Mengulas Rapor dan Isu ADE pada Kandidat Vaksin COVID-19

Sri Surati
Microbiology and Molecular Biology Division, National Quality Control Laboratory of Drug and Food, Indonesian Food and Drug Authority. ASNation. The University of Indonesia. Osaka University.
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2020 8:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Surati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Vaksin merupakan istilah yang cukup populer saat ini. Kehadirannya sangat dinantikan selama pandemi COVID-19. Lima negara yang tercatat memiliki kasus tertinggi antara lain Amerika, India, Brazil, Rusia dan Kolombia sedangkan lima negara dengan kasus kematian melebihi 1 juta kasus antara lain Amerika, Brazil, India, Meksiko dan Inggris. Indonesia tidak perlu berusaha menggeser posisi kelima negara tersebut karena sungguh bukan prestasi yang dapat dibanggakan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan obat yang memiliki efek langsung untuk menyembuhkan penyakit, vaksin merupakan strategi jangka panjang untuk mencegah penyakit infeksius. Ketika banyak orang dalam komunitas telah tervaksinasi, maka penyebaran patogen dapat dibatasi sehingga menciptakan kekebalan komunitas atau biasa dikenal dengan herd immunity.
Ketika banyak orang telah memiliki kekebalan, maka secara tidak langsung dapat melindungi orang-orang yang tidak dapat divaksinasi, seperti bayi yang baru lahir dan mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah.
Vaksin berisi antigen spesifik yang memunculkan respons imun yang bertujuan untuk melatih sistem kekebalan untuk mengenali patogen yang masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, vaksin dapat mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri.
Jangan berharap kemunculan vaksin akan seperti sulap, butuh waktu yang lama untuk melakukan penelitian dan pengembangan vaksin. Vaksin diharuskan melalui beberapa tahapan uji seperti uji pra-klinis yang dilakukan pada hewan, uji klinis fase I-III yang dilakukan pada manusia dan tahap surveilans atau pemantauan untuk mempelajari efek jangka panjang vaksin pada populasi.
ADVERTISEMENT
Umumnya pengembangan vaksin memakan waktu 8-15 tahun, namun faktor kedaruratan menyebabkan pengembangan vaksin COVID-19 dapat dipersingkat menjadi 12-18 bulan.
Mengulas Rapor Kandidat Vaksin COVID-19
Ada banyak jenis vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan karena belum diketahui mana yang paling aman dan efektif. Menurut World Health Organization (WHO) 2020, hingga awal Oktober 2020 kemarin, terdapat 151 kandidat vaksin dalam evaluasi praklinis, 42 kandidat vaksin COVID-19 dalam evaluasi klinis dan 10 di antaranya dalam uji coba Fase III. Uji coba fase III ini biasanya membutuhkan 30.000 atau lebih peserta.
Vaksin dapat diberikan melalui jalur yang berbeda, misalnya injeksi di otot atau di bawah kulit atau melalui jalur oral. Namun, semua kandidat vaksin teratas adalah untuk injeksi otot.
ADVERTISEMENT
Berbagai calon kandidat vaksin tersebut dikembangkan menggunakan platform atau antigen yang berbeda-beda. Ada yang mengembangkan menggunakan virus hidup yang dilemahkan, virus yang telah diinaktivasi secara keseluruhan, subunit protein, rekombinan, peptida, vektor virus dan asam nukleat. Pengembangan vaksin bebasis subunit protein merupakan yang terbanyak dilakukan yaitu sekitar 34%.
Berdasarkan WHO (2020), sepuluh vaksin yang kini berada dalam uji klinis fase III antara lain:
1. Sinovac, berupa virus yang telah diinaktivasi
2. Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm, berupa virus yang telah diinaktivasi
3. Beijing Institute of Biological Products/Sinopharm, berupa virus yang telah diinaktivasi
4. University of Oxford/AstraZeneca, menggunakan vektor virus
5. CanSino Biological Inc./Beijing Institute of Biotechnology, menggunakan vektor virus
6. Gamaleya Research Institute, menggunakan vektor virus
ADVERTISEMENT
7. Janssen Pharmaceutical Companies, vektor virus
8. Novavax, menggunakan subunit protein
9. Moderna/NIAID, berupa RNA virus
10. BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer, berupa RNA virus
Berdasarkan laporan tersebut tiga jenis vaksin menggunakan virus yang telah diinaktivasi, empat di antaranya menggunakan vektor virus, dua menggunakan RNA dan satu menggunakan subunit protein.
Penggunaan antigen yang berbeda-beda dalam pembuatan vaksin memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing.
Vaksin berupa virus yang diinaktivasi mampu menginduksi terbentuknya respon antibodi yang kuat namun dalam proses pembuatannya membutuhkan virus dalam jumlah besar.
Vaksin yang menggunakan virus lain sebagai vektornya paling banyak dikembangkan di antara sepuluh kandidat teratas. Jelas saja vaksin ini paling banyak diminati karena pengembangannya lebih cepat namun perlu dicatat jika calon penerima vaksin sudah pernah terpapar oleh virus yang digunakan sebagai vektor (misalnya adenovirus), maka dapat menurunkan imunogenisitas calon penerimanya.
ADVERTISEMENT
AstraZeneca salah satu perusahaan farmasi di Inggris yang bekerja sama dengan Universitas Oxford dalam mengembangkan vaksin yang menggunakan vektor virus, telah menghentikan uji coba klinisnya yang disebabkan munculnya gejala serius atau efek samping pada salah seorang relawan.
Vaksin menggunakan RNA virus juga telah banyak dikembangkan. Vaksin jenis ini mampu memicu kekebalan seluler yang kuat dan untuk mengembangkannya tidak perlu waktu yang lama. Namun, karena hanya berupa RNA maka respon antibodi akan relatif rendah.
Terakhir, vaksin yang menggunakan subunit protein memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan menggunakan seluruh bagian virus yang biasanya meninggalkan jejak kemerahan dan bengkak di tempat suntikan. Tingkat respon imun yang muncul akan tergantung dari target protein yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Kandidat Vaksin COVID-19 untuk Indonesia
Sinovac, Sinopharm dan Cansino merupakan tiga kandidat terpilih. Ketiga vaksin tersebut memang telah melakukan uji klinis fase III.
Sinovac diketahui telah melakukan uji klinis fase III di Indonesia, Turki, Brazil, Bangladesh, Tiongkon dan Chile sedangkan Sinopharm telah melakukan uji fase klinis III di Uni Emirat Arab, Peru, Tiongkok, Argentina dan Moroko. Cansino sendiri tercatat telah melakukan uji fase klinis III di Arab Saudi, Tiongkok, Rusia dan Pakistan.
Sinovac dan Sinopharm merupakan vaksin dengan virus yang telah diinaktivasi sedangkan Cansino menggunakan vektor virus. Sinovac dan Sinopharm direncanakan akan diberikan untuk dual dose (dua kali injeksi untuk 1 satu orang dengan jeda waktu tertentu) sedangkan Cansino cukup dengan single dose (satu kali untuk satu orang).
ADVERTISEMENT
Ketiga vaksin ini disiapkan pemerintah karena kondisi darurat sembari menunggu pengembangan vaksin merah putih oleh anak negeri yang diramalkan akan mulai uji pre klinis dan klinis pada awal tahun 2021 dan dijadwalkan akan diproduksi besar-besaran pada triwulan IV tahun 2021.
Isu ADE (Antibody-Dependent Enhancement)
Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan berita mengenai isu keamanan pada vaksin COVID-19. Fenomena ADE (Antibody-Dependent Enhancement) santer terdengar hingga saat ini. ADE merupakan reaksi negatif yang disebabkan karena antibodi tidak efektif dalam menetralkan virus dan justru memperkuat infeksi.
Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M. mengatakan bahwa ADE memang dapat ditemukan pada beberapa jenis vaksin seperti dengue dan MERS, namun hal ini biasanya langsung dapat diketahui pada saat uji pre klinis. .
ADVERTISEMENT
Untuk vaksin impor yang akan digunakan oleh Indonesia, pemerintah dan beberapa peneliti memastikan bahwa fenomena ADE tidak ditemukan pada vaksin tersebut. Kemungkin ada tidaknya ADE sudah menjadi parameter yang harus diuji ketika pengembangan vaksin dan isu ADE ini tidak terbukti karena uji pre klinis tidak menunjukkan hasil tersebut.
Efektivitas Vaksin
Food and Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan pedoman mengenai persyaratan efektivitas vaksin COVID-19. FDA (2020) menyatakan bahwa vaksin yang dikembangkan harus mampu mengurangi atau mencegah keparahan penyakit pada setidaknya 50% dari jumlah orang yang diberikan vaksinasi.
Hasil uji klinis fase I dan II vaksin Sinovac menunjukkan efektivitas hingga 99% namun efektivitas vaksin dari uji klinis fase III di Bandung, masih menunggu hasil. Untuk kedua vaksin lainnya juga belum diketahui efektivitasnya dengan pasti karena keduanya pun masih menunggu hasil uji klinis fase III.
ADVERTISEMENT
Untuk vaksin Sinovac, setelah uji klinis fase III selesai maka Biofarma akan mulai produksi vaksin dari bulk yang dikirimkan oleh Sinovac. Hal ini bertujuan agar ada transfer teknologi yang terjadi dari Sinovac ke Biofarma.
Setelah produksi maka Biofarma akan mengajukan permohonan izin edar Sinovac melalui skema Emergency Use Authorization (EUA) ke BPOM yang ditargetkan pada Januari 2021. Oleh karena itu, vaksinasi paling cepat baru dapat dilaksanakan pada awal tahun 2021.
Kekebalan komunitas sendiri baru dapat tercapai jika 70% masyarakat memiliki kekebalan, yang berarti sekitar 175 juta orang harus divaksinasi sehingga kebutuhan vaksin untuk Indonesia sejatinya mencapai angka sekitar 400 juta karena adanya kemungkinan pemberian dual dose. Pemerintah pun telah menargetkan 500 juta vaksin untuk masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketiga vaksin tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan vaksin untuk masyarakat Indonesia. Karena jumlah yang terbatas dan kedatangannya yang bertahap maka rencana pemberian vaksin dengan urutan prioritas adalah langkah yang sudah tepat. Tenaga medis dan mereka yang berada di garda terdepan akan didahulukan, menyusul mereka yang bekerja di pelayanan publik termasuk tenaga pendidik dan orang yang berisiko terinfeksi.