijakan Energi Nasional. Jadi, diharapkan pada 2025 nanti, tercapai penggunaan energi baru dan terbarukan sebanyak 23%. Caranya melalui dorongan dan percepatan pembangunan pembangkit listrik surya atap di fasilitas umum, perumahan, gedung perkantoran dan pemerintahan, kompleks industri, dan bangunan komersial hingga mencapai kapasitas 1 GigaWatt pertama sebelum 2020.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 14 perusahaan sudah memberi dukungan
Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap tentu tidak akan berhasil jika pemerintah bekerja sendiri. Pemerintah Indonesia juga memohon kerja sama kepada banyak pihak untuk ikut mendukung gerakan tersebut. Akhirnya, bulan Juni 2019 lalu, sebanyak empat belas pelaku industri dan bisnis di Indonesia secara resmi menyatakan dukungan mereka kepada Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap. Mereka memasang sistem pembangkit listrik tenaga surya atap pada bangunan masing-masing.
Keempat belas perusahaan tersebut adalah PT Bukit Jaya Semesta, Bika Living, Ciputra World 2 Jakarta, Grand Hyatt, Dermaster, PT Himawan Putra, PT Mandala Multinvest Capital, Indonesia Utama Mineral, PT Mega Manunggal Property Tbk., PT Mulia Bosco Sejahtera, PT Monde Mahkota Biskuit, Plaza Indonesia Realty Tbk., Wisma 77, dan Tokopedia. Mereka juga mengajak para pelaku industri dan bisnis lain untuk segera menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
ADVERTISEMENT
Menurut Andhika Prastawa, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia dan salah satu Deklarator Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap, penggunaan sistem PLTS di industri bisnis bisa berpotensi membantu menurunkan emisi gas buang CO2. Data Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Energi pada 2016 menunjukkan bahwa jumlah emisi CO2 dari sektor komersial dan industri bisa mencapai 36%.
Sudah mulai menyebar di berbagai kota
Agar ancaman krisis energi di Indonesia bisa terhindari, tentunya bukan hanya Jakarta sebagai ibu kota yang harus bertindak. Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap juga harus diikuti oleh kota-kota lain di Indonesia. Jakarta sudah menjadi contoh yang cukup baik, bahkan Kementerian ESDM mulai memperkenalkan rumah listrik tenaga surya, yaitu rumah bertipe 36 dengan jaringan listrik PLN daya 7.700 Watt, daya listrik 5kwp, dan inverter 5,5 kwp. Tidak ketinggalan atap rumah dengan pemasangan panel surya.
ADVERTISEMENT
Pada sosialisasi rumah listrik tenaga surya tersebut, yang dilakukan pada bulan Juli 2019 lalu di Monas, Ignasius Jonan selaku Menteri ESDM juga menampilkan berbagai penggunaan peralatan yang bisa memanfaatkan listrik surya atap. Contohnya kompor listrik, lampu surya, dan kendaraan listrik.
Jakarta bukan satu-satunya kota yang mulai sadar akan pentingnya PLTS demi mencegah krisis energi di Indonesia. Daerah pelosok di Kabupaten Bogor, Jakarta Barat, mendapatkan bantuan lampu penerangan jalan umum tenaga surya (PJU-TS). Jadi, kebutuhan masyarakat tidak hanya terpenuhi dengan baik, tapi juga ramah lingkungan. Kabarnya, program pemberian PJU-TS ini juga akan dilanjutkan ke sebanyak mungkin daerah pelosok di Bogor.
Optimis bisa tercapai pada tahun 2025
Ancaman krisis energi di Indonesia diprediksi terjadi pada belasan tahun mendatang apabila eksplorasi energi alternatif tidak dilakukan optimal. Namun, Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) cukup optimis bahwa Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap bisa tercapai ada 2025 nanti. Menurut Andhika Prastawa, Ketua Umum AESI, sudah ada empat ratus pelanggan PLN di Jakarta yang memasang panel surya hingga Maret 2018 lalu. Rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai dua ratus pelanggan, kebanyakan dari mereka merupakan pelanggan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Dengan dorongan dan berbagai upaya yang dilakukan, Andhika optimis untuk menaikkan angka rata-rata tersebut menjadi lima ratus per tahun. Perlu diingat kembali, melalui Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap ini, pemerintah Indonesia memiliki target agar 23% penggunaan energi listrik berasal dari energi baru dan terbarukan. Target tersebut setara dengan 45 GigaWatt. Nah, dari total target tersebut, 6,5 GigaWatt di antaranya berasal dari energi surya. Hingga saat ini, sudah tercapai 11% dari target.
Ancaman krisis energi di Indonesia memang terdengar cukup mengerikan, apalagi kalau mengingat cadangan energi fosil yang menipis sementara kebutuhan justru sepertinya semakin banyak. Di sinilah Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap bisa membantu mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil sebagai sumber energi listrik.
ADVERTISEMENT
Dengan dukungan pemerintah dan berbagai industri bisnis, diharapkan agar ada semakin banyak pihak yang tergerak untuk turut memasang dan menggunakan panel surya. Dengan begitu, target bisa tercapai dan ancaman krisis energi di Indonesia pun dapat diminimalisir.
Penulis SolarKita: Biru Cahya Imanda
Photo Credit: Unsplash