Leasing Kendaraan Bermotor Nunggak, Bolehkah Ditarik?

Sudihastuti
JFT Penyuluh Hukum pada Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Babel
Konten dari Pengguna
6 Juni 2021 6:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudihastuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILustrasi Kredit Kendaraan Bermotor, Sumber Pexel
zoom-in-whitePerbesar
ILustrasi Kredit Kendaraan Bermotor, Sumber Pexel
ADVERTISEMENT
Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Berbagai cara dilakukan agar dapat memiliki kendaraan motor idaman. Cara yang paling mudah adalah dengan membeli secara kredit atau dengan pembiayaan multifinance (Leasing). Namun kerap kali Kredit Kendaran Bermotor (KKB) ini menunggak dikarenakan nasabah tidak memperhitungkan penghasilan dan kemampuan bayar pada perusahaan leasing setiap bulannya, sehingga nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban membayar cicilan ke leasing.
ADVERTISEMENT
Dalam perjanjian KKB menyebutkan jika nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban bayar dalam waktu tertentu maka perusahaan leasing akan melakukan penarikan terhadap kendaraan bermotor. Tentunya dari tunggakan bulan pertama kolektor dari perusahaan leasing sudah melakukan penagihan atas tunggakan KKB nasabah dengan berbagai cara. Mulai dari cara yang paling halus sampai dengan penarikan secara paksa atas kendaraan bermotor yang kreditnya macet jika sudah sampai limit waktu yang ditentukan dalam surat perjanjian KKB.
Sering kita menyaksikan pihak leasing melakukan penarikan secara paksa kendaraan bermotor yang cicilannya macet. Hal yang perlu diketahui oleh nasabah KKB bahwa penarikan secara paksa tersebut tidak dibenarkan.
Pengadaan sepeda motor di Aceh Utara. Foto: ANTARA/Rahmad
Penarikan kendaraan yang dibeli secara kredit sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan Jaminan Fidusia (JF).
ADVERTISEMENT
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Peraturan itu menyebutkan, leasing yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan secara kepercayaan (fidusia) wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia paling lambat 1 bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan.
Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan. Kemudian, di dalam Pasal 23 POJK 29/2014 disebutkan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 yang menginterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan sepihak oleh kreditur. Putusan ini juga menetapkan bahwa objek jaminan tidak boleh langsung dieksekusi, meski sudah memiliki sertifikat jaminan.
Penerima dan pemberi fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera janji tersebut. Jika sudah ada kesepakatan para pihak, penerima dapat langsung mengeksekusi. Namun, saat tidak terjadi kesepakatan antara kreditur dan debitur maka pelaksaan eksekusi dapat melalui putusan pengadilan.
Dalam keputusan ini Mahkamah Konstitusi memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak. MK menyatakan, perusahaan Leasing harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu. "Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri setempat.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, tentunya diharapkan agar penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah terjadi persamaan penafsiran dalam proses eksekusinya oleh leasing. Eksekusi atau penarikan boleh dilakukan langsung oleh pihak leasing ataupun melalui debt collector yang mempunyai sertifikasi sepanjang telah ada kesepakatan terkait cidera janji dan kesepakatan penyerahan jaminan fidusia atau kendaraannya, atau jika tidak terjadi kesepakatan eksekusi atau penarikan wajib melalui pengadilan.
Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah jika mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan: Adanya sertifikat fidusia, Surat kuasa atau surat tugas penarikan, Kartu sertifikat profesi dan Kartu Identitas dan jika tidak ada kesepakatan Leasing dapat mengajukan pelaksanaan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri setempat.
ADVERTISEMENT
**Sudihastuti
JFT Penyuluh Hukum Ahli Pertama
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung