news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kelor, Tanaman Ajaib dengan Segudang Manfaat

Sri  Ayuni
Sri Ayuni, Humas Badan Riset dan Inovasi Nasional
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2021 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Ayuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Daun Kelor. Sumber Foto: Freepic
zoom-in-whitePerbesar
Daun Kelor. Sumber Foto: Freepic
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal kelor. Tanaman ini mendadak menjadi primadona dikala pandemi. Khasiatnya dipercaya mampu meningkatkan imunitas, sehingga diburu banyak orang. Bahkan, beberapa orang beruntung berbisnis kelor dan meraup omset ratusan juta. Mulai dari menjual bibit dan mengolahnya menjadi ramuan herbal.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri sangat menyukai kelor. Padahal bagi beberapa orang, kelor menjadi pantangan. Sejak kecil, ibu saya sering mengolah daun kelor dan bijinya menjadi sayur. Biasanya diolah menjadi sayur bening atau lalapan. Rasanya jangan ditanya, menyegarkan, apalagi dipadu dengan sambal dan ikan asin, dijamin nasi dalam panci penghangat tidak bertahan lama. Kebiasaan mengonsumsi sayur kelor masih saya lakukan hingga sekarang, bahkan sayur ini menjadi sayur kegemaran anak-anak saya yang anti sayuran.
Selain diolah sebagai bahan pangan, kelor (Moringa oleifera L.) juga dapat diolah sebagai campuran herbal. Kandungan vitamin dan mineral dalam kelor terbukti mencukupi gizi harian yang dibutuhkan oleh tubuh. Bahkan, kandungan kalsiumnya pun melebihi susu hewani.
Ridwan, seorang peneliti bidang fisiologi tumbuhan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI yang pernah saya wawancarai tentang kelor mengungkapkan bahwa kandungan kalsium kelor lebih tinggi dibanding tanaman lain. Bahkan, jika dibandingkan dengan susu sapi sekalipun. Padahal selama ini susu sapi dikenal sebagai sumber utama kalsium bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan beberapa literatur, susu sapi mengandung 143mg/100 gr kalsium, sedangkan kandungan kalsium daun kelor kering dapat mencapai 17 kali lipat. Ridwan pernah menganalisis dan membandingkan kandungan kalsium daun kelor dari beberapa daerah di Indonesia. Hasilnya ada yang mencapai hingga 21 kali lipat, yaitu mencapai 3000mg/100gr. Jadi jangan heran, jika pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur pernah mencanangkan gerakan menaman kelor dan mewajibkan masyarakatnya mengonsumsi kelor, khususnya bagi ibu hamil dan menyusui.
Tak hanya itu, tanaman yang mendapat julukan The Magic Tree dari World Healthy Organization (WHO) ini juga memiliki kandungan protein sebesar 30-34%, setara dengan kandungan protein pada kacang-kacangan. Merujuk dari data tersebut, memang masih belum sebanding dengan kandungan protein biji kedelai yang mencapai 36%.
ADVERTISEMENT
Selain mengandung kalsium dan protein, kelor juga mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antibakteri, antioksidan, antifungi, antiinflamasi, antikanker, anti obesitas, dan anti kolesterol.
Tak hanya itu, senyawa metabolit sekunder memiliki beberapa fungsi lain, diantaranya sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk), pelindung dari stres lingkungan, pelindung dari serangan hama atau penyakit (phytoaleksin), pelindung terhadap sinar ultra violet, dan sebagai zat pengatur tumbuh. Senyawa metabolit sekunder sulit disintesa, jarang dijumpai di pasaran, sehingga memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pembudidayaan kelor sangat mudah. Perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif dengan stek batang dan generatif dengan biji. Perbanyakan dengan stek batang dan biji masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Perbanyakan dengan stek batang dapat menghasilkan daun dan buah yang lebih cepat. Namun, dalam usaha budidaya intensif dan luas, pemenuhan kebutuhan batang sebagai bahan stek akan menjadi masalah. Hal ini karena batang yang digunakan untuk stek dengan probabilitas keberhasilan tinggi harus memenuhi beberapa kriteria, seperti batang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, panjang 1 meter, dan diameter 5-10cm. Kelemahannya, akar yang terbentuk melalui metode stek tidak terlalu kuat dan lebih mudah roboh.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan metode perbanyakan biji yang lebih aplikatif untuk budidaya intensif. Viabilitas metode biji cukup tinggi. Akar yang akan terbentuk kuat, tidak mudah roboh, dan penanaman lebih mudah. Untuk masa panen daun relatif lebih cepat (mulai 3-4 bulan setelah tanam).Namun, untuk produksi buah membutuhkan waktu cukup lama, yaitu sekitar 1,5-2 tahun, tergantung kondisi lingkungan tumbuhnya.
Perawatan tanaman kelor sebenarnya tidak terlalu susah. Pengairan secukupnya dan jangan sampai tergenang. Jika kelebihan air tanaman kelor sangat rentan terkena penyakit busuk akar.
Nah, tunggu apalagi, sederet bukti tanaman ini memiliki segudang manfaat telah terbukti. Menanam kelor dapat menjadi upaya swasembada pangan secara mandiri di kala pandemi. Bahkan dapat dijadikan sebagai alternatif peluang bisnis yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, mengkonsumsi kelor segar lebih baik dibandingkan membeli multivitamin dengan kandungan kelor berharga ratusan ribu rupiah. Jika butuh sayur bernutrisi, cukup petik di halaman rumah dan gratis. Tidak perlu repot-repot ke pasar dan menunggu tukang sayur lewat. Namun ingat, mengonsumsi kelor jangan berlebihan ya, secukupnya saja. Mengapa? karena kandungan purin dalam tanaman ini cukup tinggi dan tidak bersahabat bagi penderita asam urat. Yuk makan kelor.