Pemadaman Listrik Secara Total di Jabodetabek, Ini 6 Faktanya!

SolarKita
SolarKita is a Smart Energy company.
Konten dari Pengguna
11 September 2019 14:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SolarKita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang tinggal di wilayah Jabodetabek dibuat resah dengan pemadaman listrik massal yang berlangsung selama 8 – 18 jam pada hari Minggu, 4 Agustus 2019 lalu. Tentu saja kondisi ini sangat berdampak pada aktivitas dan perekonomian di ibu kota. Lebih dari itu, empat unit kereta MRT bahkan sempat terjebak di bawah tanah dan memaksa penumpangnya untuk turun dan berjalan kaki menuju stasiun terdekat. Pemadaman listrik tersebut juga memutus jaringan telekomunikasi di semua operator.
ADVERTISEMENT
Kabarnya, karena pemadaman listrik secara total di Jabodetabek beberapa waktu lalu, PLN harus menderita kerugian hingga Rp90 miliar. Sementara bisnis-bisnis lain yang mengandalkan pasokan listrik juga mengalami kerugian yang cukup besar. Bahkan beberapa pom bensin dan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) juga tidak dapat beroperasi, masyarakat yang tidak memegang uang tunai pun semakin resah tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
Penyebab pemadaman listrik secara total
Dilansir dari Kompas, sistem di SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500 kV di Ungaran – Pemalang mengalami black out atau padam. Akibatnya, aliran listrik di dua sirkuit tersebut mengalami penurunan secara drastis. Kondisi ini juga berdampak pada sirkuit Depok – Tasikmalaya.
Dengan begitu, jika dihitung secara matematis, total ada gangguan listrik di tiga SUTET secara bersamaan yang kemudian menyebabkan terjadi pemadaman listrik secara total di Jabodetabek. Karena berada di dua sistem yang berbeda, bagian Barat Jawa mati total, sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur tetap menyala.
ADVERTISEMENT
Sudah pernah terjadi di tahun 1997 dan 2018
Kejadian pemadaman listrik secara total ini bukan kali pertama terjadi. PT. PLN (Persero) bahkan mengakui bahwa hal ini sempat terjadi untuk kali pertama di tahun 1997 silam. Saat itu, yang mengalami sistem black out adalah Jawa – Bali. Sementara di tahun 2018, pemadaman listrik juga terjadi akibat SUTET bertegangan 500 kV mengalami black out parsial atau sebagian sehingga yang terdampak hanya wilayah Jawa Timur saja.
Black out sendiri merupakan gangguan yang menyerang sistem saluran tegangan ekstra tinggi, sehingga menghambat atau menghentikan pasokan listrik. Tentu saja, pemadaman listrik secara total di Jabodetabek beberapa waktu lalu menjadi tanda tanya yang cukup besar terhadap kinerja dinas terkait. Meski tidak sering terjadi, seharusnya sudah ada langkah preventif yang disediakan untuk mencegah terjadinya black out di SUTET mana pun.
ADVERTISEMENT
Pohon sengon sempat dijadikan ‘kambing hitam’
Uniknya, sebelum menyatakan bahwa SUTET 500 kV di Ungaran – Pemalang mengalami black out atau padam, pihak PLN dan Bareskrim Polri menduga bahwa keberadaan pohon sengon di sekitar jaringanlah yang menyebabkan lompatan listrik. Hal ini dikarenakan pohon sengon tersebut dibiarkan tumbuh setinggi 8,5 meter, yang jelas melebihi batas right of way (ROW) yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Faktanya, pohon sengon bukan menjadi pemicu terjadinya black out di ketiga menara SUTET tersebut.
Pohon sengon justru merupakan tanaman yang dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena kualitasnya yang cukup bagus. Kayu yang didapat dari pohon sengon memiliki serat lurus dengan permukaan sedikit kasar, serta tidak mudah diserang rayap. Lebih dari itu, penanaman pohon sengon juga tidak bisa dilakukan sembarangan, harus disesuaikan dengan tujuan produksi kayunya. Misalnya, untuk dijadikan kayu pertukangan, pohon sengon harus ditanam dengan jarak sekitar 6 x 6 meter.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 21 juta pelanggan dirugikan
Akibat pemadaman listrik secara total di Jabodetabek, ada lebih dari 21 juta pelanggan yang mengalami kerugian. Bahkan pihak PLN harus menyediakan anggaran dana yang sangat besar sebagai kompensasi bagi jutaan pelanggan tersebut. Dikabarkan 4,47 juta pelanggan terdampak di DKI Jakarta akan memperoleh total kompensasi sebesar Rp311,78 miliar. Sementara sekitar 14,28 juta pelanggan di Jawa Barat akan diberi kompensasi total sebanyak Rp362,50 miliar.
Tidak jauh berbeda bagi lebih dari 3,2 juta pelanggan di kawasan Banten juga akan diberi kompensasi sebesar Rp165,60 miliar. Berdasarkan hitungan matematis, pihak PLN setidaknya harus menggelontorkan dana hingga Rp839 miliar untuk penyaluran kompensasi tersebut kepada jutaan pelanggan yang dirugikan. Jelas ini bukan angka yang kecil bagi PLN, terlebih pihaknya juga masih harus menyiapkan dana sebagai biaya perbaikan atas kerusakan yang terjadi di 3 menara SUTET penyebab pemadaman listrik secara total di Jabodetabek tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdampak positif bagi kualitas udara Jakarta
Pemadaman listrik secara total tidak sepenuhnya merugikan warga ibu kota. Berdasarkan catatan AirVisual, Indeks Kualitas Udara di Jakarta justru membaik sehari setelah listrik padam. Tercatat kualitas udara di Jakarta mencapai angka 67 atau termasuk kategori sedang dengan 19,9 ug/meter kubik konsentrasi partikulat. Angka ini jelas lebih baik dibandingkan dengan kualitas udara Jakarta di bulan Juli yang masuk kategori tercemar.
Kualitas udara Jakarta yang membaik ini juga berdampak pada perbaikan peringkat Jakarta di dunia perihal kualitas udara di dunia. Sebelumnya, DKI Jakarta menempati urutan keempat terburuk di Asia, namun setelah pemadaman listrik tersebut Jakarta berhasil menempati urutan ke-21 di dunia. Artinya, dengan pemadaman listrik ini, polusi udara di ibu kota berkurang cukup drastis karena tidak banyak kendaraan yang beroperasi dan listrik energi fosil yang biasa digunakan pun padam.
ADVERTISEMENT
Energi terbarukan bisa menjadi solusi tepat
Sebagai manusia yang sangat bergantung pada listrik untuk beraktivitas sehari-hari, tentunya kita tidak ingin pemadaman listrik terjadi lagi. Di satu sisi, pihak PLN memang sudah seharusnya meningkatkan performa jaringan demi mencegah hal tersebut kembali terjadi. Namun, di sisi lain tidak ada salahnya untuk melakukan langkah antisipasi. Di sinilah energi terbarukan sangat dibutuhkan sebagai solusi.
Anda bisa menggunakan energi terbarukan seperti panel surya di rumah. Jadi, Anda dapat memproduksi listrik secara mandiri. Apabila suatu hari nanti terjadi pemadaman listrik, rumah Anda pun tidak akan terkena dampaknya karena masih mendapatkan suplai listrik dari sistem panel surya tersebut.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kuncinya adalah pada penggunaan sistem solar panel on-grid hybrid yang dilengkapi baterai. Fungsi baterai di sini adalah sebagai backup, sehingga jika PLN mati, rumah anda akan mengambil listrik dari baterai yang disuplai listriknya oleh solar panel.
ADVERTISEMENT
Pemadaman listrik secara total di Jabodetabek beberapa waktu lalu memang terbilang cukup merugikan sebagian besar masyarakat. Namun, kejadian tersebut dapat diantisipasi, tentunya dengan kerja sama yang baik antara pihak-pihak terkait dengan masyarakat secara meluas. Imbauan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber energi terbarukan guna mengantisipasi adanya pemadaman akibat black out pada menara SUTET juga semakin digalakkan.
Bagaimana menurut pendapat Anda? Sudahkah optimalisasi energi listrik terbarukan Anda lakukan sebagai langkah preventif terhadap pemadaman listrik? Semoga informasi di artikel ini bisa menginspirasi Anda, ya!
Penulis SolarKita: Inas Twinda Puspita