Di NBA Loyalitas adalah Omong Kosong

Andreas Gerry Tuwo
Redaktur Internasional KumparanNews
Konten dari Pengguna
19 Juli 2018 14:31 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andreas Gerry Tuwo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Di NBA Loyalitas adalah Omong Kosong
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Jam menunjukkan pukul 20.00, tiba waktunya saya untuk pulang dari kantor, perjalanan dari Jati Padang ke rumah saya di Pondok Gede tak begitu jauh, sekira 40 menit kalau tidak macet.
ADVERTISEMENT
Tiba di rumah, saya langsung merebahkan diri di kasur yang jauh dari kata empuk, dan mulai membuka media sosial yang sekarang begitu digandrungi, instagram.
Ketika aplikasi terbuka, betapa kagetnya saya ketika seluruh linimasa akun saya dipenuhi berita trade antara DeMar DeRozan dan Kawhi Leonard.
Terkejut... itu sudah pasti.
Dipikiran saya, gak mungkin lah Leonard mau ke Utara, apalagi DeRozan, untuk terbang jauh ke Selatan dan menuju Texas, kesetiannya bersama Toronto saya yakin lebih kuat dari ikatan apa pun yang pernah ada di jagad NBA.
Ini bukan persepsi.
Leonard itu superstar, dua kali DPOY dan sekali MVP Final untuk main di kota super dingin dan gak punya sejarah pasti gak pernah ada di pikirannya.
ADVERTISEMENT
Sementara De Rozan, dia adalah tipe loyalis, sekali jatuh cinta susah move on.
Mau bukti, tengok 2016, DeRozan jadi free agent, kesempatan pulang kampung main di kota dengan penuh lampu sorot Hollywood, yaitu di LA Lakers terbuka lebar.
Tapi DeRozan menolak. Dia malah membubuhkan tanda tangannya di atas kertas putih di kantor Toronto Raptors.
DeRozan memilih setia pada klub yang di masa depan malah menusuknya dari belakang.
Apa yang terjadi dengan DeRozan membuat sebagian besar pemain dan penikmat olah raga bola keranjang kaget bahkan marah.
Publik memang mengalihkan fokus ke DeRozan, kalau Leonard mah gak usah diurus, dia emang ngerengek minta pindah.
Kejadian trade DeRozan semakin memperkuat imej bahwa di liga ini, bisnis adalah bisnis, persetan dengan loyalitas.
ADVERTISEMENT
Dan, DeRozan pun menyadari itu. Lewat Ig storynya dia menumpahkan isi hatinya:
"Tak ada yang namanya setia di permainan ini," keluh DeRozan.
Kasus kesetiaan vs kepentingan klub bukan hal baru. Setahun lalu, masalah serupa menimpa Isaiah Thomas.
Kurang berjuang apa Thomas untuk Celtic. Bahkan saat saudara perempuannya meninggal dunia, ia memilih tetap bermain dan mencetak lebih dari 30 poin.
Walau sudah bermain dengan hati, keringat dan darah, diujung musim, Thomas tetap ditrade.
Kejadian ini setali tiga uang dengan yang dialami Enes Kanter. Dulunya, Kanter adalah tulang punggung OKC di paint area sepeninggal Durant, ia pun berani pasang badan ketika rekan setimnya berkonfrontasi dengan pemain lawan, janji setia bersama OKC pun pernah terlontar dari mulutnya.
ADVERTISEMENT
Sayang meski Kanter setia, dia tetap ditendang dari klub tersebut.
NBA memang tega, dalam skema trade, pemain memang tak bisa berbuat apa-apa. Mereka harus mau ditrade ke klub mana saja, meski pemain itu pada dasarnya tak mau bermain di klub tersebut.
Ironis, tapi memang tapi begitu lah NBA liga bola basket nomor satu di dunia yang selalu mengagungkan kalimat 'where amazing happens'.